Tafsir Ayat Kursi dan Kandungan Ayat Serta Keutamaan Membaca Ayat Kursi

Tafsir Ayat Kursi dan Kandungan Ayat Serta Keutamaan Membaca Ayat Kursi. Sahabat Adin Blog yang saya hormati, sebuah penghargaan buat anda semua karena telah menjadikan situs ini menjadi salah satu media yang bermanfaat, (sebagai jendela dunia pendidikan, mencari referensi dan menambah wawasan keilmuan) selanjutnya kali ini penulis akan memberikan sesuatu yang bermanfaat buat kalian semua, yaitu sebuah Posting Religi dan Islami yaitu mengenai Tafsir Ayat Kursi dan Kandungan Ayat Serta Keutamaan Membaca Ayat Kursi
Ayat Kursi berbeda dengan Hadits Qudsi. Kalau Hadits Qudsi adalah Sebagian Firman Allah yang tidak dicatat di dalam Mushaf Al-Quran tetapi dicatatnya di dalam Hadits contohnya ya bila kita menemukan "qola allahu ta'ala" di dalam hadits maka itulah biasa disebut dengan Hadits Qudsi, sedangkan Ayat Kursi adalah Firman Allah SWT yang dicatatat atau dicantumkan di dalam Al-Quran Juz ke 2 yaitu di dalam Surat Al-Baqarah ayat ke 255, maka ayat kursi termasuk kedalam surat makiyah yaitu ayat Al-Quran yang diturunkan di Kota Makkah.
AYAT KURSI memiliki kedudukan khusus dalam Al-Qur'an. Bahkan Rasulullah saw. sendiri menyebutnya sebagai "ayat paling agung dalam Al-Qur'an."
Kenapa ayat ke-255 surat al-Baqarah ini begitu mulia kedudukannya? Apa makna dan kandungan ayat Kursi ini? Mufasir besar Ibnu Katsir menjelaskan secara panjang lebar dalam kitab tafsirnya, Tafsir Al-Qur'anul Al-Adim, atau yang lebih dikenal dengan nama Tafsir Ibnu Katsir.
Ibnu Katsir tak hanya menjelaskan makna ayat ini yang begitu kental dengan aspek ketauhidan, tapi juga tentang manfaat besar yang diperoleh oleh muslim yang membacanya.
Untuk lebih  jelasnya mengenai tafsir ayat kursi ini, mari kita simak pembahasan tuntasnya dibawah ini :

Murotal Ayat Kursi Yang Merdu | Shaikh Mishary Alafasy + Download

Keutamaan Ayat Kursi
Ayat Kursi yang mulia dan penuh berkah ini terdiri atas sepuluh penggal kalimat. Di dalamnya terkandung tauhidullah, pengagungan terhadap-Nya serta penjelasan akan keesaan-Nya dalam kesempurnaan dan kebesaran, sehingga akan melahirkan penjagaan dan kecukupan bagi yang membacanya. Di dalam ayat ini terdapat lima Asma’ul Husna, juga terdapat lebih dari dua puluh sifat Allah, didahului dengan menyebutkan kemahaesaan Allah dalam peribadatan dan bathilnya beribadah kepada selain-Nya, kemudian disebutkan tentang kemahahidupan Allah yang sempurna yang tidak diiringi dengan kesirnaan.
Semua surat dalam al-Qur’an adalah surat yang agung dan mulia. Demikian juga seluruh ayat yang dikandungnya. Namun, Allah ta’ala dengan kehendak dan kebijaksanaanNya menjadikan sebagian surat dan ayat lebih agung dari sebagian yang lain. Surat yang paling agung adalah surat al-Fatihah, sedangkan ayat yang paling agung adalah ayat kursi, yaitu di surat Al-Baqarah, ayat 255. Yang akan kita pelajari bersama dalam kesempatan ini adalah ayat kursi.

Ubay bin Ka’b radhiallahu ‘anhu berkata: Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda:
“Wahai Abul Mundzir (gelar kunyah Ubay), tahukah engkau ayat mana di kitab Allah yang paling agung?”
Aku menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.”
Beliau berkata, “Wahai Abul Mundzir, Tahukah engkau ayat mana di kitab Allah yang paling agung?”
Aku pun menjawab,
اللَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ
Maka beliau memukul dadaku dan berkata, “Demi Allah, selamat atas ilmu (yang diberikan Allah kepadamu) wahai Abul Mundzir.” (HR. Muslim no. 810)

Dalam kisah Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu dengan setan yang mencuri harta zakat, disebutkan bahwa setan tersebut berkata,

“Biarkan aku mengajarimu beberapa kalimat yang Allah memberimu manfaat dengannya. Jika engkau berangkat tidur, bacalah ayat kursi. Dengan demikian, akan selalu ada penjaga dari Allah untukmu, dan setan tidak akan mendekatimu sampai pagi.”

