Fenomena Hijab di Lingkungan Pesantren | Pendahuluan, Pengertian Hijab Syar'i dan Syaratnya

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Allah SWT  memerintahkan kaum wanita untuk menggunakan hijab sebagaimanan firman Allah dalam Al-Qur’an “dan katakanlah kepada wanita beriman: hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang biasa nampak daripadanya.” (QS An-nur: 31). Beranjak dari firman Allah tersebut sudah jelas bahwa perintah berhijab bagi kaum wanita itu wajib hukumnya, akan tetapi karena di Indonesia terdapat berbagai organisasi Islam membuat cara pandang berhijab itu berbeda-beda. Misalnya perbedaan pendapat bahwa berhijab itu harus menutupi aurat dan tidak membentuk lekuk tubuh sehingga gamis yang digunakan harus longgar dan kerudungnya panjang. Ada juga yang berpendapat bahwa busana yang digunakan tidak harus gamis akan tetapi longgar dan kerudungnya menutup dada. Lebih dari itu ada yang berpendapat bahwa wanita harus menggunakan baju kurung dan menggunakan cadar bahkan sampai menutupi seluruh wajah. Sedikit bertolak belakang dari pendapat-pendapat sebelumnya bahkan ada kalangan wanita yang berbusana cukup untuk menutupi aurat namun menampakkan lekuk tubuhnya serta berkerudung hanya menutupi rambut saja.
Beranjak dari firman Allah SWT dan fenomena yang telah dikemukakan di atas, maka kami selaku penulis  melakukan penelitian kepada beberapa organisasi Islam yang populer di Indonesia yaitu Nahdatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Persatuan Islam (Persis) dan Salafi untuk mengetahui gaya berhijab sekaligus penyebab perbedaan cara pandang mereka mengenai penafsiran firman Allah SWT mengenai berhijab.

B.    Rumusan Masalah
1.    Apa itu hijab syar’i?
2.    Apa saja syarat berhijab syar’i?
3.    Apa saja manfaat dari berhijab?
4.    Bagaimana cara pandang dan gaya dari setiap  organisasi Islam terutama NU, Muhammadiyah, Persis, dan Salafi terhadap hijab?

C.    Tujuan
Pada dasarnya tujuan penulisan makalah ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu tujuan umum dan khusus. Tujuan umum dalam penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Seminar Pendidikan Agama Islam.
Adapun tujuan khusus dari penyusunan makalah ini adalah :
1.    Untuk menjelaskan pengertian mengenai hijab syar’i.
2.    Untuk mengetahui syarat berhijab syar’i.
3.    Untuk mengetahui manfaat berhijab syar’i.
4.    Untuk mengetahui cara pandang dan gaya dari setiap organisasi Islam terutama NU, Muhammadiyah, Persis, dan Salafi terhadap hijab.

D.    Manfaat
1.    Bagi kepentingan penulis sendiri untuk memberikan tambahan pengetahuan dan wawasan mengenai perbedaan cara pandang dan gaya berhijab pada organisasi Islam NU, Muhammadiyah, Persis, dan Salafi.
2.    Dapat memberikan sumbangan bagi pengembangan ilmu pengetahuan agama mengenai hijab syar’i.
3.    Sebagai bahan informasi dan bahan kajian dasar bagi para mahasiswa di dalam mengadakan penelitian lebih lanjut.

E.    Metode
Metode penelitian yang digunakan untuk menyusun laporan Seminar Pendidikan Agama Islam ini adalah metode kualitatif karena penelitian ini beranjak dari fenomena yang ada di lingkungan masyarakat dan menurut tingkat eksplanasi kami menggunakan metode komparatif. Instrumen yang digunakan untuk mendapatkan data penelitian adalah berupa angket yang disebar ke setiap organisasi Islam NU, Muhammadiyah, Persis, dan Salafi, masing-masing 25 angket.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Hijab Syar’i

