UPAYA MENGHIDUPKAN QOLBU
Kalau ada satu keberuntungan bagi
manusia dibanding dengan hewan, maka itu adalah bahwa manusia memiliki
kesempatan untuk ma’rifat (kesanggupan mengenal Allah). Kesanggupan ini
dikaruniakan Allah karena manusia memiliki akal dan yang terutama sekali hati
nurani. Inilah karunia Allah yang sangat besar bagi manusia.
Orang-orang yang hatinya benar-benar
berfungsi akan berhasil mengenali dirinya dan pada akhirnya akan berhasil pula
mengenali Tuhannya. Tidak ada kekayaan termahal dalam hidup ini, kecuali
keberhasilan mengenali diri dan Tuhannya.
Karenanya, siapapun yang tidak
bersungguh-sungguh menghidupkan hati nuraninya, dia akan jahil, akan bodoh,
baik dalam mengenal dirinya sendiri, lebih-lebih lagi dalam mengenal Allah Azza
wa Jalla, Zat yang telah menyempurnakan kejadiannya dan pula mengurus tubuhnya
lebih daripada apa yang bisa ia lakukan terhadap dirinya sendiri.
Orang-orang yang sepanjang hidupnya
tidak pernah mampu mengenal dirinya dengan baik, tidak akan tahu harus
bagaimana menyikapi hidup ini, tidak akan tahu indahnya hidup. Demikian pun,
karena tidak mengenal Tuhannya, maka hampir dapat dipastikan kalau yang
dikenalnya hanyalah dunia ini saja, dan itu pun sebagian kecil belaka.
Akibatnya, semua kalkulasi
perbuatannya, tidak bisa tidak, hanya diukur oleh aksesoris keduniaan belaka.
Dia menghargai orang semata-mata karena orang tersebut tinggi pangkat, jabatan,
dan kedudukannya, ataupun banyak hartanya. Demikian pula dirinya sendiri merasa
berharga di mata orang, itu karena ia merasa memiliki kelebihan duniawi
dibandingkan dengan orang lain. Adapun dalam perkara harta, gelar, pangkat, dan
kedudukan itu sendiri, ia tidak akan mempedulikan dari mana datangnya dan
kemana perginya karena yang penting baginya adalah ada dan tiadanya.
Sebagian besar orang ternyata tidak
mempunyai cukup waktu dan kesungguhan untuk bisa mengenali hati nuraninya
sendiri. Akibatnya, menjadi tidak sadar, apa yang harus dilakukan di dalam
kehidupan dunia yang serba singkat ini. Sayang sekali, hati nurani itu - berbeda
dengan dunia - tidak bisa dilihat dan diraba. Kendatipun demikian, kita
hendaknya sadar bahwa hatilah pusat segala kesejukan dan keindahan dalam hidup
ini.
Seorang ibu yang tengah mengandung
ternyata mampu menjalani hari-harinya dengan sabar, padahal jelas secara
duniawi tidak menguntungkan apapun. Yang ada malah berat melangkah, sakit,
lelah, mual. Walaupun demikian, semua itu toh tidak membuat sang ibu berbuat
aniaya terhadap jabang bayi yang dikandungnya.
Datang saatnya melahirkan, apa yang
bisa dirasakan seorang ibu, selain rasa sakit yang tak terperikan. Tubuh
terluka, darah bersimbah, bahkan tak jarang berjuang diujung maut. Ketika
jabang bayi berhasil terlahir ke dunia, subhanallaah, sang ibu malah tersenyum
bahagia.
Sang bayi yang masih merah itu pun
dimomong siang malam dengan sepenuh kasih sayang. Padahal tangisnya di tengah
malam buta membuat sang ibu terkurangkan jatah istirahatnya. Siang malam dengan
sabar ia mengganti popok yang sebentar-sebentar basah dan sebentar-sebentar
belepotan kotoran bayi. Cucian pun tambah menggunung karena tak jarang pakaian
sang ibu harus sering diganti karena terkena pipis si jantung hati. Akan
tetapi, Masya Allah, semua beban derita itu toh tidak membuat ia berlaku kasar
atau mencampakkan sang bayi.
Ketika tiba saatnya si buah hati
belajar berjalan, ibu pun dengan seksama membimbing dan menjaganya. Hatinya
selalu cemas jangan-jangan si mungil yang tampak kian hari semakin lucu itu
terjatuh atau menginjak duri. Saatnya si anak harus masuk sekolah, tak
kurang-kurangnya menjadi beban orang tua. Demikian pula ketika memasuki dunia
remaja, mulai tampak kenakalannya, mulai sering membuat kesal orang tua.
Sungguh menjadi beban batin yang tidak ringan.
Pendek kata, sewaktu kecil menjadi
beban, sudah besar pun tak kurang menyusahkan. Begitu panjang rentang waktu
yang harus dijalani orang tua dalam menanggung segala beban, namun begitu
sedikit balas jasa anak. Bahkan tak jarang sang anak malah membuat durhaka, menelantarkan,
dan mencampakkan kedua orang tuanya begitu saja manakala tiba saatnya mereka
tua renta.