Ketika Abu Hurairah menceritakannya kepada Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam, beliau berkata,
“Sungguh ia telah jujur, padahal ia banyak berdusta.” (HR. al-Bukhari no. 2187)

Dalam kisah lain yang mirip dengan kisah di atas dan diriwayatkan Ubay bin Ka’b radhiallahu ‘anhu, disebutkan bahwa si jin mengatakan: yang artinya :

“Barangsiapa membacanya ketika sore, ia akan dilindungi dari kami sampai pagi. Barangsiapa membacanya ketika pagi, ia akan dilindungi sampai sore.” (HR. ath-Thabrani no. 541, dan al-Albani mengatakan bahwa sanadnya bagus)

Dalam hadits yang lain, Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda: yang artinya :
“Barangsiapa membaca ayat kursi setelah setiap shalat wajib, tidak ada yang menghalanginya dari masuk surga selain kematian.” (HR. ath-Thabrani no. 7532, dihukumi shahih oleh al-Albani)

Disunnahkan membaca ayat ini setiap (1) selesai shalat wajib, (2) pada dzikir pagi dan sore, (3) juga sebelum tidur. 

Tafsir dan Kandungan Ayat Kursi lengkap sebagaimana dijelaskan dibawah ini,

اللَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ
“Allah, tidak ada sesembahan (yang berhak disembah) selain Dia Yang hidup kekal serta terus menerus mengurus (makhluk).”

Allah adalah nama yang paling agung milik Allah ta’ala. Allah mengawali ayat ini dengan menegaskan kalimat tauhid yang merupakan intisari ajaran Islam dan seluruh syariat sebelumnya. Maknanya, tidak ada sesembahan yang benar untuk disembah selain Allah. Konsekuensinya tidak boleh memberikan ibadah apapun kepada selain Allah.

Al-Hayyu dan al-Qayyum adalah dua di antara al-Asma’ al-Husna yang Allah miliki. Al-Hayyu artinya Yang hidup dengan sendirinya dan selamanya. Al-Qayyum berarti bahwa semua membutuhkan-Nya dan semua tidak bisa berdiri tanpa Dia. Oleh karena itu, Syaikh Abdurrahman as-Sa’di mengatakan bahwa kedua nama ini menunjukkan seluruh al-Asma’ al-Husna yang lain.

Sebagian ulama berpendapat bahwa al-Hayyul Qayyum adalah nama yang paling agung. Pendapat ini dan yang sebelumnya adalah yang terkuat dalam masalah apakah nama Allah yang paling agung, dan semua nama ini ada di ayat kursi.

لاَ تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلاَ نَوْمٌ

“Dia Tidak mengantuk dan tidak tidur.”

Maha Suci Allah dari segala kekurangan. Dia selalu menyaksikan dan mengawasi segala sesuatu. Tidak ada yang tersembunyi darinya, dan Dia tidak lalai terhadap hamba-hamba-Nya.

Allah mendahulukan penyebutan kantuk, karena biasanya kantuk terjadi sebelum tidur.

Barangkali ada yang mengatakan, “Menafikan kantuk saja sudah cukup sehingga tidak perlu menyebut tidak tidur; karena jika mengantuk saja tidak, apalagi tidur.”

Akan tetapi, Allah menyebut keduanya, karena bisa jadi (1) orang tidur tanpa mengantuk terlebih dahulu, dan (2) orang bisa menahan kantuk, tetapi tidak bisa menahan tidur. Jadi, menafikan kantuk tidak berarti otomatis menafikan tidur.

لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي اْلأَرْضِ

“Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi.”

Semesta alam ini adalah hamba dan kepunyaan Allah, serta di bawah kekuasaan-Nya. Tidak ada yang bisa menjalankan suatu kehendak kecuali dengan kehendak Allah.

مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ

“Tiada yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya.”