 Hijab berasal dari bahasa Arab berarti penghalang. Pada beberapa negara berbahasa Arab serta negara-negara Arab, kata hijab lebih sering merujuk kepada kerudung yang digunakan oleh wanita muslim. Namun dalam keilmuan Islam, hijab lebih tepat merujuk kepada tata cara berpakaian yang pantas sesaui dengan tuntunan agama.
Dalam Al-Qur’an surat Al-Ahzab ayat 59 dan surat An-Nur ayat 31 disebutkan kewajiban wanita muslim mengenakan hijab :
“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin : “hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih dikenal, karena itu mereka tidak diganngu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. Al-Ahzab : 59)
Dalam QS. Al-Ahzab ayat 59 dijelaskan bahwa Allah SWT menyebutkan kepada kita agar mengulurkan jilbabnya hingga ke seluruh tubuh. Hijab disini maksudnya semacam baju kurung yang tidak ketat dan tidak memperlihatkan lekuk tubuh seorang wanita. Di dalam surat ini pula dijelaskan apa maksud dari Allah SWT menyuruh kita untuk menutup aurat. Tujuannya supaya para muslimah lebih dikenal sebagai seorang muslim dan tidak diganggu. Sedangkan dalam QS. An-Nur ayat 31 lebih menjelaskan dan melengkapi penjelasan di surat Al-Ahzab ayat 59.
Kemudian dalam surat An-Nur ayat 31 : “...dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya...” (QS. An-Nur : 31)
Menurut Muhammad Nashiruddin Al Albany kriteria jilbab yang benar hendaklah menutup seluruh badan, kecuali wajah dan kedua telapak, jilbab bukan merupakan perhiasan, tidak tipis, badan tidak tembus pandang, tidak ketat sehingga menampakkan bentuk tubuh, tidak disemprot parfum, tidak menyerupai pakaian kaum pria atau pakaian wanita-wanita kafir dan bukan merupakan pakaian untuk mencari popularitas diri.

B.    Syarat Hijab Syar’i
Adapun syarat-syarat hijab secara syar’i adalah sebagai berikut:
1.    Tidak ketat, tidak tansparan dan tidak membentuk punuk unta

حدثني زهير بن حرب. حدثنا جرير عن سهيل، عن أبيه، عن أبي هريرة. قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا
“Dua kelompok termasuk ahli neraka, aku belum pernah melihatnya, suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi, mereka memukul manusia dengan cambuknya dan wanita yang kasiyat (berpakaian tapi telanjang, baik karena tipis atau pendek yang tidak menutup auratnya), mailat mumilat (bergaya ketika berjalan, ingin diperhatikan orang), kepala mereka seperti punuk unta (membentuk sanggul). Mereka tidak masuk surga dan tidak mendapatkan baunya, padahal baunya didapati dengan perjalanan demikian dan demikian.” (HR. Muslim 3971, Ahmad 8311 dan Imam Malik 1421)

 2.    Menutup seluruh tubuh / badan

يُدنِينَ عَلَيهِنَّ مِن جَلَٰبِيبِهِنَّ
"Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". (QS al-Ahzab: 59)

Jilbab dalam definisi syar’i adalah pakaian tidak transparan yang menutupi seluruh anggota badan. Sedangkan yang di maksud dengan idnaa yang tercantum di dalam ayat adalah lebar dan terurai, sehingga makna yang benar tentang hijab syar'i adalah yang menutupi seluruh anggota tubuh. Hendaknya tebal tidak tipis sehingga bisa menggambarkan kulitnya, karena tujuan di kenakannya hijab adalah untuk menutupi tubuh.
وَلَا يُبدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنهَا
"Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya". (QS an-Nuur: 31)
Makna khimar (kerudung) adalah penutup kepala dan dada. Demikian diterangkan oleh para ulama, seperti tersebut dalam An-Nihayah karya Imam Ibnul Atsir, Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim karya Al Hafizh Ibnu Katsir, Tafsir Fathu Al Qadir karya Asy Syaukani, & lainnya. (Lihat Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah, hal. 72-73)

3.    Tidak bertasabuh/ mengikuti suatu kaum
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka”  (HR Abu Dawud No. 4031, Ahmad 2/50 & 2/92[3], Ath-Thabaraaniy dalam Musnad asy-Syaamiyyiin No. 216, ‘Abdun bin Humaid dalam Al-Muntakhab No. 846, Ibnu Abi Syaibah 5/313 & 12/531, Abu Ya’laa Al-Maushiliy sebagaimana dibawakan Al-Bushairiy dalam Ittihaaful-Khairahno. 5437 & 6205).

