Filsafat Sejarah Pemikiran Karl Marx (2) | Materialisme Historis

Materialisme Historis. Manifesto berisi sebuah filsafat sejarah, yang kemudian dikenal sebagai Materialisme Historis. Materialisme Historis adalah tafsiran sejarah dari sudut pendekatan ekonomi. Filsafat Materialisme Karl Marx memperlihatkan adanya keterkaitan dengan materialisme lama, namun materialisme Karl Marx mengarah kepada keterlibatan manusia sebagai subjek kesadaran (Ramly, 2000:177).Terdapat sebuah pola atau bentuk dari sejarah manusia, dan sejarah adalah keterarahan menuju sebuah titik akhir. Akhir atau tujuan bukanlah sebuah kesadaran dari sebuah proses tetapi suatu wajah yang pasti dari organisasi ekonomi: Komunisme. Sebelum masyarakat siap dengan komunisme, masyarakat harus melewati struktur perkembangan sosial dan ekonomi.
Berdasarkan konsep materialisme historis, Marx pun berpandangan bahwa realitas material menentukan kesadaran. Pandangan ini dijelaskan dalam struktur bangunan masyarakat dengan bangunan bawah dan bangunan atas. Bangunan bawah adalah kegiatan ekonomi masyarakat. Sedangkan, bangunan atas atau superstruktur adalah hasil dari pikiran dan kesadaran, seperti ideologi, ilmu, filsafat, hukum, politik, seni, dan budaya. Bangunan bawah adalah materi yang menentukan bangunan atas karena menjadi pondasi awal. Jika terjadi perubahan mendasar pada kegiatan ekonomi, bangunan atas akan mengikuti dengan sendirinya. Karena itu, dengan perubahan sosial penghapusan kelas, secara otomatis, masyarakat yang adil tercapai. Lewat revolusi perjuangan kelas, perubahan sosial terjadi, terjadi pula perubahan di bangunan atas.
Marx mengemukakan bahwa yang menentukan perkembangan masyarakat bukanlah kesadaran masyarakat, bukanlah apa yang dipikirkan masyarakat tentang dirinya tetapi keadaan yang ada, proses hidup yang nyata. Cara manusia menghasilkan apa yang dibutuhkan untuk hidup itulah yang disebut keadaan masyarakat. Dengan demikian, keadaan masyarakat selain mempengaruhi perkembangan masyarakat juga mempengaruhi kesadaran masyarakat itu sendiri. 

Pada tahun 1848 adalah tahun pergerakan revolusi. Saat itu, para buruh bangkit dalam pemberontakan dan perlawanan di daerah-daerah industri besar di Eropa Utara. Ketidakpuasan para pekerja sampai pada puncaknya dan sesuatu yang dramatis diharapkan untuk membangun pergerakan aktivitas revolusioner. “Suatu warna sedang membayangi Eropa”, tulis Marx, “dan warna itu adalah Komunisme”. Komunisme adalah sebuah kekuatan, gagas Marx, dan tiba saatnya kekuatan itu bersuara logis, hal ini jugalah yang menjadi bagian dari cita-cita Marx ketika menulis Manifesto. Ada pengaruh Hegel disini, dan secara jelas, materialisme historis Marx adalah karya kesadaran diri dalam fase Historis. Lebih dari yang absolut merealisasikan dirinya dalam sejarah, Marx berharap bahwa kelas pekerja akan merealisasikan kekuatannya dan menggunakannya (Garvey, 2010: 205).
Konsep kelas Marx mengidentifikasikan tiga kelas utama dalam masyarakat kapitalis, yaitu buruh upahan, kapitalis, dan pemilik tanah. Kelas tersebut dibedakan berdasarkan pendapatan pokok yakni upah, keuntungan, sewa tanah untuk masing-masinnya. Selanjutnya Marx juga melakukan pembedaan antara dimensi obyektif dan subyektif antara kepentingan kelas. Kesadaran kelas merupakan satu kesadaran subyektif akan kepentingan kelas obyektif yang mereka miliki bersama orang-orang lain dalam posisi yang serupa dalam sistem produksi (Garvey, 2010: 206)
Karl Marx meneruskan teori progres sejarah dengan aksentuasi konflik. Pemikirannya tentang hal ini tertuang dalam karya-karyanya yang diterbitkan bersama sahabatnya, Friedrich Engels, antara lain: Manifesto Komunis (1848) dan Das Kapital yang diterbitkan beberapa waktu setelah kematiannya. Pada intinya, ia menyatakan bahwa faktor dasar perubahan dan faktor utama yang menggerakkan aktivitas manusia adalah kebutuhan materiil hidupnya yang mesti dipenuhi (Hitami, 2009:11).
Marx berargumen bahwa manusia dalam sejarahnya secara sederhana mencari makan untuk memenuhi kebutuhan material mereka. Mereka makan semua binatang dan tumbuhan yang mereka temukan di sekitar mereka, mereka menggunakan bulu binatang dari hewan-hewan yang mereka makan untuk pakaian, mereke berlindung di gua-gua alami. Menurut Marx sejarah manusia dimulai ketika manusia-manusia secara aktual memproduksi sesuatu untuk memenuhi kebutuhan mereka, secara sederhana lebih daripada mengambil apa yang diberikan alam kepada mereka. Secara khusus, manusia mulai mengolah tanah untuk menanam dan membangun kandang untuk binatang-binatang yang kemudian akan dimakan dan kulitnya dijadikan pakaian. Manusia mulai mencari batu dan memotong pohon untuk membangun pondok dan secara bertahap menjadi perkampungan (Garvey, 2010: 206)
Sejalan dengan Garvey, Hitami (2009: 11) pun menyatakan bahwa, Manusia hidup dalam kesejahteraan jika kebutuhan ekonomisnya terpenuhi secara adil dalam kehidupan bersama. Keadaan ini terwujud pada tahap perkembangan awal masyarakat manusia yang biasa disebut komunisme primitif. Pada tahap berikutnya, terjadi perubahan struktur sosial dari masyarakat perburuhan/peternakan ke penggarap tanah untuk pertanian. Oleh karena lahan dan harta mulai dimiliki orang-orang tertentu maka pemilik tanah ini menjadi tuan sementara yang lain menjadi budak. Selanjutnya budak-budak ini terbebaskan dan menjadi pemilik tanah sekaligus sebagai pekerja taninya karena mereka dapat diperjualbelikan bersama dengan lahan yang mereka miliki. Status mereka dsedikit lebih tinggi dari budak, namun lebih rendah dari petani.

