Makalah Metode Pengembangan | Orang Tua Sebagai Pendidik di Rumah | Motivasi & Tujuan Perilaku Anak yang Baik..!!

Pada postingan kali ini penulis akan membahas Makalah Metode Pengembangan yang didalamnya diulas mengenai 1) Orang Tua sebagai Pendidik di Rumah 2) Motivasi Perilaku Anak 3) Tujuan dari Prilaku Anak yang Baik, yang mudah-mudahan bermanfaat buat semuanya khususnya yang sudah silaturahmi dan mau membaca artikel tulisan yang ada di Adin blog's ini.
Anak adalah mutiara yang berharga manakala orang tua berhasil mendidik dan menanamkan nilai-nilai etika perilaku secara baik dan benar. Namun anak juga dapat menjadi sumber malapetaka apabila kurang atau bahkan mendapatkan sentuhan kasih sayang dan bimbingan moral dan spiritual.
Ketika seorang anak pada akhirnya menjadi liar, berani kepada orang tua, serta kurang mengindahkan norma susila, hal ini bukan semata kesalahan sang anak. Peran orang tua sangat besar dalam menentukan arah dan warna kepribadiannya. Untuk itu, di era yang serba carut marut ini, pendidikan moral atau akhlak keagamaan mutlak diperlukan. Pendidikan dasar tentang akhlak Al-karimah atau akhlak mulia ini harus dimulai semenjak ia masih kecil, dimana sang anak berada dalam kebiasaan “meniru”.
Orang tua harus benar-benar memahami segala karakteristik pada masa ini agar dapat memberikan pemeliharaan dan asuhan yang bersifat mendidik.
PEMBAHASAN
Keluarga merupakan bagian pendidikan luar sekolah sebagai wahana pendidikan agama, moral, disiplin dan Afeksi yang paling ampuh. Keluarga merupakan tempat pendidikan yang pertama dan utama bagi seseorang, dengan orang tua sebagai kuncinya. Dalam hal ini Al-quran secara tegas mengungkapkan tentang peranan orang tua untuk mendidik anak-anaknya, seperti yang dinyatakan dalam surat At-tahrim ayat 6 yaitu :
“Artinya : Hai orang-orang yang beriman jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.”
Pendidikan dalam keluarga terutama berperan dalam mengembangkan watak, kepribadian, nilai-nilai budaya, nilai-nilai keagamaan dan moral serta keterampilan sederhana.
Salah satu kesalah pahaman dari para orang tua dalam dunia pendidikan sekarang ini adalah adanya anggapan bahwa hanya sekolah lah yang bertanggung jawab terhadap pendidikan anak-anaknya, sehingga orang tua menyerahkan sepenuhnya pendidikan anak kepada guru di sekolah. Anggapan tersebut tentu saja keliru, sebab pendidikan yang berlangsung di dalam keluarga adalah bersifat asasi. Karena itulah orang tua merupakan pendidik pertama, utama, koderati. Dialah yang banyak memberikan pengaruh dan warna kepribadian seorang anak.
Orang tua secara sadar, mendidik anak-anak akan sekali dituntun oleh tujuan pendidikan, yaitu ke arah anak dapat mandiri, ke arah satu kepribadian yang utama.
Dalam Islam Rasulullah SAW secara jelas mengingatkan akan pentingnya pendidikan keluarga ini, sebagaimana haditsnya :
“Artinya : “ Anak itu dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka orang tuanyalah yang dapat menjadikannya Yahudi, Nasrani maupun Majusi (H.R. Muslim)
Dalam mendidik anak Nabi Muhammad SAW mengajarkan dasar psikologis yang tampaknya sesuai denga beberapa pandangan para psikolog modern saat ini, yaitu menggunakan fase-fase dalam memperlihatkan perkembangan jiwa anak. Beliau bersabda : “ Anak adalah majikan selama 7 tahun, dan menjadi hamba (budak) selama 7 tahun berikutnya dan akhirnya menjadi menteri selama 7 tahun berikutnya. Bila dia menunjukan sifat yang baik pada usia 21 tahun, dia adalah anak yang baik karenanya bila kamu masih memeliharanya pada usia 21 tahun, berarti kamu telah melemparkan tanggung jawab mu kepada Allah.”
