Makalah BABK | Definisi Anak dengan Hambatan Penglihatan

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Memperoleh pendidikan merupakan hak bagi seluruh manusia, termasuk untuk penyandang kelainan atau ketunaan. Dalam undang-undang No. 20  tahun 2003 pasal 5 ayat 1 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahawa “setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu”. Dari pernyataan dalam undang-undang tersebut sudah sangat jelas bahawa tidak ada pengecualian warga negara Indonesia untuk tidak memperoleh pendidikan. Amanat hak atas pendidikan bagi penyandang kelainan atau ketunaan ditetapkan juga dalam undang-undang No 20  tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 32 disebutkan  bahawa “pendidikan khusus (pendidikan luar biasa) merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional. Mental, sosial.” Ketetapan tersebut memeberikan landasan yang kuat bahwa anak berkelainan perlu memperoleh kesempatan yang sama dalam hal pendidikan dan pengajaran sebagaimana diberikan kepada anak normal.
Kelainan pada anak terbagi kedalam beberapa klasifikasi sehingga membutuhkan strategi yang berbeda dalam proses pembelajarannya. Anak yang mengalami kelainan dalam pendengaran maka strategi pembelajarannya akan berbeda dengan anak yang mengalami kelainan pada penglihatan, pun pada kelainan yang lainnya. Maka perlu kita mengetahui definisi dari setiap anak yang mengalami kelainan atau ketunaan agar selaku calon pendidik bisa membuat dan menerapkan strategi yang tepat untuk digunakan dalam pembelajaran.
Anak yang menaglami ketunaan dalam penglihatan perlu kita bimbing dengan strategi yang tepat dalam pembelajarannya agar ia mendapatkan pelayanan yang sesuai sehingga belajarnya akan optimal. Dengan latar belakang seperti itu, maka penulis akan menguraikan pembahasaan tentang anak yang mengalami hambatan dalam penglihatan dalam bab selanjutnya.

B.    Rumusan Masalah
1.    Apa yang dimaksud dengan anak yang mengalami hambatan penglihatan?
2.    Bagaimana karakteristik anak yang mengalami hambatan penglihatan?
3.    Apa saja jenis-jenis gangguan penglihatan?
4.    Bagaimana akibat dari kehilangan fungsi penglihatan?
5.    Apa akibat dari kehilangan penglihatan?

C.    Tujuan Penulisan
1.    Mengetahui definisi dari anak yang mengalami hambatan penglihatan;
2.    Mengetahui karakteristik dari anak yang mengalami hambatan penglihatan;
3.    Mengetahui jenis-jenis gangguan penglihatan;
4.    Mengetahui akibat dari kehilangan fungsi penglihatan;
5.    Mengetahui akibat dari kehilangan penglihatan;

D.    Manfaat Penulisan
Sebagai pendidik atau calon pendidik, maka sudah seharusnya memahami setiap perilaku dan kondisi peserta didik. Dengan ditulisnya makalah ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu sumber bacaan yang dapat menambah pengetahuan dan wawasan tentang anak yang mengalami hambatan penglihatan serta mengatahui bagaimana cara membimbing anak-anak yang membutuhkan bimbingan khusus dalam proses pembelajarannya.

E.    Metode Penulisan
Metode penulisan dalam makalah ini dilakukan dengan cara:
1.    Metode Studi Pustaka
Metode studi pustaka merupakan metode yang dilakukan dengan cara mencari sumber data dan keterangan dari buku atau literatur yang relevan.
2.    Metode  Browsing
Metode browsing merupakan metode yang dilakukan dengan cara mencari sumber data dan keterangan dari internet.
BAB II
PEMBAHASAN


