MAKALAH TENTANG PENETAPAN HUKUM POLIGAMI SERTA ASBABUN NUZULNYA..!!

PENETAPAN HUKUM POLIGAMI

Oleh : Ustadz Ade Taofiq S.Pd

PENDAHULUAN
Pada zaman sekarang ini, banyak oang yang membicarakan tentang kesetaraan antara kaum laki-laki dengan kaum perempuan. Bahkan sampai kepada tentang poligami yang hangat dibicarakan oleh masyarakat dan banyak di beritakan oleh media cetak dan elektronik, seperti koran,majalah, radio dan televisi sampai dunia maya yaitu internet.
Terkhusus dalam hal ini tentang poligami, pro dan kontra,setuju dan yang tidak telah terjadi perdebatan di antara mereka. Apalagi jika ada ditengah masyaratseorang tokoh yang banyak pengikutnya kemudian melakukan poligai,maka yang menjadi kebakaran jenggot ( istilah ) adalah kaum perempuan. Mereka merasa terhina dan tertindas oleh laki-laki yang melakukan poligami
Poligami dalam Islam baik dalam hukum maupun praktiknya, diterapkan secara bervariasi di tiap-tiap negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam.Di Indonesia sendiri terdapat hukum yang memperketat aturan poligami untuk pegawai negeri, dan sedang dalam wacana untuk diberlakukan kepada publik secara umum.Tunisia adalah contoh negara Arab dimana poligami tidak diperbolehkan.
Bahkan dari kejadian di atas banyak para pakar hukum yang ikut memberi komentar, baik mereka dari pakar hukum agama, tata hukum negara, sosiologi, psikologi dan yang alinnya sampai kepada Lembaga Perlindungan Perempuan.
Misalnya,di Indonesia Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan bahwa ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan) yang menyatakan bahwa asas perkawinan adalah monogami, dan poligami diperbolehkan dengan alasan, syarat, dan prosedur tertentu tidak bertentangan dengan ajaran islam dan hak untuk membentuk keluarga, hak untuk bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, dan hak untuk bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif sebagaimana diatur dalam UUD 1945.
Untuk menyelesaikan masalah tersebut dalam mencari jalan keluanya adalah dengan cara mengkaji dan meneliti dalil-dalil yang menjelaskan tentang poligami baik dari al-Quran atau as-Sunnah dan dari para jumhur ulama yang terkenal akan ilmu dan pengalamannya, karena, ini berkaitan dengan agama bukan berkaitan dengan perasaan manusia semata. Sekalipun dari mereka yang bukan pakar hukum di bidang agama ikut serta mengomentarainya, hal itu wajar-wajar saja selama mereka tidak masuk kewilayah penentuah hukumnya.Untuk itulah bagaimana agama menjelaskan tentang poligami dengan ditinjau dari berbagi aspek, maslahat dan madorotnya.

PEMBAHASAN

A. Landasan Adanya Poligami
Dalam kamus Bahasa Inggris poligami berasal dari kata Polygamy yang artinya: Laki-laki yang mempunyai banyak istri. Sedangkan dalam kamus Bahasa Arab secara khusus tidak ada. Adapun secara umum al-Quran menjelaskan tentang poligami sebagai berikut:
“Dan jika kamu tidak akan dapat berlaku adil terhadap anak-anak yatim, maka kawinilah apa yang baik di antara wanita-wanita itu bagi kamu dua, tiga atau empat orang kemudian jika kamu takkan dapat berlaku adil maka hendaklah seorang saja atau hamba sahaya yang menjadi milikmu, yang demikianitu lebih dekat tidak berbuat aniaya”. (Q.S. an-Nisa:3).
Di antara ayat di atas ada kata-kata “ Maka kawinilah apa yang baik di antara wanita-wanita itu bagi kamu dua, tiga atau empat orang”. Dari kata-kata tersebut mengandung arti adanya boleh untuk berpoligami.

