Makalah Perkembangan Peserta Didik 2 | Pebedaan Perkembangan Intelektual Anak..!!

Pada postingan kali ini sekarang admin akan membahas sebuah Makalah Perkembangan Peserta Didik yang memang sangat penting buat seorang calon pengajar/pendidik atau yang sudah menjadi Pendidik untuk mengetahui Perbedaan Perkembangan Anak Didik.
Sering timbul pertanyaan, apa yang menjadikan perilaku manusia seperti ini ? Mengapa ia berlaku begitu ? Pertanyaan seperti itu akan dijawab dalam pengetahuan psikologi, khususnya psikologi perkembangan atau perkembangan peserta didik. Perkembangan peserta didik dibutuhkan oleh mereka yang dalam tugas atau jabatannya bekerja serta menghadapi anak dalam fase perkembangan. Dalam hal ini akan dibatasi seputar calon pengajar yang akan menghadapi anak didik, yang tentunya sedang mengalami perkembangan diusia sekolah dasar. Jadi dengan mengetahui dan memahami perkembangan anak, maka akan diketahui pula perbedaan individual anak usia SD, baik perbedaan perkembangan intelektual, perbedaan perkembangan moral, maupun perbedaan perkembangan kemampuan.

Adapun masalah-masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:
1. Apa saja yang menjadi faktor penyebab perbedaan pada perkembangan intelektual ?
2. Bagaimana tahapan konsepsi menurut pandangan Piaget dalam perkembangan moral ?
3. Bagaimana memecahkan atau menjawab dilema moral menurut Kohlberg?
4. Bagaimana menyikapi perbedaan perkembangan kemampuyan ?
5. Apakah tindakan orang tua agar anaknya berhasil dalam mengikuti pendidikan di sekolah ?

PEMBAHASAN
A. Perbedaan Perkembangan Intelektual
Ada beberapa aspek perkembangan intelektual pada usia anak-anak, diantaranya adalah :
1. Perkembangan Kognitif Piaget
Hasil penelitian Piaget menunjukan bahwa cara anak belajar dam mempelajari dunia di sekitar mereka ternyata begitu unik. Cara anak mempelajari, mengingat, mendengar, dan mengamati dunia di sekitar mereka tidaklah pasif, melainkan secara alamiah. Mereka memilih rasa ingin tahu mengenai dunia di sekitar mereka.
Pengertian individu adalah makhluk yang aktif, dia tidak menerima begitu saja pengetahuan yang ada disekitarnya, individu secara aktif membangun pengetahuannya sendiri dari hal tersebut dilakukan melalui proses organisasi dan adaptasi. Dari proses tersebut akan dibentuk skema, yaitu sekumpulan pikiran yang sama serta terorganisasi.

Menurut Piaget, perkembangan kognitif seorang anak terdiri dari:
a. Tahap sensori motor, dimulai sejak lahir hingga kurang lebih usia 2 tahun
b. Tahap praoperasional, dimulai sejak usia 2 tahun hingga kurang lebih usia 6 atau 7 tahun.
c. Tahap operasi konkret dimulai sejak usia 6 atau 7 tahun hingga kurang lebih usia 11 atau 12 tahun
d. Tahap operaso formal dimulai sejak usia 11 atau 12 tahun hingga dewasa.

Perkembangan kognitif anak usia 4-6 tahun menunjukan kemampuan melakukan representatif objek dan kejadian secara mental. Disamping itu, karakteristik lain sekaligus keterbatasan anak pada tahap praoperasional adalah egosentrisme, rasa bingung antara kejadian fisik dan psikologis.

2. Teory Intelegensi dalam Perkembangan Intelektual
a. Teory “Primary Mental Abilities”
Thurstone (1938) berpendapat bahwa intelegensi merupakan penjelmaan dari kemampuan primer seperti berbahasa, mengingat, berfikir logis, kemampuan bilangan serta menggunakan kata-kata

b. Teory “Multiple Intellegence”
Howard Gardner (1904) berpendapat bahwa intelegensi terbagi menjadi 7 jenis, yaitu :
1) Logical-Mathematical à Kemampuan untuk mengamati pola-pola logis dan numerik serta kemampuan untuk berpikir rasional
2) Linguistik à Kemampuan terhadap suara, ritme, makna kata-kata dan keragaman fungsi-fungsi bahasa.
3) Musical à Kemampuan untuk menghasilkan dan mengapresiasikan ritme, nada, dan bentuk-bentuk ekspresi musik.
4) Spatial/visual à Kemampuan mempresepsi dunia ruang-visual secara akurat.
5) Body Kinestetik à Kemampuan untuk mengontrol gerakan tubuh
6) Interpersonal à Kemampuan merespon suasana, tempramen, dan motivasi orang lain.
7) Intrapersonal à Kemampuan untuk memahami perasaan sendiri.