Pada tahap berikutnya muncul feodalisme yang ditandai oleh model produksi yang didasarkan pada agrikultur dan pemilik tanah. Para tuan tanah merupakan penguasa yang menikmati kekuatan politik terhadap massa petani dan pekerja. Selanjutnya, muncul kelompok borjuasi, yakni kelas menengah yang menjadi perantara antara petani dengan tuan tanah, aristokrat dengan pekerja, dan pengecer dengan saudagar. Tahap puncak ditandai dengan dominasi kelompok borjuasi dan industri. Modal terakumulasi dengan tak terbatas dan produksi terkonsentrasi pada industri berskala besar. Pada saat itu, pemilik modal menjadi sedikit namun dengan jumlah modal yang sangat besar, sementara masyarakat proletariat industri semakin banyak dan semakin tertekan, pada waktu yang sama semakin kuat. Dalam keadaan seperti itu timbul konflik berupa konfrontasi antara proletariat dengan kelas borjuasi yang akhirnya dimenangkan oleh pihak proletar, dan masyarakat tanpa kelaspun segera terbentuk. Jadi kunci penjelasan Marx tentang perubahan adalah konflik antara kelas proletariat dengan kelas borjuasi yang semata-mata didasarkan pada motivasi ekonomi (Hitami, 2009:12).
Karl Marx adalah seorang filsuf humanis. Dalam pemikirannya, penekanan ada pada usaha mencapai emansipasi dengan penghapusan sistem kelas dan alienasi dalam masyarakat. Perubahan sosial yang ingin dicapai Marx adalah penghapusan sistem hak milik. Lewat penghapusan hak milik, masyarakat yang ada adalah masyarakat tanpa kelas (klassenlose Gesellschaft). Masyarakat yang demikian inilah masyarakat yang adil dan menjadi ruang manusia mencapai kebebasan sepenuhnya sebagai pribadi (Garvey, 2010: 204)
Hampir semua unsur filsafat dalam Marxisme dipinjam dari Hegel. Sampai saat ini pun kalangan marxis masih menggunakan terminologi Hegel. Ada baiknya kalau disini disebutkan satu persatu ide Hegelianisme yang juga menjadi isi penting Marxisme.