A.    Definisi Anak Dengan Hambatan Penglihatan
Tunanetra adalah seseorang yang memiliki hambatan dalam penglihatan/tidak berfungsinya indera penglihatan.
Menurut Baraga (dalam Hidayat, 2006:23) mengemukakan bahwa “seorang anak dikatakan kelaianan penglihatan jika kecacatannya tersebut dapat mengganggu prestasi belajar secara optimal, kecuali jika dilakukan penyesuaian dalam motode-metode penyajian pelajaran, sifat-sifat bahan yang digunakan dan/atau lingkungan belajarnya”.
Hambatan penglihatan dalam definisi medis, penglihatan seseorang dikatakan betul-betul terganggu apabila ia mempunyai ketajaman penglihatan 20/200, yaitu ketajaman yang mampu melihat suatu benda pada jarak 20 kaki (±6,5m) yang umumnya dapat dilihat oleh orang yang memiliki ketajaman penglihatan normal pada jarak 200 kaki.
Sedangkan menurut definisi pendidikan, seseorang yang belajar dengan menggunakan indera perabaan dan pendengaran digolangkan sebagai buta. Adapun seseorang yang masih mampu menggunkan penglihatannya untuk membaca meskipun dengan tulisan yang diperbesar (diadaptasi) mereka digolongkan sebagai low vision (kurang lihat). Sedangkan seseorang yang mampu menggunakan penglihatannya tetapi mengalami hambatan pada situasi tertentu tergolong sebagai limited vision (penglihatan terbatas).
Menurut Scholl, anak yang mengalami gangguan penglihatan dapat didefinisikan sebagai anak yang rusak penglihatannya yang walaupun dibantu dengan perbaikan, masih mempunyai pengaruh yang merugikan bagi anak yang yang bersangkutan.

B.    Karakteristik Anak Dengan Hambatan Penglihatan
1.    Fisik
Keadaan fisik anak tunanetra tidak berbeda dengan anak sebaya lainnya. Perbedaan nyata diantara mereka hanya terdapat pada organ penglihatannya. Gejala tunanetra yang dapat diamati dari segi fisik misalnya, mata juling, sering berkedip, menyipitkan mata,  mata (kelopak)  merah, mata infeksi, gerakan mata tak beraturan dan cepat, mata selalu berair (mengeluarkan air mata), dan pembengkakan pada kulit tempat tumbuh bulu mata.
2.    Perilaku
Ada beberapa gejala tingkah laku yang tampak sebagai petunjuk dalam mengenal anak yang mengalami gangguan penglihatan secara dini yaitu:
a.    Menggosok mata secara berlebihan,
b.    Menutup atau melindungi mata sebelah, memiringkan kepala atau mencondongkan kepala ke depan,
c.    Sukar membaca atau dalam mengerjakan pekerjaan lain yang sangat memerlukan penggunaan mata,
d.    Berkedip lebih banyak daripada biasanya atau lekas marah apabila mengerjakan suatu pekerjaan,
e.    Membawa bukunya ke dekat mata,
f.    Tidak dapat melihat benda-benda yang agak jauh,
g.    Menyipitkan mata atau mengkerutkan dahi,
h.    Tidak tertarik perhatiannya pada objek penglihatan atau pada tugas-tugas yang memerlukan penglihatan seperti melihat gambar atau membaca,
i.    Janggal dalam bermain yang memerlukan kerjasama tangan dan mata,
j.    Menghindar dari tugas-tugas yang memerlukan penglihatan atau memerlukan penglihatan jarak jauh, dan
k.    Adanya beberapa keluhan seperti: mata gatal, panas atau merasa ingin menggaruk karena gatal, banyak mengeluh tentang ketidakmampuan dalam melihat, terasa pusing atau sakit kepala, kabur atau penglihatan ganda.
3.    Psikis
a.    Mental/intelektual