Namun demikian, perlu untuk diperhatika dan dipahami, bagaimanakah cara poligami yang benar, sesuai dengan maksud ayat di atas tadi, yang tidak berdasar kepada nafsu belaka atau memahami ayat tadi tidak dengan komperhensif ( menyeluruh ) yang kemudian nantinya akan salah dalam cara istimbat hukumnya, itu akan berbahaya terhadap ummat.

B. Hukum Berpoligami
Dalam tafsir Rawaiul Bayan, Muhammad ‘Aliy as-Shabuniy mengutip beberapa pendapat tentang hukum poligami di antaranya yaitu:
1. Pendapat Jumhur, bahwa perintah dalam Firman Allah SWT. Yaitu lafadz “ Fankihu “ menunjukan kepada boleh . Seperti dalam Firman Allah SWT. Yang lain “ Wa kulu wasrabu “ itu menunjukan kepada Ibahah ( boleh ).
2. Ahlu Dzahiriyah mengatakan, bahwa menikahi lebih dari satu wanita adalah wajib. Mereka mengambil dail dari dzahirnya ayat tersebut, dan mereka juga menjadikan Hujjah dari Firman Allah SWT. Yang lain yaitu, Q.S. an-Nisa: 25 yang menjelaskan “ Barangsiapa yang tidak cukup biayanya untuk mengawini wanita-wanita merdeka – maka kawinilah hamba-hamba sahaya dengan seijin majikannya “. Ayat tersebut difahami bahwa mengawini wanita lebih dari satu adalah wajib sekalipun kepada hamba sahaya dari pada tidak sama sekali.
3. Imam Fahrurroziy berpendapat tentang ayat poligami, bahwa hukum ayat tersebut maksudnya adalah meninggalkan nikah dalam bentuk ini lebih baik dari pada mengerjakannya karena hal itu menunjukan, bahwa bukanlah keutamaan sunat melakukan poligami itu, apa lagi itu difahami sebagai perbuatan wajib. Sepertinya beliau mengambil jalan tengah di antara ke dua pendapat di atas. Artinya sunat pun tidak justru meninggalkannya itu lebih baik.
4. Lebih jauh Abduh menyatakan, poligami adalah penyimpangan dari relasi perkawinan yang wajar dan hanya dibenarkan secara syar'i dalam keadaan darurat sosial, seperti perang, dengan syarat tidak menimbulkan kerusakan dan kezaliman . M. Quraish Shihab pun menyatakan bahwa asas perkawinan yang dianut oleh ajaran islam adalah asas monogami. Poligami merupakan kekecualian yang dapat ditempuh dalam keadaan tertentu, baik yang secara objektif terkait dengan waktu dan tempat, maupun secara subjektif terkait dengan pihak-pihak (pelaku) dalam perkawinan tersebut. Bahkan ada lagi yang lebih ekstrim pendapatnya yaitu dengan mengatakan:Terlepas dari semua argumentasi di atas, poligami pada dasarnya pelanggaran terhadap integritas dalam institusi perkawinan, karena institusi perkawinan pada dasarnya dibangun oleh dua orang yang ingin membina kehidupan bersama, yang dimulai dengan niat yang tulus, cinta, dan adanya janji sakral yang seharusnya dihormati.
Dalam Islam poligami memang dibolehkan dengan syarat bisa berlaku adil.Pertanyaannya sederhana, apakah lelaki benar-benar bisa berlaku adil, setiap waktu dari detik ke detik?Adil lahir dan batin?Bila lelaki mengatakan "ya", alangkah sombongnya lelaki itu.