Tahap pertama anak sebagai majikan atau raja karena pada tahap ini anak dalam tahap pengembangan jiwa, sehingga rasa egoistik masih tinggi dan merasa lingkungan memperhatikannya. Pada tahap ini orang tua memberikan suatu perhatian yang penuh. Sehingga memungkinkan jiwa anak berkembang dengan baik, sebaliknya jika orang tua berlaku sangat keras pada anak, kemungkinan jiwa anak berkembang dengan optimal.
Tahap kedua, anak telah berada dalam proses pengenalan lingkungan sosial yang lebih luas. Anak mulai ditekan kan pada suatu kedisiplinan yang diharapkan anak menjadi tahu. Apa yang dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan, sehingga pada tahap ini sebagai tahap hamba atau budak.
Tahap ketiga, anak sudah mempunyai kemauan menerima tugas-tugas dan mewakili tugas orang dewasa.
B. Motivasi Perilaku Anak
Banyak orang tua mengalami kesulitan memahami perilaku anak-anak mereka yang kerap tampak tidak logis dan tidak masuk akal. Untuk memahami anak dan membantu perkembangan fisik, intelektual, sosial dan emosional mereka. Orang tua harus mempunyai pengetahuan tentang perilaku manusia sehingga mereka dapat membuat keputusan yang tepat menganai anak-anak mereka dan dapat berperilaku dengan cara-cara yang dirancang untuk stimulasi perkembangan mereka.
Tingkah laku tidaklah terjadi secara ajaib, tingkah laku itu diturunkan melainkan dari proses belajar atau meniru. Anak-anak dapat mempelajari tingkah laku, maka anak-anak dapat belajar untuk mengubah tingkah laku. Tingkah laku orang tua pun dipelajari. Keterampilan-keterampilan menjadi orang tua yang baik tidak muncul mendadak dan berdasarkan naluri tetapi juga dengan belajar.
Keinginan untuk merasa dimiliki, untuk diterima, untuk memberikan sumbangan, adalah motivasi dasar dibalik semua perilaku.
Tidak ada yang lebih penting di dalam kehidupan dibandingkan keluarga asli karena disanalah basis kepribadian dibentuk dalam transaksi mereka dalam keluarga, anak membentuk gagasan mengenai kehidupan, diri mereka sendiri dan orang lain, gagasan yang akan membentuk prinsip penuntun sepanjang hidup. Jika keluarga dapat membentuk suasana yang memungkinkan anak-anak mengalami perasaan dimiliki di dalam keluarga, maka ketidakmampuan menyesuaikan diri tidak akan terjadi. Hanya jika anak-anak merasa bahwa mereka termasuk di dalam keluarga barulah mereka akan maju di dalam hidup dengan memberikan sumbangan berpartisipasi dan bekerjasama.
Dalam upaya mereka untuk mendapatkan tempat di dalam keluarga, anak-anak menemui banyak kesulitan. Usaha awal mereka untuk mencapai, menyumbang, dan bekerja sama kerap dihambat oleh orang tua, dan anak-anak mulai kehilangan kepercayaan akan kemampuan mereka menanggulangi tuntutan situasi. Tehnik yang tidak efektif dalam menjadi orang tua, penolakan orang tua untuk menerima anak sebagaimana adanya, tindakan kita membandingkan anak yang satu dengan anak yang lain, dan kekhawatiran kita yang terus menerus untuk mengoreksi perilaku yang tidak semestinya menyebabkan banyak anak menyesal dalam keputusasaan. Alih-alih mereka berpaling pada prilaku yang tidak dapat diterima dengan kepercayaan mereka bahwa ini akan memberi mereka perasaan penting dan dimiliki.