Intelektual atau kecerdasan anak tunanetra umumnya tidak berbeda jauh dengan anak normal/awas. Kecenderungan IQ anak tunanetra ada pada batas atas sampai batas bawah, jadi ada anak yang sangat pintar, cukup pintar dan ada yang kurang pintar. Intelegensi mereka lengkap yakni memiliki kemampuan dedikasi, analogi, asosiasi dan sebagainya. Mereka juga punya emosi negatif dan positif, seperti sedih, gembira, punya rasa benci, kecewa, gelisah, bahagia dan sebagainya.
Dalam konteks pendidikan seorang anak dikatakan tunanetra jika dikatakan memiliki karakteristik yang khas, diantaranya sebagai berikut:
1)    Anak tunanetra tidak mengharapkan simpati oranglain tetapi diharapkan sebagaimana orang lain dan memperoleh kesempatan untuk mengembangkan diri agar dapat mandiri di kemudian hari.
2)    Dia tidak mampu mengamati bagaimana orang lain melakukan sesuatu.
3)    Pada umumnya memiliki kepribadian yang relative berbeda dengan anak awas, misalnya: merasa rendah diri, hidupnya tidak terarah dan tidak bermakna, mudah mengalami frustasi dsb.
4)    Pada umumnya memiliki perbedaan yang cukup tajam dalam menanggapi dan mereaksi lingkungan.
5)    Pada umumnya memiliki ketergantungan yang berlebihan kepada oranglain.
6)    Karena keterbatasannya dalam mengahadapi rangsangan visual dia sering berprasangka atau curiga kepada orang lain.
7)    Fungsi kognisinya kurang dapat berkembang sesuai dengan semestinya karena informasi yang dapat diterima terbatas.
8)    Pada umumnya memiliki perasaan mudah tersinggung karena disamping terbatasnya menerima rangsangan visual juga peranan indranya kurang baik.
9)    Pada umumnya memiliki kondisi fisik yang kuranga seimbang sehingga dalam geraknya kurang leluasa.
10)    Kemampuan orientasi ruang dan mobilitas sangat terbatas.
11)    Terdapat perbedaan yang cukup besar dalam motivasi untuk sukses dengan anak normal.
b.    Sosial
1)    hubungan sosial yang pertama terjadi dengan anak adalah hubungan dengan ibu, ayah, dan anggota keluarga lain yang ada di lingkungan keluarga. Kadang kala ada orang tua dan anggota keluarga yang tidak siap menerima kehadiran anak tunanetra, sehingga muncul ketegangan, gelisah di antara keluarga. Akibat dari keterbatasan rangsangan visual untuk menerima perlakuan orang lain terhadap dirinya,
2)    tunanetra mengalami hambatan dalam perkembangan kepribadian dengan timbulnya beberapa masalah antara lain:
a)    Curiga terhadap orang lain
Akibat dari keterbatasan rangsangan visual, anak tunanetra kurang mampu berorientasi dengan lingkungan, sehingga kemampuan mobilitaspun akan terganggu. Sikap berhati-hati yang berlebihan dapat berkembang menjadi sifat curiga terhadap orang lain. Untuk mengurangi rasa kecewa akibat keterbatasan kemampuan bergerak dan berbuat, maka latihan-latihan orientasi dan mobilitas, upaya mempertajam fungsi indera lainnya akan membantu anak tunanetra dalam menumbuhkan sikap disiplin dan rasa percaya diri.
b)    Perasaan mudah tersinggung
Perasaan mudah tersinggung dapat disebabkan oleh terbatasnya rangsangan visual yang diterima. Pengalaman sehari-hari yang selalu menumbuhkan kecewa menjadikan seorang tunanetra yang emosional.
c)    Ketergantungan yang berlebihan
Ketergantungan ialah suatu sikap tidak mau mengatasi kesulitan diri sendiri, cenderung mengharapkan pertolongan orang lain. Anak tunanetra harus diberi kesempatan untuk menolong diri sendiri, berbuat dan bertanggung jawab. Kegiatan sederhana seperti makan, minum, mandi, berpakaian, dibiasakan dilakukan sendiri sejak kecil.