•    Pertama, realitas bukanlah suatu keadaan tertentu, melainkan sebuah proses sejarah yang terus berlangsung.
•    Kedua, karena realitas merupakan sebuah proses sejarah yang terus berlangsung, kunci untuk memahami realitas adalah memahami hakikat perubahan sejarah.
•    Ketiga, perubahan sejarah tidak bersifat acak, melainkan mengikuti suatu hukum yang dapat ditemukan.
•    Keempat, hukum perubahan itu adalah dialektika, yakni pola gerakan triadik yang terus berulang antara tesis, antitesis, dan sintesis.
•    Kelima, yang membuat hukum ini terus bekerja adalah aliensi – yang menjamin bahwa urutan keadaan itu pada akhirnya akan dibawa menuju ke sebuah akhir akibat kontradiksi di dalam dirinya.
•    Keenam, proses itu berjalan di luar kendali manusia, bergerak karena hukum-hukum internalnya sendiri, sementara manusia hanya sekedar terbawa arus bersama dengannya.
•    Ketujuh, proses itu akan terus berlangsung sampai tercapai suatu situasi dimana semua kontradiksi internal sudah terselesaikan. Pada saat itu tidak ada lagi alieenasi, dan karenanya tdak ada lagi kekuatan yang bekerja untuk mendorong terjadinya perubahan.
•    Kedelapan, ketika situasi tanpa konflik ini tercapai, manusia tidak lagi terbawa arus oleh kekuatan-kekuatan yang bekerja di luar kendali mereka, melainkan untuk pertama kalinya manusia akan mampu menentukan jalan hidup mereka sendiri, dan mereka sendiri akan menjadi penentu perubahan.
•    Kesembilan, pada saat inilah untuk pertama kalinya manusia dimungkinkan untuk memperoleh kebebasannya dan pemenuhan diri.
•    Kesepuluh, bentuk masyarakat yang memungkinkan kebebasan dan pemenuhan diri itu bukanlah masyarakat yang terpecah-pecah atas individu-individu yang berdiri sendiri seperti dibayangkan oleh orang-orang liberal (Magee, 2008: 165)
Menurut Garvey (2010: 206) Yang membedakan pemikiran Hegel dengan Marx adalah Sejarah dalam pengertian Marx adalah perjuangan kelas-kelas untuk mewujudkan kebebasan, bukan perihal perwujudan diri Roh, bukan pula tesis–anti tesis Roh Subjektif, Roh Objektif melainkan menyangkut kontradiksi-kontradiksi hidup dalam masyarakat terutama dalam kegiatan ekonomi dan produksi. Jadi untuk memahami manusia dan perubahannya tidak perlu memperhatikan apa yang dipikirkan oleh manusia melainkan melihat segala hal yang berkaitan dengan produksi.
Teori Sejarah Marx tidak mencoba untuk menjelaskan sedikit mengenai sejarah manusia, tetapi menerangkan evolusi sebagai bagian dari teori sejarah, yang bernama sejarah sosial dan ekonomi. Pandangan Marx dimulai dengan klaim bahwa sebelum manusia secara kolektif melakukan atau mencapai sesuatu, seorang individu harus mampu berjumpa dengan kebutuhan materialnya yang fundamental. Sebelum semua itu, manusia perlu makan, mempunyai pakaian dan mempunyai tempat untuk berlindung. Masyarakat dan warga negara mengandalkan bagian “model produksi” untuk menjamin kebutuhan dasar hidup. Bagian pertama dari manifesto, Marx menjelaskan pandangan bahwa sejarah dari peradaban eropa dicirikan dengan kemajuan dari model produksi yang kuno ke model feodal, dan dari model yang feodal ke model produksi yang kapitalis.

