Perempuan Dalam Teater Ilham Khoiri | Artikel 20 Agustus 2001. 09 : 32 : 19 | ..!!

20 Agustus 2001. 09 : 32 : 19

Wanita Dalam Teater
Ilham Khoiri

Strategi kegiatan wanita di Indonesia makin meluaskan sayap jikalau pada awal mulanya lebih berkutat terhadap advokasi melalui dinas swadaya warga, sekarang ini sebahagian gerakan makin memperbesar jangkauan “kampanye” melalui seni teater. Tetapi, sejauh mana efektifitasnya?

Pertunjukan teater dgn lakon nyai Ontosaroh cobalah merambah wilayah ini. Pentas yg dijadwalkan 12-14 Agustus di Graha Bakti Budaya Taman Ismail Marzuki, Jakarta itu diproduksi Institut Ungu, Jaringan Nasional Wanita wanita Mahardhika & Perguruan Rkyat Merdeka.

Mengapa pertunjukan itu mencerminkan perluasan wilayah aktivitas wanita? Pertama-tama itu tentang pilihan tema. Naskah Nyai Ontosaroh, yg ditulis Faiza Mardzoeki, yakni adaptasi dari novel Bumi Manusia karya Paramoedya Ananta Toer (terbit th 1980). Salah satu strategi pulau Buru itu menggambarkan perjuangan tokoh wanita, Nyai Ontosaroh yg melawa ketidakadilan. Ontosaroh yakni Sanikem, gadis elegan asal Tulangan Sidoarjo. Diwaktu berumur 14 thn dirinya dipasarkan oleh ayahnya sendiri terhadap entrepreneur Belanda di Surabaya, Herman Mellema. Sanikem pula dijadikan gundik. Penderitaan justru menciptakan Sanikem bangkit, lantas mencari ilmu tataniaga, bahasa Belanda & hukum. Permpuan desa itu serta beralih jadi satu orang nyai trendi yg prawai menajalankan perusahaan & dikenal yang merupakan Nyai Ontosaroh. Minke, seseorang peserta didik HBS, tertarik bersama kepintaran Ontosaroh, seterusnya menjalin asmara bersama putrinya yg kece namun rapuh, Annelies. Sayang, sesudah Herman Mellema Wafat, pengadilan Kolonoial memutuskan gadis itu mesti dipulangkan ke Belanda walaupun kalah & diskriminasi, Ontosaroh gigih melawan.

Aktual walau ditulis dgn latar belakang era kolonial di Surabaya thn 1898, semangat Ontosaroh masihlah relevan buat era waktu ini. Karya ini memberikan menginspirasi, bagaimanakah wanita tak menyerah terhadap nasib atau situasi yg diskriminatif melainkan berjuang mengembangkan sumber daya & aspirasinya sendiri. “Sampai sekarang ini, kaum wanita di Indonesia tetap menghadapi beragam persoalan, seperti trafificking/penjualan anak wanita, kekerasan dalam rumah tangga, & diskriminasi. Kisah itu masihlah aktual sebab menularkan spirit utk melawan ketidakadilan”, kata Fauzia Mardzoeki yg pun jadi koordinator acara Institut Ungu itu. Pementasan Ontosaroh dikerjakan dnegan kolaborasi antara jumlahnya gerakan wanita, seniman teater, pematung, seleb, perancang busana, & sebanyak orang yg perhatian kepada aktivitas wanita. Selebriti Happy Salma, contohnya memerankan tokoh Ontosaroh. Temmy Mellianto memainkan Minke, Madina Womor yang merupakan Annelies, & aktor teater Budi Katjil jadi Darsam. Pendekatan penjaga keluarga Ontosaroh. Penyutradaraan ditangani Wawan Sofwan, tata panggung oleh pematung wanita, Dolorosa Sinaga. Desainer Merbi Sihombing mngerjakan tata busana, sedangkan musisi Fahmi Alatas menata musik. Dgn komposisi yg melibatkan tidak sedikit orang dgn kesibukan bermacam-macam, kolaborasi itu pasti makan proses panjang bersama acara latihan yg susah “Mungkin dikarenakan cintalah, hasilnya kami seluruh ingin bersusah payah wujudkan pentas ini. Aku sendiri hingga menolak sekian banyak penawaran job demi berkonsentrasi latihan”. Kata Happy Salma pas latihan di Galery Nasional, Jakarta, Rabu (8/8) tengah malam.

Lanjutan konsep utk mementaskan novel wanita dalam wujud teater sempat dilakukan Paiza bersama mengadapatasi Novel Permpuan di Titik 0 karya Feminis Mesir. Nawal el Saadawi dalam pentas teater di TIM, Jakarta, thn 2002. Waktu itu, aktris Nurul Arifin & Ria Irawan ikut naik panggung. Kerja mirip sempat dilakoni sebanyak aktivis Wanita Tanah Air. Th 1990 contohnya, Makassar Arts Forum (MAF) mementaskan teater diwaktu kita kaku di Gedung Societe it de Harmoni, Ujung Pandang. Karya Arman Dewanti ini mengungkap Dominasi lelaki & kekerasan yg dialami kaum udara.

Pengunjung