c. Teory “Triachic of Intellegence”
Robert Stenberg (1985, 1990) berpendapat bahwa deskripsi tiga bagian kemampuan mental (proses berfikir, mengatasi masalah, dan penyelesaian terhadap situasi yang dihadapi) berarti menunjukan tingkah laku inteligen.
Selain itu Wechsler mengemukakan bahwa perbedaan pada perkembangan intelektual anak dipertimbangkan melalui kreativitas seperti anak menunjukan kemampuan yang beragam.

3. Perbedaan pada Perkembangan Intelektual Anak
Seorang anak pada umumnya memasuki jenjang pendidikan SD pada usia 6 tahun, dimana diperkirakan sudah siap menerima pelajaran dan dapat mengalami kemajuan belajar secara teratur dalam tugas sekolah. Walaupun demikian ada siswa yang pada usia tersebut belum mampu mengikuti pelajaran yang diberikan secara teratur. Hal tersebut harus dipandang sebagai perbedaan yang bisa saja terjadi pada anak usia SD, karena memang ada perbedaan dalam hal menguasai suatu materi pelajaran.
Seperti halnya perbedaan pada perkembangan fisik anak, pada tahap operasi kongkret menurut Piaget, anak-anak dapat berpikir logis tentang suatu hal. Walaupun demikian, kadar dan cara anak untuk berpikir logis terhadap sesuatu akan ada perbedaan. Perbedaan tersebut juga disebabkan oleh berbagai faktor, seorang guru yang mengajar di kelas 1 SD dengan hanya ceramah (verbalisme) dalam menerangkan konsep pertambahan pada matematika, tidak akan membuat siswa berkembang secara maksimal. Lain halnya dengan guru tersebut menggunakan alat peraga untuk menyampaikan materi, akan membuat anak lebih cepat mengerti.

B. Perbedaan Perkembangan Moral
1. Tahapan Perkembangan Moral
Menurut Piaget konsepsi anak mengenai moralitas berkembang pada dua tahap utama yang sejajar dengan tahap-tahap pra-operasional. Tahap pertama, hambatan moralitas juga disebut (beteronomous morality), bercirikan kelakuan, penyesuaian yang sederhana. Para remaja melihat sesuatu seperti hitam dan kelabu, jadi cukup jelas karena mereka egosentrik. Mereka berpendapat bahwa peraturan tidak dapat berubah, sehingga perilaku seseorang dapat betul atau salah. Sekalipun demikian anak-anak juga seringkali tidak menurut/taat pada peraturan.
Tahap kedua, moralitas kerja sama juga disebut fleksibel, Anak-anak yang telah matang banyak bergaul dengan teman sebaya maupun dengan orang dewasa, mereka kurang bersifat egosentrik.
2. Kohlberg dan Alasan Moral
Kohlberg melukiskan tiga tingkatan alasan moral sebagai berikut:
Tingkat 1,
Pra-Conventional Morality (anak usia 4-10 tahun) anak masih di bawah pengawasan orang tua dan lain-lain, tunduk pada peraturan untuk mendapatkan hadiah atau menghindari hukuman
Tingkat 2,
Conventional Morality (usia 10-13 tahun). Anak-anak telah menginternalisasikan figur kekuasaan standar. Mereka patuh terhadap peraturan untuk menyenangkan orang lain atau mempertahankan perintah.
Tingkat 3,
Post-Conventional Morality (usia 13 tahun atau lebih). Moralitas sepenuhnya internal. Dewasa ini orang-orang telah mengenal beberapa konflik standar moral dan memilih diantara standar tersebut.