C.    Klasifikasi dan Jenis-jenis Gangguan Penglihatan
Gangguan penglihatan dapat diklasifikasikan berdasarkan empat hal, yaitu saat terjadinya gangguan penglihatan, kemampuan daya penglihatan, adaptasi pendidikan, dan kelainan pada mata.
1.    Berdasarkan Saat Terjadinya Gangguan Penglihatan
a.    Tunanetra sebelum dan sejak lahir, yaitu mereka yang sama sekali tidak memiliki pengalaman penglihatan.
b.    Tunanetra setelah lahir atau pada usia kecil, yaitu mereka yang memiliki kesan-kesan serta pengalaman visual tetapi belum kuat dan mudah terlupakan.
c.    Tunanetra pada usia sekolah atau pada masa remaja, yaitu mereka telah memiliki kesan-kesan visual dan meninggalkan pengaruh yang mendalam terhadap proses perkembangan pribadi.
d.    Tunanetra pada usia dewasa, yaitu mereka yang dengan segala kesadaran mampu melakukan latihan-latihan penyesuaian diri.
e.    Tunanetra dalam usia lanjut, yaitu mereka yang sebagian besar sudah sulit mengikuti latihan-latihan penyesuaian diri.
2.    Berdasarkan Kemampuan Daya Penglihatan
a.    Tunanetra ringan (defective vision/low vision), yaitu mereka yang memiliki hambatan dalam penglihatan akan tetapi mereka masih dapat mengikuti program-program pendidikan dan mampu melakukan pekerjaan/kegiatan yang menggunakan fungsi penglihatan.
b.    Tunanetra setengah berat (partially sighted), yakni mereka yang kehilangan sebagian daya penglihatan, hanya dengan menggunakan kaca pembesar mampu mengikuti pendidikan biasa atau mampu membaca tulisan yang bercetak tebal.
c.    Tunanetra berat (totally blind), yakni mereka yang sama sekali tidak dapat melihat.   
3.    Berdasarkan Adaptasi Pendidikan
a.    Ketidakmampuan melihat taraf sedang (moderate visual disability)
Pada taraf ini, mereka dapat melakukan tugas-tugas visual yang dilakukan orang awas dengan menggunakan alat bantu khusus dan dibantu dengan pemberian cahaya yang cukup.
b.    Ketidakmampuan melihat taraf berat (severe visual disability)
Pada taraf ini, mereka memiliki kemampuan penglihatan yang kurang baik atau kurang akurat meskipun menggunakan alat bantu visual dan modifikasi sehingga mereka membutuhkan lebih banyak waktu dan energi dalam melakukan tugas-tugas visual.
c.    Ketidakmampuan melihat taraf sangat berat (profoun visual disability)
Pada taraf ini, mereka mendapat kesulitan untuk melakukan tugas-tugas visual, dan tidak dapat melakukan tugas-tugas visual yang lebih detail, seperti membaca dan menulis huruf awas. Dengan demikian, mereka tidak dapat menggunakan penglihatannya sebagai alat pendidikan sehingga indera peraba dan pendengaran memegang peranan penting dalam menempuh pendidikan.
4.    Berdasarkan Kelainan Pada Mata
a.    Myopia; yaitu penglihatan jarak dekat, bayangan tidak terfokus dan jatuh di belakang retina. Penglihatan akan menjadi jelas kalau objek didekatkan. Untuk membantu proses penglihatan pada penderita Myopia digunakan kacamata koreksi dengan lensa negatif.
b.    Hyperopia; yaitu penglihatan jarak jauh, bayangan tidak terfokus dan jatuh di depan retina. Penglihatan akan menjadi jelas jika objek dijauhkan. Untuk membantu proses penglihatan pada penderita Hyperopia digunakan kacamata koreksi dengan lensa positif.
c.    Astigmatisme; yaitu penyimpangan atau penglihatan kabur yang disebabkan karena ketidakberesan pada kornea mata atau pada permukaan lain pada bola mata sehingga bayangan benda baik pada jarak dekat maupun jauh tidak terfokus jatuh pada retina. Untuk membantu proses penglihatan pada penderita astigmatisme digunakan kacamata koreksi dengan lensa silindris.
d.    Strabismus; yaitu penyimpangan pada mata ketika melihat sebuah obyek maka sebelah mata tidak fokus atau lari ke arah lain. Penggunaan kacamata dari lensa prima yang membiaskan cahaya sehingga kedua mata menerima gambar yang hampir sama sering digunakan.
e.    Retinitis Pigmentosa; yaitu penyakit pada retina yang umumnya merupakan keturunan. Penyakit ini sedikit demi sedikit menyebabkan mundur atau memburuknya retina. Gejala pertama biasanya sukar melihat di malam hari, diikuti dengan hilangnya penglihatan periferal, dan sedikit saja penglihatan pusat yang tertinggal.
f.    Xeropthalmia; yaitu penyakit mata karena kekurangan vitamin A.
g.    Trachoma; yaitu penyakit mata karena virus chilimidezoon trachomanis.
h.    Catarac; yaitu penyakit mata yang menyerang bola mata sehingga lensa mata menjadi keruh, akibatnya terlihat dari luar mata menjadi putih.
i.    Glaucoma; yaitu penyakit mata karena bertambahnya cairan dalam bola mata, sehingga tekanan pada bola mata meningkat.
j.    Diabetik Retinopathy; adalah gangguan pada retina yang disebabkan karena diabetis. Retina penuh dengan pembuluh-pembuluh darah dan dapat dipengaruhi oleh kerusakan sistem sirkulasi hingga merusak penglihatan.
k.    Macular Degeneration; adalah kondisi umum yang agak baik, dimana daerah tengah dari retina secara berangsur memburuk. Anak dengan retina degenerasi masih memiliki penglihatan peripheral, akan tetapi kehilangan kemampuan untuk melihat secara jelas objek-objek di bagian tengah bidang penglihatan.
l.    Retinopathy of prematurity; biasanya anak yang mengalami ini karena lahirnya terlalu prematur. Pada saat lahir masih memiliki potensi penglihatan yang normal. Bayi yang dilahirkan prematur biasanya ditempatkan pada inkubator yang berisi oksigen dengan kadar tinggi, sehingga pada saat bayi dikeluarkan dari inkubator terjadi perubahan kadar oksigen yang dapat menyebabkan pertumbuhan pembuluh darah menjadi tidak normal dan meninggalkan semacam bekas luka pada jaringan mata. Peristiwa ini sering menimbulkan kerusakan pada selaput jala (retina) dan tunanetra total.
   