Memberi syafaat maksudnya menjadi perantara bagi orang lain dalam mendatangkan manfaat atau mencegah bahaya. Inti syafaat di sisi Allah adalah doa. Orang yang mengharapkan syafaat Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam berarti mengharapkan agar Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam mendoakannya di sisi Allah. Ada syafaat yang khusus untuk Nabi Muhammad, seperti syafaat untuk dimulainya hisab di akhirat, dan syafaat bagi penghuni surga agar pintu surga dibukakan untuk mereka. Ada yang tidak khusus untuk Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam, seperti syafaat bagi orang yang berhak masuk neraka agar tidak dimasukkan ke dalamnya, dan syafaat agar terangkat ke derajat yang lebih tinggi di surga.

Jadi, seorang muslim bisa memberikan syafaat untuk orang tua, anak, saudara atau sahabatnya di akhirat. Akan tetapi, syafaat hanya diberikan kepada orang yang beriman dan meninggal dalam keadaan iman. Disyaratkan dua hal untuk mendapatkannya, yaitu:

    Izin Allah untuk orang yang memberi syafaat.
    Ridha Allah untuk orang yang diberi syafaat.


Oleh karena itu, seseorang tidak boleh meminta syafaat kecuali kepada Allah. Selain berdoa, hendaknya kita mewujudkan syarat mendapat syafaat; dengan meraih ridha Allah. Tentunya dengan menaatiNya menjalankan perintahNya semampu kita, dan meninggalkan semua laranganNya.

يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ

“Dia mengetahui apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka.”

Ini adalah dalil bahwa ilmu Allah meliputi seluruh makhluk, baik yang ada pada masa lampau, sekarang maupun yang akan datang. Allah mengetahui apa yang telah, sedang, dan yang akan terjadi, bahkan hal yang ditakdirkan tidak ada, bagaimana wujudnya seandainya ada. Ilmu Allah sangat sempurna.

وَلاَ يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلاَّ بِمَا شَاءَ

“Dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah kecuali dengan apa yang dikehendaki-Nya.”

Tidak ada yang mengetahui ilmu Allah, kecuali yang Allah ajarkan. Demikian pula ilmu tentang dzat dan sifat-sifat Allah. Kita tidak punya jalan untuk menetapkan suatu nama atau sifat, kecuali yang Dia kehendaki untuk ditetapkan dalam al-Quran dan al-Hadits.

وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضَ

“Kursi Allah meliputi langit dan bumi.”

Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu menafsirkan kursi dengan berkata:

الكُرْسيُّ مَوْضِعُ قَدَمَيْهِ

“Kursi adalah tempat kedua telapak kaki Allah.” (HR. al-Hakim no. 3116, di hukumi shahih oleh al-Hakim dan adz-Dzahabi)

Ahlussunnah menetapkan sifat-sifat seperti ini sebagaimana ditetapkan Allah dan Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam, sesuai dengan kegungan dan kemuliaan Allah tanpa menyerupakannya dengan sifat makhluk.

Ayat ini menunjukkan besarnya kursi Allah dan besarnya Allah. Dalam sebuah hadits, Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda:

مَا السَّمَاوَاتُ السَّبْع مَعَ الكُرْسِيِّ إِلاَّ كَحَلْقَةٍ مُلْقَاةٍ بِأَرْض فَلاَةٍ

“Tidaklah langit yang tujuh dibanding kursi kecuali laksana lingkaran anting yang diletakkan di tanah lapang.” (HR. Ibnu Hibban no.361, dihukumi shahih oleh Ibnu Hajar dan al-Albani)

وَلاَ يَئُودُهُ حِفْظُهُمَا

“Dan Allah tidak terberati pemeliharaan keduanya.”

Seorang ibu, tentu merasakan betapa lelahnya mengurus rumah sendirian. Demikian juga seorang kepala desa, camat, bupati, gubernur atau presiden dalam mengurus wilayah yang mereka pimpin. Namun, tidak demikian dengan Allah yang Maha Kuat. Pemeliharaan langit dan bumi beserta isinya sangat ringan bagi-Nya. Segala sesuatu menjadi kerdil dan sederhana di depan Allah.

وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ

“Dan Dia Maha Tinggi lagi Maha Besar.”

Allah memiliki kedudukan yang tinggi, dan dzat-Nya berada di ketinggian, yaitu di atas langit (di atas singgasana). Dalam sebuah hadits, Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam bertanya kepada seorang budak perempuan: “Di mana Allah?”

Ia menjawab, “Di langit.”

Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam bertanya, “Siapa saya?”

Ia menjawab, “Engkau adalah Rasulullah.”

Maka, Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam berkata kepada majikannya (majikan budak perempuan tersebut -ed), “Bebaskanlah ia, karena sungguh dia beriman!” (HR. Muslim no. 537)

Jelaslah bahwa keyakinan sebagian orang bahwa Allah ada dimana-mana bertentangan dengan al-Qur’an dan al-Hadits.