4.    Tidak menyerupai lawan jenis
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ لَعَنَ الْمُتَشَبِّهَاتِ مِنْ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ وَالْمُتَشَبِّهِينَ مِنْ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ
“Dari Ibnu Abbas dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, Bahwasanya beliau melakanat para wanita yang menyurupai laki-laki, dan melaknat laki-laki yang menyerupai wanita” (HR Bukhori, Abu Daud 3574, 3575 dan ibnu Majah)

5.    Tidak tabarruj
Berasal dari kata baraja yang berarti nampak dan meninggi, "jelas dan terbuka". menurut istilah berarti menampakkan sesuatu yang semestinya tidak ditampakkan. Maksud "sesuatu" disini dalam arti sikap atau tingkah laku , Menurut Imam Ibnu Mandzur, dalam Lisaan al-'Arab menyatakan: "al-tabarruj: idzhaar al-mar'ah ziinatahaa wa mahaasinahaa li al-rijaal". Tabarruj adalah seorang perempuan yang "menampakkan perhiasan dan anggota tubuh untuk menarik perhatian laki-laki non muhrim."
a.    Jenis Tabarruj
1)      Tabarruj Khilqiyyah, yaitu tabarruj fisik yang sifatnya melekat pada diri seseorang, yakni menampakkan perhiasan fisik pada bagian-bagian tertentu yang tidak boleh ditampakkan seperti memperlihatkan rambut, kulit, kaki, dll.
2)      Tabarruj Muktasabah, yaitu tabarruj yang diupayakan (rekayasa) yakni menampakkan perhiasan yang dibuat atau diciptakan/direkayasa manusia dalam rangka menghias dirinya seperti mode pakaian, perhiasan (cincin, anting, kalung, gelang), ber-make-up dll.
b.    Hukum tabarruj
Dalil-dalil yang berkaitan dengan tabarruj didapatkan dalam Al-Qur'an pada dua ayat, keduanya menerangkan tentang larangan tabarruj, yaitu:
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلاَتَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ اْلأُوْلَى
"Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu..." (QS al-Ahzab:33)

عَنْ عَائِشَةَ ر.ع أَنَّ أَسْمَاءَ بِنْتَ اَبِيْ بَكْرٍ دَخَلَتْ عَلَي رَسُوْلِ اللهِ ص وَعَليْهَا ثِيِابٌ رِقَاٌقٌ فَاَعْرَضَ عَنْهَا رَسُوْلُ اللهِ ص وَقَالَ: يَا اَسْمَاْءَ اِنَّ الْمَرْأَةَ اِذَا بَلَغَتِ الْمَحِيْضَ لَمْ تَصْتُحْ أَنْ يُرَي اِلاَّ هَذَا وَ هذَا وَاَشَارَ اِلَي وَجْهِهِ وَكَفَّيْهِ
"Dari 'Aisyah r.a: Sesungguhnya Asma binti Abu Bakar masuk ke rumah Rosulullah dengan memakai pakaian tipis. Lalu Rasulullah berpaling darinya dan bersabda: Hai Asma! sesungguhnya saeorang wanita yang sudah baligh tidak boleh terlihat auratnya kecuali ini dan ini dan Nabi SAW berisyarat menunjuk ke wajah dan telapak tangannya." (HR Abu Dawud Hadist No – 3580 Lihat Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah, hal. 76,77, Syaikh Al Albani menyatakan bahwa hadits ini dikuatkan dengan beberapa penguat (Lihat Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah, hal. 58)

وَقَالَ الْأَعْمَشِ عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْها قَالَ: وَجْهُهَا وَكَفَّيْهَا وَالْخَاتَمُ. وَرُوِيَ عَنِ ابْنِ عُمَرَ وَعَطَاءٍ وَعِكْرِمَةَ وَسَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ وَأَبِي الشَّعْثَاءِ وَالضَّحَّاكِ وَإِبْرَاهِيمَ النَّخَعِيِّ وَغَيْرِهِمْ نَحْوُ ذَلِكَ *تفسير ابن كثير
“Al-’Amash meriwayatkan dari Said bin Jubair dari Ibni Abbas: dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali apa-apa yang nampak darinya, Ibnu Abas menegaskan: wajah dan telapak tangan dan cincinnya...” (Tafsir Ibnu Katsir)