D.    Masalah yang Dihadapi Anak Dengan Hambatan Penglihatan
Dari karakteristik yang dimilikinya maka muncullah beberapa jenis masalah yang dihadapi individu terutama yang dihadapi oleh murid-murid sekolah. Masalah tersebut sekurang-kurangnya dapat digolongkan sebagai berikut:
1.    Masalah pengajaran
Misalnya kesulitan dalam manangakap pelajaran serba verbalistik, mengunakan buku-buku, cara belajar baik sendiri maupun berkelompok, kesulitan dalam memilih metode belajar mengajar yang tepat, kesulitan dalam hal menulis dan membaca, keterbatasan perabaan-pendengaran dan ingatan serta sarana yang diperlukan dalam proses KBM yang terbatas.
2.    Masalah pendidikan
Masalah yang dihadapi awal masuk sekolah yaitu: menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah, guru-guru dan staff sekolah, teman-teman, mata pelajaran baru, tata tertib dsb.
Dalam proses pendidikan sering dijumpai masalah diantaranya: mencari teman belajar yang cocok, memilih kegiatan ekstrakulikuler yang sesuai dengan bakat, mendapatkan pembaca yang cocok, mendapat pembimbing yang cocok, dsb.
Pada akhir pendidikan masalah yang sering dihadapi adalah memilih suatu studi lanjutan, memilih latihan-latihan kerja tertentu, merencanakan latihan-latihan keterampilan atau jenis pekerjaan tertentu setelah menyelesaikan pendidikan dsb.
3.    Masalah orientasi dan mobilitas serta kebiasaan diri
Masalah yang dimaksud adalah masalah yang ada kaitannya dengan kesulitan penguasaan ruang dan kemampuapn gerak serta kebiasaan-kebiasaan hidup yang kurang menguntungkan. Misalnya kesulitan orientasi lingkungan yang baru, sikap berjalan yang kurang seimbang dsb.
4.    Masalah gangguan emosi
Karena kemiskinan tanggapan yang sangat parah pada anak tunanetra dengan mudah muncul gangguan-gangguan emosi diantaranya: mudah curiga terhadap orang lain, mudah tersinggung, mudah marah dsb.
5.    Masalah penyesuaian diri
Banyak anggapan dengan hilangnya atau kemampuan penglihatan individu maka hilanglah kemampuan seseorang sehingga hal ini dapat berpengaruh terhadap kepribadian anak tunanetra yang dapat berakibat berubahnya konsep dirinya, sehingga mereka merasa rendah diri terhadapa orang lain karena keterbatasannya itu. Dengan demikian dapat berpengaruh terhadap kehidupan dan dalam menyesuaikan diri kepada keadaan dan tuntutan sekolah, keluarga dan juga dirinya sendiri.
6.    Masalah keterampilan dan pekerjaan
Mengingat keterbatasan yang dimiliki anak tunanetra, maka penting sekali adanya identifikasi terhadap jenis-jenis keterampilan dan pekerjaan yang ada di masyarakat, juga perlu diketahui kemampuan-kemampuan apa yang dimiliki indvidu yang cocok dengan keterampilan dan pekerjaan yang ada di masyarakat serta usaha-usaha pemilihan latihan-latihan untuk keterampilan dan pekerjaan tertentu.
7.    Masalah ketergantungan diri
Masalah ini dapat saja muncul karena disamping ketidakmampuannya mengatasi masalahnya sendiri dapat juga kurangnya kepercayaan terhadap dirinya sendiri. Sehingga dapat muncul masalah-masalah ketergantungan dirinya kepada orang lain dan selalu merasa tidak mampu mengatasi kesulitan dirinya sehingga cenderung untuk mengharapkan bantuan pertolongan kepada oranglain.
8.    Masalah penggunaan waktu senggang
Anak tunanetra yang selalu dirundung kesunyian dan kesepian, bisa saja semua waktu luangnya dipakai untuk menghayal, menyendiri, tidur belaka yang tak ada hasilnya. Karena itu waktu luang hendaknya dapat diisi dengan kegiatan yang produktif apakah itu dengan mengarang, menganyam, latihan music, dsb. Semuanya itu sudah barang tentu disesuaikan dengan bakat dan minat mereka.

Baca Pembahasan Makalah Terkait :


Makalah BABK | Faktor-faktor Penyebab Ketunanetraan

Pengunjung