Dalam kitab Ibn al-Atsir, poligami yang dilakukan Nabi adalah upaya transformasi sosial (lihat pada Jâmi' al-Ushûl, juz XII, 108-179).Mekanisme poligami yang diterapkan Nabi merupakan strategi untuk meningkatkan kedudukan perempuan dalam tradisi feodal Arab pada abad ke-7 Masehi.Saat itu, nilai sosial seorang perempuan dan janda sedemikian rendah sehingga seorang laki-laki dapat beristri sebanyak mereka suka.
Kemudian poligami dikatakan sebagi Sunah, seperti yang didefinisikan Imam Syafi'i (w. 204 H), adalah penerapan Nabi SAW terhadap wahyu yang diturunkan.Pada kasus poligami Nabi sedang mengejawantahkan Ayat An-Nisa 2-3 mengenai perlindungan terhadap janda mati dan anak-anak yatim. Dengan menelusuri kitab Jami' al-Ushul (kompilasi dari enam kitab hadis ternama) karya Imam Ibn al-Atsir (544-606H), kita dapat menemukan bukti bahwa poligami Nabi adalah media untuk menyelesaikan persoalan sosial saat itu, ketika lembaga sosial yang ada belum cukup kukuh untuk solusi.
Selain itu, sebagai rekaman sejarah jurisprudensi Islam, ungkapan "poligami itu sunah" juga merupakan reduksi yang sangat besar.Nikah saja, menurut fikih, memiliki berbagai predikat hukum, tergantung kondisi calon suami, calon istri, atau kondisi masyarakatnya.Nikah bisa wajib, sunah, mubah (boleh), atau sekadar diizinkan. Bahkan, Imam al-Alusi dalam tafsirnya, Rûh al-Ma'âni, menyatakan, nikah bisa diharamkan ketika calon suami tahu dirinya tidak akan bisa memenuhi hak-hak istri, apalagi sampai menyakiti dan mencelakakannya. Demikian halnya dengan poligami.Karena itu, Muhammad Abduh dengan melihat kondisi Mesir saat itu, lebih memilih mengharamkan poligami.
Dari beberapa pendapat di atas bisa diambil istinbat hukumnya, bahwa poligami itu hukumnya adalah Ibahah yaitu boleh-boleh saja, tidak wajib juga tidak sunat.Alasan ini yang diambil karena lebih dapat di fahami dan dimengerti dalam mengungkapkan alasan-alasan dari pendapatnya.Ditambah lagi ini hasil dari pendapat para jumhur ulama.Sedangkan pendapat ke dua dan yang ke tiga adalah dari pendapat pribadi atau dari satu kelompk saja, walaupun didasarkan pada dalil-dalil dan alasan-alasan mereka.
Perlu untuk diperhatikan, dalam kitab Subulussalam disebutkan yang dimaksud boleh nya untuk poligami adalah, bahwa kecendrungan dalam pembagian giliran nafkah bukan dalam hal kecintaan, karena soal kecintaan di luar kemampuan manusia.Yang dipentingkan bagi pelaku poligami adalah adil dalam memberikan kebutuhan/nafkah lahir dan bathin istri-istrinya.
Untuk itulah kenapa hukum poligami itu Ibahah? Karena bagi yang tidak melakukan, walaupun ia mampuh dari syarat poligami bukan berarti menjadi dosa baginya dan bagi yang poligami tentu ada tuntutan yaitu untuk memperhatikan keadilan, sekalipun poligami itu sunnah (di contohkan dan disyareatkan oleh agama).
Selain dari itu ada tambahan lagi, bahwa orang berpoligami memilki beberapa alasannya: 1. Untuk menghindari dari perbuatan zina. 2. Karena kondisi istri pertama pisiknya keadaan sakit parah yang cukup lama. 3. Jumlah perempuan lebih banyak dibandingkan jumlah laki-laki. 4. Untuk memperbanyak keturunan, sebagaimana Rasulullah bersabda: Nikahilah wanita-wanita yang banyak keturunanya.