3. Proses Perkembangan Moral
a. Pendidikan langsung, yaitu melalui pengertian tentang tingkah laku yang benar dan salah, yang paling penting dalam pendidikan moral ini adalah keteladanan dari orang tua, guru atau orang dewasa lainnya.

b. Identifikasi, yaitu dengan cara mengidentifikasikan atau meniru tingkah laku moral seseorang yang menjadi idolanya (seperti orang tua, guru, kiai, artis atau orang dewasa lainnya).

c. Proses coba-coba (Trial dan Error), yaitu dengan cara mengembangkan tingkah laku moral secara coba-coba. Tingkah laku yang mendatangkan pujian atau penghargaan akan terus dikembangkan, sementara tingkah laku yang mendatangkan hukuman atau celaan akan dihentikannya.
Perkembangan moral seorang anak banyak dipengaruhi oleh lingkungannya. Anak memperoleh nilai-nilai moral dari lingkungannya, terutama dari orang tuanya. Ada beberapa sikap orang tua yang perlu diperhatikan dalam perkembangan moral anak, diantaranya

1) Konsisten dalam mendidik anak
2) Sikap orang tua dan keluarga
3) Penghayatan dan pengamalan agama yang dianut
4) Sikap konsisten orang tua dalam menerapkan norma.

C. Perbedaan Perkembangan Kemampuan
Setiap anak usia SD mempunyai kemampuan berbeda-beda. Kemampuan disini dapat diartikan sebagai kemampuan berkomunikasi, bersosialisasi, atau kemampuan kognitif. Kemampuan bersosialisasi pada seorang anak pun berbeda-beda.
Seorang anak yang sudah terbiasa ikut ibunya ke pengajian akan mempunyai sikap yang berbeda dalam menyikapi teman-temannya, dibandingkan anak yang selalu “dikurung” di rumahnya. Kepercayaan diri seorang anak bisa saja ditampilkan dengan selalu mengajak berkenalan terlebih dahulu kepada teman barunya pada hari pertama di kelas 1
Perbedaan dalam bersosialisasi pada anak-anak banyak dipengaruhi oleh lingkungan teman sebayanya dan juga karena dipengaruhi kemajuan teknologi. Dua hal utama mengapa anak memilih waktu bermain adalah untuk bermain sendirian atau dengan temannya, dan menonton televisi. Kedua kegiatan tersebut menyita waktu senggang mereka sebanyak 50%-70%. Anak-anak usia 6-8 tahun lebih banyak waktu bermainnya, anak umur 9 tahun baik waktu bermain maupun menonton televisi seimbang, rata-rata 2,5- 4 jam setiap harinya (W.A. Collins, 1984).
Kemampuan kognitif berkaitan dengan kemampuan menguasai suatu ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada dasarnya kemampuan kognitif diperoleh karena adanya proses belajar. Faktor yang menonjol dalam membentuk kemampuan kognitif adalah faktor pembentukan lingkungan alamiah dan lingkungan yang dibuat. Tingkat kemampuan kognitif masing-masing anak akan tergambar dari hasil belajar yang diukur melalui tes hasil belajar. Tes hasil belajar dapat menghasilkan nilai kemampuan kognitif yang bervariasi. Faktor intelektualitas mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangan kognitif anak. Semakin tinggi nilai kecerdasan anak maka semakin tinggi pula kemampuan kognitifnya.

Beberapa hasil penelitian yang berkenaan dengan perbedaan individu, yaitu:
1. Tes IQ
IQ tes dipergunakan untuk mengukur kecakapan anak didik dilakukan secara individual maupun kelompok, untuk mengetahui seberapa jauh anak mengetahui berbagai mata pelajaran yang diteskan pada mereka. Salah satu masalah penting berkaitan dengan tes intelegensi ialah bahwa walaupun tes tersebut sebagai alat untuk lebih mengukur sikap anak dari pada sesuatu yang telah mereka pelajari di sekolah, skornya merupakan hasil yang lebih dekat pada hasil pendidikan anak dari pada bertambahnya usia (Cahan dan Cohen, 1989).
Oleh karena itu mustahil dapat memisahkan intelegensi dengan prestasi pendidikan. Sekolah memang mempunyai dampak yang besar terhadap kemampuan verbal anak, akan tetapi juga berpengaruh pada performasi pada angka dan tugas-tugas lain.

Kegagalan tes IQ menjadi lebih serius terutama apabila tes tersebut dipergunakan untuk mengklasifikasi anak secara salah dan membatasi harapan dan kesempatan berdasarkan hasil skor tes (sternberg, 1987), hal ini menjadi lebih penting lagi apabila kita memperhitungkan pengaruh ras dan perbedaan budaya dalam hasil tes.
Fungsi dari tes intelegensi bukan hanya untuk mengukur intelegensi saja akan tetapi juga untuk mencari cara bagaimana meningkatkan dan memperbaiki intelegensi itu. Apabila hal itu dilakukan terhadap seluruh kelas atau sekolah, dengan sendirinya sekolah atau kelas tersebut perlu mendapat perbaikan.