Mengapa orang tua bisa sedemikian
tahan untuk terus menerus berkorban bagi anak-anaknya? Karena, keduanya
mempunyai hati nurani, yang dari dalamnya terpancar kasih sayang yang tulus
suci. Walaupun tidak ada imbalan langsung dari anak-anaknya, namun nurani yang
memiliki kasih sayang inilah yang memuatnya tahan terhadap segala kesulitan dan
penderitaan. Bahkan sesuatu yang menyengsarakan pun terasa tidak menjadi beban.
Oleh karena itu, beruntunglah orang
yang ditakdirkan memiliki kekayaan berupa harta yang banyak, akan tetapi yang
harus selalu kita jaga dan rawat sesungguhnya adalah kekayaan batin kita berupa
hati nurani ini. Hati nurani yang penuh cahaya kebenaran akan membuat
pemiliknya merasakan indah dan lezatnya hidup ini karena selalu akan merasakan
kedekatan dengan Allah Azza wa Jalla. Sebaliknya, waspadalah bila cahaya hati
nurani menjadi redup. Karena, tidak bisa tidak, akan membuat pemiliknya selalu
merasakan kesengsaraan lahir batin lantaran senantiasa merasa terjauhkan dari
rahmat dan pertolongan-Nya.
Allah Mahatahu akan segala lintasan
hati. Dia menciptakan manusia beserta segala isinya ini dari unsur tanah; dan
itu berarti senyawa dengan tubuh kita karena sama-sama terbuat dari tanah.
Karenanya, untuk memenuhi kebutuhan kita tidaklah cukup dengan berdzikir,
tetapi harus dipenuhi dengan aneka perangkat dan makanan, yang ternyata
sumbernya dari tanah pula.
Bila perut terasa lapar, maka kita santap
aneka makanan, yang sumbernya ternyata dari tanah. Bila tubuh kedinginan, kita
pun mengenakan pakaian, yang bila ditelusuri, ternyata unsur-unsurnya terbuat
dari tanah. Demikian pun bila suatu ketika tubuh kita menderita sakit, maka
dicarilah obat-obatan, yang juga diolah dari komponen-komponen yang berasal
dari tanah pula. Pendek kata, untuk segala keperluan tubuh, kita mencarikan
jawabannya dari tanah.
Akan tetapi, qolbu ini ternyata
tidak senyawa dengan unsur-unsur tanah, sehingga hanya akan terpuaskan
laparnya, dahaganya, sakitnya, serta kebersihannya semata-mata dengan mengingat
Allah. "Alaa bizikrillaahi tathmainul quluub." (QS. Ar Rad [13] :
28). Camkan, hatimu hanya akan menjadi tentram jikalau engkau selalu ingat
kepada Allah!
Kita akan banyak mempunyai banyak
kebutuhan untuk fisik ita, tetapi kita pun memiliki kebutuhan untuk qolbu kita.
Karenanya, marilah kita mengarungi dunia ini sambil memenuhi kebutuhan fisik
dengan unsur duniawi, tetapi qolbu atau hati nurani kita tetap tertambat kepada
Zat Pemilik dunia. Dengan kata lain, tubuh sibuk dengan urusan dunia, tetapi
hati harus sibuk dengan Allah yang memiliki dunia. Inilah sebenarnya yang
paling harus kita lakukan.
Sekali kta salah dalam mengelola
hati – tubuh dan hati sama-sama sibuk dengan urusan dunia – kita pun akan
stress jadinya. Hari-hari pun akan senantiasa diliputi kecemasan. Kita akan
takut ada yang menghalangi, takut tidak kebagian, takut terjegal, dan
seterusnya. Ini semua diakibatkan oleh sibuknya seluruh jasmani dan rohani kita
dngan urusan dunia semata.
Inilah sebenarnya yang sangat
potensial membuat redupnya hati nurani. Kita sangat perlu meningkatkan
kewaspadaan agar jangan sampai mengalami musibah semacam ini.
Bagaimana caranya agar kita mampu
senantiasa membuat hati nurani ini tetap bercahaya? Secara umum solusinya
adalah sebagaimana yang diungkapkan di atas : kita harus senantiasa berjuang
sekuat-kuatnya agar hati ini jangan sampai terlalaikan dari mengingat Allah.
Mulailah dengan mengenali apa yang ada pada diri kita, lalu kenali apa arti
hidup ini. Dan semua ini bergantung kecermatan kepada ilmu. Kemudian gigihlah
untuk melatih diri mengamalkan sekecil apapun ilmu yang dimiliki dengan ikhlas.
Jangan lupa untuk selalu memilih lingkungan orang yang baik, orang-orang yang
shalih. Mudah-mudahan ikhtiar ini menjadi jalan bagi kita untuk dapat lebih
mengenal Allah, Zat yang telah menciptakan dan mengurus kita. Dialah satu-satunya
Zat Maha Pembolak-balik hati, yang sama sekali tidak sesulit bagi-Nya untuk
membalikan hati yang redup dan kusam menjadi terang benderang dengan
cahaya-Nya. Wallahu’alam.
(Sumber : Tabloid MQ EDISI
06/TH.1/OKTOBER 2000)