Jika orang tua mau memberi setiap anak seperangkat pengalaman yang membesarkan hati, menahan diri untuk tidak mengkritik, menggunakan ancangan yang mengkomunikasikan respek, berfokus pada kemampuan anak dan bukan pada kekurangannya, mereka akan sangat membantu anak dalam pengembangan pribadi dan akan meletakan dasar untuk perkembangan kepribadian yang sehat.
C. Tujuan dari Prilaku Anak yang Baik
Semua prilaku anak yang buruk ditujukan pada salah satu dari empat kemungkinan tujuan, diantaranya :
  1. Mendapatkan perhatian
  2. Mendemonstrasikan kekuasaan
  3. Mengadakan pembalasan
  4. Melarikan diri dengan menarik diri
Karena tujuan-tujuan ini tidak jelas, orang tua terus menguatkan prilaku yang tidak dapat diterima dengan bereaksi terhadapnya. Orang tua tidak dapat mulai membantu anak sebelum orang tua sadar akan makna dari perilaku mereka, dapat mengidentifikasi tujuan dari perilaku yang buruk, dan berespon secara cepat.

1. Mencari Perhatian
Anak-anak mengetahui bahwa mereka diterima karena mereka menyumbangkan sesuatu. Kebanyakan orang tua tidak memberikan tanggung jawab apapun kepada anak-anak sehingga menghilangkan peluang mereka untuk menyimpulkan bahwa mereka adalah anggota yang berguna dalam keluarga dan mampu berpartisipasi di dalam fungsi keluarga. Anak dipaksa untuk mengandalkan orang lain khususnya orang tua.
Tanpa adanya kesempatan untuk merasa diterima secara berguna, anak-anak mendapatkan rasa diterima dengan membuat orang tua terlibat dengan mereka. Semua perilaku mencari perhatian pada anak, entah itu menyerang atau bertahan, dirancang untuk membuat orang tua melayani mereka.
2. Kekuasaan
Salah satu pelajaran terpenting yang harus dipelajari orang tua adalah menghindari perebutan kekuasaan. Setiap kali orang tua merasa ditantang secara pribadi atau dibuat frustasi tinggalkan situasi tersebut. Jangan terpancing ke dalam kontes kekuasaan, tetapi carilah metode untuk menghadapi situasi yang memperhitungkan kebutuhan situasi ketimbang keinginan pribadi orang tua sendiri. Ingatlah bahwa orang tua dapat mengundang kerjasama, menyatakan apa yang ingin dilakukan, dan mendorong anak, tetapi dalam analisis akhir, anak adalah satu-satunya yang dapat memutuskan apa yang mereka lakukan.
3. Pembalasan
Ada anak yang merasa bahwa mereka diperlukan secara tidak adil di dalam keluarga di dalam dan mengejar tujuan untuk berusaha membalas orang tua, saudara kandung, anggota masyarakat, dan masyarakat itu sendiri. Anak-anak ini mungkin memperlihatkan prilaku menyerang atau pasif.
Anak-anak yang menjadikan pembalasan sebagai tujuan mereka begitu dihambat sehingga mereka melepaskan harapan untuk merasa diterima melalui kegiatan yang konstruktif dan kini merasa bahwa satu-satunya cara untuk mendapatkan pengakuan adalah dengan membalas terhadap orang-orang dan masyarakat yang menyangkal tempat mereka. Mereka memancing pemasukan agar diakui.
Gagasan utama dalam membantu anak yang tujuannya membalas adalah dengan meyakinkan mereka bahwa mereka dapat disukai dan diterima bahwa ada tempat untuk mereka di dalam atau keluarnya. Orang tua harus mengenali tujuan dari prilaku membalas, perasaan putus asa yang mendalam, kegagalan dan perasaan tak berarti yang mencirikan anak-anak ini, dan menyadari bahwa ketidak mampuan anak untuk memperoleh rasa berprestasi di rumah maupun di sekolah inilah yang menyokong ketidak memadaian mereka.