2. Pendidikan Khusus untuk Anak Cacat
Untuk menyikapi perbedaan yang dimiliki anak-anak yang mengalami gangguan, guru-guru harus dipersiapkan dengan kemampuan untuk menangani gangguan tesebut. Biasanya anak-anak yang mengalami gangguan perkembangan di sekolahkan pada sekolah khusus yang disebut Sekolah Luar Biasa.

3. Sikap Orang Tua dalam Membentuk Perbedaan Individu
Tindakan orang tua agar anaknya berhasil dalam mengikuti pendidikan di sekolah antara lain :
a. Mereka membaca, berbicara dan mendengarkan pada anaknya, bermain bersama, mendiskusikan berita, program televisi dan kejadian-kejadian hangat (up to date)
b. Mereka menyediakan tempat belajar dan menyimpan buku-buku secara teratur.
c. Mereka mempersiapkan makanan, tempat tidur, dan tempat belajar
d. Mereka selalu mengawasi waktu anak-anak menonton TV, program yang dilihat, dan kegiatan anak setelah kembali dari sekolah
e. Mereka menaruh perhatian tentang kehidupan anaknya disekolah.

4. Profil Guru dalam Menyikapi Perbedaan

Salah satu keberhasilan guru adalah apabila ia memiliki pengaruh yang besar terhadap siswanya yang mendapat inspirasi mencintai ilmu pengetahuan, rajin bekerja dan belajar. Banyak pada awal pelajaran orang tua mengeluh anaknya tidak memiliki potensi untuk belajar rajin, tetapi setelah guru membina dan mendidik, anak didiknya menunjukkan peningkatan potensi yang tajam hingga melampaui siswa-siswa yang lain. Hal ini dapat terjadi karena setiap guru pun memiliki karakter dan kemampuan yang berlainan.

IMPLEMENTASI DALAM PEMBELAJARAN DI SD
Sebagai individu yang sedang berkembang, maka anak tingkat Sekolah Dasar akan memperlihatkan perbedaan secara personalnya. Baik perkembangan intelektual, moral maupun kemampuannya. Kondisi demikian dapat memberikan perhatian seorang guru terhadap kegiatan pemebelajaran yang sedang berlangsung. Anak-anak SD memerlukan perhatian khusus, sehingga potensi mereka yang bervariasi bisa muncul.
Untuk memenuhi kebutuhan anak dalam perbedaan tersebut, sekolah dapat menyediakan kegiatan ekstrakurikuler seperti les mata pelajaran, kegiatan seni, pramuka dan lain sebagainya disesuaikan oleh tiap sekolahnya. Hal tersebut harus sesuai dengan karakteristik si anak. Maka diperlukan suatu cara pembelajaran yang “hidup”, dalam arti yang memberikan banyak kesempatan kepada anak untuk memfungsikan unsur-unsur kemampuan yang dimilikinya. Dengan kata lain, diperlukan suatu pembelajaran yang bersifat langsung. Dengan cara ini, maka perbedaan yang dimiliki anak akan muncul.

KESIMPULAN

Perbedaan individual seorang anak akan terjadi pada setiap aspek perkembangan anak itu. Aspek perkembangan tersebut diantaranya adalah aspek perkembangan fisik, moral, maupun kemampuan.
Perbedaan pada aspek perkembangan fisik jelas terlihat dari perbedaan bentuk, berat, dan tinggi badan. Selain itu, perbedaan fisik juga dapat diidentifikasi dari segi kesehatan anak. Sedangkan perbedaan pada aspek perkembangan intelektual dapat dilihat sejalan dengan tahapan usia. Namun karena berbagai faktor, kemampuan diantara anak-anak tersebut bisa berbeda.
Perbedaan kemampuan seorang anak bisa mencakup perbedaan dalam berkomunikasi, bersosialisasi atau perbedaan kemampuan kognitif, faktor yang menonjol dalam membentuk kemampuan kognitif adalah faktor pembentukan lingkungan alamiah dan yang dibuat.

REFERENSI/DAFTAR PUSTAKA
Ali Nugraha dan Yeni Rachmawati. (2004). Metode Pengembangan Sosial Emosional. Jakarta: Universitas Terbuka
Hildayani, Rini. (2005). Psikologi Perkembangan Anak. Jakarta: Universitas Terbuka.
Syah, Muhibbin. (1997). Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: Rosda Karya.

Pengunjung