Demikian pula Allah memiliki kedudukan yang agung dan dzatnya juga agung sebagaimana ditunjukkan oleh keagungan kursiNya dalam ayat ini.
Di dalam ayat ini terdapat lima Asma’ul Husna, juga terdapat lebih dari dua puluh sifat Allah, didahului dengan menyebutkan kemahaesaan Allah dalam peribadatan dan bathilnya beribadah kepada selain-Nya, kemudian disebutkan tentang kemahahidupan Allah yang sempurna yang tidak diiringi dengan kesirnaan.

Disebutkan pula di dalamnya bahwa Allah adalah al-Qayyuum, yaitu Dia berdiri sendiri, tidak membutuhkan makhluk-Nya dan senantiasa mengatur seluruh urusan makhluk-Nya.  Selain itu, juga tentang kemahasucian Allah dari segala sifat yang kurang, seperti mengantuk dan tidur, mengenai luasnya kerajaan-Nya. Bahwasanya semua yang ada di langit dan bumi adalah hamba-Nya, berada di bawah kekuasaan dan aturan-Nya. Dia juga menyebutkan bahwa di antara bukti-bukti keagungan-Nya ialah tidak mungkin bagi seorang pun dari makhluk-Nya untuk memberi syafaat di sisi-Nya kecuali setelah mendapat izin dari-Nya.

Di dalamnya terdapat penetapan

sifat ilmu bagi Allah, ilmu-Nya meliputi segala yang diketahui, Dia mengetahui yang telah terjadi, yang akan terjadi dan apa yang belum terjadi, begitu pula jika sesuatu itu terjadi akan seperti apa bentuk dan rupanya. Di dalamnya juga disebutkan tentang kemahabesaran Allah dengan menyebutkan kebesaran makhluk-Nya. Jika Kursi yang merupakan salah satu dari makhluk-Nya meliputi langit dan bumi, maka bagaimana dengan Sang Pencipta yang Mahaagung dan Rabb Yang Mahabesar?

Di dalamnya juga terdapat penjelasan tentang kesempurnaan kekuasaan-Nya. Di antara bentuk kesempurnaan kekuasaan-Nya adalah tidak memberatkan-Nya penjagaan terhadap langit dan bumi. Kemudian ayat ini ditutup dengan menyebutkan dua nama Allah yang agung, yaitu al-‘Aly dan al-‘Azhiim. Di dalamnya mengandung penetapan akan kemahatinggian Allah, baik Dzat dan kekuasaan-Nya, juga penetapan kemahabesaran-Nya, dengan mengimani bahwa Dia memiliki segala makna kebesaran dan keagungan, tidak ada seorang pun yang berhak atas pengagungan dan pemuliaan selain Dia.

Inilah kandungan global dari Ayat Kursi. Ayat yang agung ini mengandung makna-makna agung dan  bukti-bukti mendalam serta rambu-rambu keimanan yang menunjukkan kebesaran dan keagungan-Nya.

Syaikh al-Allamah Abdurrahman bin Sa’di rahimahullah dalam tafsirnya berkata, “Ayat yang mulia ini adalah ayat al-Qur’an yang paling agung dan yang paling utama.  Hal ini dikarenakan kandungannya yang memuat perkara-perkara yang agung dan sifat-sifat yang mulia. Oleh karena itu, banyak hadits yang menganjurkan untuk membacanya dan menjadikannya sebagai wirid harian bagi manusia pada waktu-waktu yang dijalaninya, baik pagi maupun petang, juga ketika menjelang tidur dan setelah menunaikan shalat lima waktu.

Allah memberitakan tentang diri-Nya yang mulia bahwa Dia ‘Laa ilaaha illa huwa’. Maksudnya tiada ilah (yang berhak diibadahi) selain Dia. Dialah satu-satunya ilah yang berhak diibadahi, yang mengharuskan tertujunya seluruh bentuk peribadatan, ketaatan dan penyembahan hanya kepada-Nya. Ini karena kesempurnaan-Nya dan kesempurnaan sifat-Nya serta karena besarnya nikmat-Nya. Di samping itu, kewajiban makhluk adalah menjadi hamba-Nya, menerapkan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya.