6.    Tidak memakai wewangian
أَيُّمَا امْرَأَةٍ اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ عَلَى قَوْمٍ لِيَجِدُوا مِنْ رِيحِهَا فَهِيَ زَانِيَةٌ
"Siapapun wanita yang memakai wewangian kemudian melewati suatu kaum agar mereka mencium baunya, berarti ia telah berzina." (HR.Nasaai, kitab Az-zinah bab: maa yukrahu linnisaa min at-thiib, Abu Dawud kitab:At-Tarajjul, bab :ma jaa fil mar’ah tatathyyabu lilkhuruj, Tirmidzi kitab: Al-Adab an rasulillah Shallallahu alaihi wasallam bab: ma jaa fii karahiyati khuruujil mar’ah muta’aththirah, Al-Hakim (2/396), Ahmad (4/400), dari hadits Abu Musa Al-Asy’ari radhiallahu anhu. Dihasankan Al-Albani dalam jilbab al-mar’atil muslimah (137))
Imam Muslim juga meriwayatkan sebuah hadits dari Abu Hurairah r.a., bahwasanya Nabi saw bersabda:
أَيُّمَا امْرَأَةٍ أَصَابَتْ بَخُورًا فَلَا تَشْهَدْ مَعَنَا الْعِشَاءَ الْآخِرَةَ
"Siapa saja wanita yang mengenakan bakhur (wewangian), janganlah dia menghadiri shalat 'Isya yang terakhir bersama kami." (HR.Muslim kitab Ash-shalaah, bab: khuruuj an-nisaa ilal masajid idza lam yatarattab alaihi fitnah . Abu Dawud kitab: At-Tarajjul bab: ma jaa fil mar’ah tatathayyabu lil khuruj, Al-Baihaqi (3/133), Al-Baghawi dalam syarhus sunnah (816), Abu Awanah dalam musnadnya (2/17), Abu Ya’la (545), dari hadits Abu Hurairah radhiallahu anhu, lihat Silsilah Ash-Shahihah Syaikh Al-Albani (3605))
Riwayat Ibnu Majah bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:

أَيُّمَا امْرَأَةٍ تَطْيِبْتُ ثُمَّ خَرَجَتْ إِلَى الْمَسْجِدِ، لَمْ تُقْبَلُ لَهَا صَلاَةً حَتَّى تَغْتَسِل
“Siapa saja wanita yang menggunakan wangi-wangian, lalu dia keluar menuju masjid, tidak diterima shalatnya hingga dia mandi.” (HR.Ibnu Majah kitabul fitan bab: fitnatun nisaa, Abu Dawud kitab At-tarajjul bab: ma jaa fil mar’ah tatathayyabu lil khuruj, Al-Baihaqi dalam sunan Al-Kubra (3/133), dari hadits Abu Hurairah radhiallahu anhu. Lihat Silsilah Ash-shahihah (1031))

7.    Tidak berpakaian secara ISROF (berlebih-lebihan)
يَابَنِي ءَادَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِندَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلاَتُسْرِفُوا اِنَّهُ لاَ يُحِبٌّ الْمُسْرِفِيْنَ
"Hai anak Adam! Pakailah pakaianmu yang indah di setiap kali shalat, makan dan minumlah dan jangan berlebih-lebihan, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan." (QS al-A'raf: 31)

يَا بَنِي آدَمَ قَدْ أَنزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاساً يُوَارِي سَوْءَاتِكُمْ وَرِيشاً وَلِبَاسُ التَّقْوَىَ ذَلِكَ خَيْرٌ ذَلِكَ مِنْ آيَاتِ اللّهِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُونَ
"Wahai anak cucu Adam! Sesungguhnya Kami telah Menyediakan pakaian untuk menutupi auratmu dan untuk perhiasan bagimu. Tetapi pakaian takwa, itulah yang lebih baik. Demikianlah sebagian tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka ingat." (Qs Al A’raf: 26)

8.    Tidak menyambung rambutnya dan mentato
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَعَنَ اللَّهُ الْوَاصِلَةَ وَالْمُسْتَوْصِلَةَ وَالْوَاشِمَةَ وَالْمُسْتَوْشِمَةَ

“Dari Abu Hurairah dari Nabi beliau bersabda: Allah melaknat orang yang menyambung rambutnya dan yang minta disambung rambutnya dan melaknat orang yang mentato dan yang minta ditato”. (HR. Bukhori:5477,Tirmidzi :1681)

Baca Pembahasan Makalah Terkait :
Fenomena Hijab di Lingkungan Pesantren | Manfaat Hijab Syar'i dan Kesimpulannya

Pengunjung