C. Dari Segi Banyaknya Jumlah
Dalam menentukan jumlah wanita yang boleh untuk ditikah telah terjadi perselisihan di antara para ulama.
1. Telah bersepakat di antara jumhur ulama fikih bahwa jumlah yang diperbolehkan untuk dipoligami paling banyak sampai empat orang saja. Alasan mereka mengambil dari Firman Allah SWT. Dalam Q.S. an-Nisa :3. Di sana ada kata-kata dua,tiga dan empat, artinya jika mau dua, jika mau tiga dan jika mau empat. Dikuatkan lagi denga mengambil dari Firman Allah SWT. Dari ayat yang lain yaitu dalam Q.S. al-Fathir: 1. Dalam tafsir Jalalain disebutkan kata wau artinya atau, bisa dua, atau tiga atau empat.
Dikuatkan lagi pendapat di atas, bahwa mereka mengambil dalil dari rwayat tentang seorag sahabat yang bernama Ghailan bin Salamah as-Saqafiy, ketika ia masuk Islam mempunyai istri sebanyak sepuluh orang, maka Rasulullah Sallalahu ‘Alaihi Wasallam menyuruhnya empat dari seuluh istri-istrinya untuk tetap di jadikan istri dan sisanya untuk diceraikan.

2. Lain lagi menurut pendaptat kelompok dari Syiah boleh menikahi wanita lebih dari pada empat bahkan sampai Sembilan.Mereka beralasan mengambil dalil bahwa Rasulullah Sallalahu ‘Alaihi Wasallam pun mempunyai istri lebih daripada empat bahkan sampai lebih dari Sembilan.Sebagaimana yang telah ditetapkan dalam riwayat yang shahih.Dan di antara merekapun ada yang mengatakan degantidakada batasannya. Akan tetapi semuanya dibantah,sebagaimana dalam tafsir Ibnu Katsir, bahwa Beliau menikahi wanita lebih dari Sembilan itu kekhususan bagi beliau dan tidak boleh bagi yang lain.
Sementara itu sebagian kelompok Mubtadiat berpendapat bahwa makna wau dalam Q.S. an-Nisa:3. Mempunyaiarti wau jamaah yaitu, artinya dua ditambah tiga ditamah empat, maka jumlahnya menjadi Sembilan. Apalagi kelompok ar-Rafidhah dan sebagian dari Ahli Dzahir mereka mengatakan,boleh menikahi wanita sampai delapan belas orang. Pendapat tersebut kemudian dibantah oleh Imam al-Qurthubiy, bahwa pendapat tersebut jauh pemahamannya dari al-Quran dan as-Sunnah dan bertentangan juga dengan pendapat ulama yang terdahulu.
Imam al-Qurthubiy menambahkan, bahwa tidak pernah mendengar seorangpun dari shahabat dan ta’biin mereka memilki wanita disatukan dalam ikatan pernikahan lebih dari empat orang. Imam Muhammad ‘Aliy as-Shabuniy menguatkan, bahwa ayat ini, Q.S. an-Nisa:3. Menunjukan atas haramnya menikahi wanita lebih dari pada empat orang. Pendapat tersebut telah di sepakati juga oleh jumhur ulama bahwa tidak boleh lima orang istri disatukan dalam ikatan pernikahan.

D. Kesimpulan
1. Hukum berpoligami itu Ibahah( boleh-boleh saja ) dan poligami itu sendiri sebagai sunnah.
2. Jumlah dalam poligami yang telah disepakati oleh para ulama jumhur berdasarkan kepada alas an-alasan mereka yang kuat, tidak boleh lebih dari empat orang.
3. Orang yang akan berpoligami disarankan untuk memperhatikan :
a. Berbuat adil harus dijunjung tinggi dalam memberikan nafkah lair dan batin.
b. Disebabkan telah terjadi kepada istri pertama kondisi badannya sakit yang berat sehingga tidak bisa memberikan kepuasan bathin si suami.
c. Untuk memperbanyak keturunsn.
d. Bertujuan untuk beribadah bukan karena hawa nafsu biologis semata.

Buku Rujukan
1. Tafsir Ibnu Katsir
2. Tafsir Rowaiul Bayan
3. Bidayatul Mujtahid
4. Subulus Salam
5. Internet

Pengunjung