4. Pelarian Melalui Penarikan Diri
Berbeda dengan tiga tujuan lain tidak mungkin ada bentuk menyerang dari perilaku ini karena tujuan anak adalah untuk ditinggalkan sendirian dan tidak mau ada sesuatu yang diminta atau diharapkan darinya.
Anak yang sangat berkecil hati atau berputus asa tidak lagi berharap akan pengakuan atau keberhasilan apapun dan berhenti melakukan usaha apapun. Tujuan mereka satu-satunya adalah menghindar dari luka yang lebih dalam, hinaan, atau frustasi dan ini dicapai dengan mengesankan orang tua dengan kebodohannya.
Efek samping yang ditimbulkan oleh prilaku menarik diri oleh anak pada orang tua adalah untuk mengecilkan hati mereka pula. Anak-anak yang hilang harapan untuk berhasil, entah sepenuhnya atau sebagian, adalah anak-anak yang putus asa yang perlu didorong, yang memerlukan ekspresi kepercayaan akan kemampuan mereka dan penghargaan akan usaha mereka ketimbang peringatan terus menerus akan betapa buruknya kerja mereka.
Mereka memerlukan dorongan positif dari orang tua dan guru agar mereka mulai percaya diri lagi, agar keberanian mereka pulih, dan agar percaya bahwa mereka dapat diterima melalui kegiatan yang konstruktif.
Sikap dan perilaku orang tua yang dicerminkan oleh berbagai metode pengasuhan anak adalah sumber tambahan hambatan bagi anak. Perlindungan yang berlebihan dan pemanjaan yang berlebihan mencegah anak mengalami konsekuensi dari perilaku mereka, menyangkal mereka dari hak untuk menguji kekuatan atau kemampuan mereka dan mengembangkan kemandirian. Tiga cara untuk mendorong anak, adalah membina berdasar kekuatan dan aset, menekankan kegiatan dan bukan hasil, dan meminimumkan kesalahan serta kekurangan.
KESIMPULAN
Keluarga merupakan bagian pendidikan luar sekolah sebagai wahana pendidikan agama, moral, disiplin dan afeksi yang paling ampuh. Keluarga merupakan tempat pendidikan yang pertama dan utama bagi seseorang dengan orang tua sebagai kunci.
Tingkah laku orang tua pun dipelajari, keterampilan-keterampilan menjadi orang tua yang baik tidak muncul mendadak dan berdasarkan naluri tetapi juga dengan belajar.
Semua perilaku anak yang buruk ditujukan pada salah satu dari empat kemungkinan tujuan, diantaranya :
  1. Mendapatkan perhatian
  2. Mendemonstrasikan kekuasaan
  3. Mengadakan pembalasan
  4. Melarikan diri dengan menarik diri
Memperbaiki hubungan orang tua dan anak
  1. Berkomunikasi dengan anak
  2. Hormati hak anak untuk memutuskan
  3. Bantu anak mengidentifikasi tujuan mereka yang salah
Orang tua mempunyai peranan pertama dan utama bagi anak-anaknya. Untuk membawa anak kedewasaan dan memiliki perilaku yang baik maka orang tua harus memberi teladan yang baik.
Peran sebagai orang tua itu dalam perilaku anak yang baik harus mempunyai suatu sikap suri tauladan, adanya kesadaran akan tanggungjawab mendidik dan membina anak secara kontinou perlu dikembangkan kepada setiap orang tua.
REFERENSI
  • Sevese, Sal. (2002). Bagaimana Bersikap Pada Anak Agar Anak Bersikap Baik. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
  • Balson, Maurice. (1993). Menjadi Orang Tua yang Lebih Baik. Jakarta : Binarupa Aksara.
  • Surya, M. (2003). Bina Keluarga : Pendidikan Anak Usia Dini. Semarang : CV. Aneka Ilmu.
  • Purwanto, M. Ngalim. (1998). Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Bandung : PT. Remaja Rosda Karya.
Artikel Terkait :

Pengunjung