Dalam pemikirannya, Marx membahas dan mengkritisi tiga bentuk dari sosialisme. Sosialis yang reaksioner berpikir bahwa kita dapat harus mengembalikan efek yang menyedihkan dari kapitalisme secara sederhana dengan kembali ke masa-masa feodal. Marx tidak ingin orang-orang mengalami hal yang menyedihkan dengan menganut kapitalisme; bagaimanapun, ia berpendapat bahwa kapitalisme adalah kelanjutan dari feodalisme. Marx mempertahankan komitmennya pada materialisme historis, karena itulah ia juga tetap berpikir dalam koridor tersebut. Untuk Marx, kapitalisme mengantarkan pada penderitaan, tetapi juga memunculkan makna penyelamatan ekonomi dan politik dari penderitaan.
Marx juga mengkritik para sosialis borjuis. Mereka adalah para sosialis yang dapat melihat keuntungan-keuntungan yang dibawa kapitalis pada masyarakat manusia tetapi berpikir bahwa efek negatif dapat diperbaiki dalam beberapa cara untuk membuat kapitalisme menjadi lebih sesuai. Sosialis borjuis percaya bahwa masyarakat kapitalis dapat menjadi kuat, stabil, dan harmonis dengan organisasi ekonomi jikalau keadaan dilemahkan lewat reformasi cara pikir yang melulu sosialis. Marx menolak versi sosialisme ini karena kapitalisme adalah sebuah kelas yang secara fundamental menguasai sistem ekonomi. Dimana ada kelas, disana ada konflik kepentingan, dan tidak dapat dihindari ada eksploitasi tidak dapat hanya dibiarkan saja karena, tentu saja, sebuah masyarakat dengan eksploitasi di dalamnya tidak dapat menjadi stabil dan harmonis.
Menurut Marx, yang salah secara mendasar dengan tiga macam sosialis adalah bahwa semua secara umum gagal dalam merasakan potensi dari pertumbuhan massa proletar yang revolusioner dalam masyarakat kapitalis. Jika masyarakat ada untuk memperbaiki, jika hidup dari kelas pekerja adalah untuk mendapatkan sesuatu yang lebih baik, transformasi masyarakat akan menjadi lebih radikal. Yang diperlukan adalah revolusi. Manifesto dapat dibaca sekurang-kurangnya sebagai sebuah pelajaran tentang sejarah proletariat, sebuah gagasan untuk membuat mereka melihat kekuatan mereka dan tujuan historis mereka. Tujuan akhirnya, selalu seperti yang dikatakan Marx, adalah mendekatkan kemanusiaan dengan suatu dunia yang lebih baik (Garvey, 2010: 208).
Marx juga melawan variasi dari sosialisme utopis. Beberapa sosialis memiliki maksud baik, gagas marx, tetapi solusi mereka untuk keadaan yang menyedihkan yang dialami para pekerja, menurut Marx, masih naif. Sosialisme utopis tentu saja mengakui penderitaan yang dimunculkan dari sebuah sistem kapitalis, tetapi cetak biru mereka untuk sebuah masyarakat yang lebih bahagia, menurut Marx, tidak cukup radikal, dan tidak mengakar dalam konsep manusia secara alami. Sosialis utopis seperti Robert Owen melakukan eksperimen kecil dalam hidup sosialis yang pikirnya secara sederhana dapat disebarkan dalam ekonomi industri. Menurut Marx, tidak ada pilihan selama arti produksi ada di tangan kapitalis.

Kesimpulan
Menurut Marx pemilikan atau kontrol atas alat produksi merupakan dasar utama bagi kelas-kelas sosial dalam semua tipe masyarakat, dari masyarakat yang primitif sampai pada kapitalisme modern. Selain itu, Marx berpendapat bahwa yang salah secara mendasar dengan tiga macam sosialis adalah bahwa semua secara umum gagal dalam merasakan potensi dari pertumbuhan massa proletar yang revolusioner dalam masyarakat kapitalis. 
Materialisme mengarah kepada anggapan bahwa kenyataan yang sesungguhnya yakni benda atau materi. Karena itu, persoalan roh atau jiwa dalam aliran ini dianggap bukan sebagai substansi yang berdiri sendiri, tetapi dirumuskan sebagai akibat dari proses materi. dengan kata lain, aspek rohani manusia dipandang sebagai produk sampingan dari jasmani. Yang membedakan menurut Marx, sesungguhnya yang menjadikan manusia sebagai homo humanus adalah kerja. Dengan bekerja manusia mencapai kenyataan sepenuh-penuhnya dan dalam aktivitas bekerja pula manusia menyatakan diri tidak seperti dalam kesadaran secara intelektual, melainkan secara berkarya, secara nyata sehingga ia memandang dirinya sendiri dalam dunia yang menciptakan sendiri.

DAFTAR PUSTAKA
  1. Garvey, James. 2010. Dua Puluh Karya Filsafat Terbesar. Yogyakarta: Kanisius
  2. Hamid, at Tijani Abdul Qodir. 2001. Pemikiran Politik dalam AlQuran, Kajian Polittik Islam. Jakarta: Gema Insani Prress
  3. Hitami, Munzir. 2009. Revolusi Sejarah Manusia, Peran Rasul Sebagai Agen Perubahan. Yogyakarta: LkiS
  4. Magee, Bryan. 2008. The Story of Philosophy. Yogyakarta: Kanisius
  5. Noordegraaf. 2004. Orientasai Diakronis Gereja: teologi dalam prespektif reformasi. Jakarta: Gunung Mulia
  6. Ramly, Andi Muawiyah. 2000. Peta Pemikiran Karl Marx (Materialisme Dialektis dan Matrialisme Historis). Yogyakarta : LkiS
  7. Suseno dan Magnis Franz. 2001. Pemikiran Karl Marx: dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisiionisme. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
  8. Zazuli, Mohammad. 2009. 60 Tokoh Dunia Sepanjang Masa. Yogyakarta: NARASI

Pengunjung