Seluruh sembahan selain Allah adalah bathil, beribadah kepada selain Dia pun bathil. Ini disebabkan segala sesuatu selain Allah adalah makhluk yang memiliki sifat-sifat yang kurang, diatur, dan membutuhkan yang lain dalam segala segi. Maka dari itu, makhluk tidak berhak sedikitpun untuk diibadahi. Adapun firman-Nya ‘Al-Hayyul Qayyuum’, dua nama mulia ini menunjukkan kepada seluruh asma’ul husna secara muthabaqah (adekusi), tadhammun (inklusi) dan luzum (konsekuensi). Sifat al-Hayyu Yang Mahahidup menunjukkan kepada Dzat yang memiliki sifat hidup yang sempurna, yang mencakup semua sifat-sifat Dzat seperti Maha Mendengar, maha Melihat, Maha Berilmu, Mahakuasa dan semisalnya.

Al-Qayyuum Yang Maha Berdiri sendiri, Dialah yang tegak dengan kesendirian-Nya dan Yang Menegakkan yang lain. Sifat ini mencakup seluruh perbuatan yang dikerjakan oleh Rabbul Alamin, seperti istiwaa (bersemayam), nuzul (turun ke langit bumi pada sepertiga malam terakhir*), kalam (Berfirman), mencipta, memberi rizki, menghidupkan dan mematikan, dan segala bentuk pengaturan. Semua itu tercakup dalam asma-Nya, al-Qayyuum. Oleh karena itu sebagian ulama berkata, “Dua nama ini adalah asma Allah yang paling agung . Jika dipanggil dengan menyebut asma ini, niscaya Dia akan menjawab dan jika meminta dengan menyebut nama-Nya ini, niscaya Dia akan memberi.”

Di antara bentuk kesempurnaan sifat hidup dan berdiri sendiri-Nya ini ialah Dia tidak tersentuh oleh kantuk dan tidur. Milik-Nyalah segala yang ada di langit dan di bumi. Dialah yang memiliki, sedangkan selain-Nya adalah yang dimiliki. Dialah Yang Maha Pencipta, Maha Pemberi Rizki, Maha Pengatur, sedangkan selain-Nya adalah diciptakan, diberi rizki dan diatur.

Mereka tidak memiliki sedikit pun, walaupun hanya sebesar dzarrah (biji sawi), sesuatu yang berada di langit maupun di bumi, baik bagi diri mereka sendiri maupun bagi orang lain.

Oleh karena itu, Allah berfirman, “Siapakah yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya?” Maksudnya tidak ada seorang pun yang dapat memberikan syafaat di sisi-Nya tanpa izin dari-Nya. Syafaat itu seluruhnya hanya milik Allah semata. Akan tetapi, jika Allah berkehendak untuk merahmati siapa pun yang dikehendaki-Nya, Dia akan mengizinkan kepada salah seorang yang dimuliakan-Nya untuk memberikan syafaat kepadanya. Seorang pemberi syafaat tidak akan berani memulai memberi syafaat tanpa izin dari-Nya.

Kemudian Allah berfirman, “Dia Maha Mengetahui apa yang berada di hadapan mereka,” yaitu segala sesuatu yang telah berlalu, “dan apa yang berada di belakang mereka,” yaitu apa yang akan terjadi. Ilmu Allah meliputi segala perkara secara rinci, yang permulaan dan yang paling akhir, yang tampak dan yang tersembunyi, yang ghaib maupun yang nyata. Adapun hamba, mereka tidak memiliki hak sedikitpun untuk mengurus hal ini dan tidak memiliki ilmu sedikitpun, kecuali apa yang telah Allah ajarkan kepada mereka.

Oleh karena itu Allah berfirman, “…dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi…” Ini menunjukkan kesempurnaan keagungan-Nya dan luasnya kekuasaan-Nya. Kursi-Nya saja sedemikian besar yaitu meliputi langit dan bumi, sementara keduanya ini sangat besar dan sangat banyak pula penghuni keduanya. Kursi bukanlah makhluk Allah yang terbesar, bahkan masih ada lagi yang lebih besar darinya, yaitu ‘Arsy dan juga yang lainnya yang tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah. Kebesaran makhluk-makhluk tersebut membuat akal pikiran menjadi bingung dan tiap-tiap pandangan menjadi tumpul, gunung-gunung bergerak, dan orang-orang pandai terangguk-angguk.

Bagaimana jika dihadapkan dengan penciptanya? Yang menyertakan pada penciptaannya hikmah dan rahasia yang dikehendaki-Nya. Yang menahan langit dan bumi agar tidak bergerak dengan tanpa merasa lelah dan letih. Oleh karena itu Dia berfirman, “…dan Dia tidak merasa berat dalam menjaga keduanya, dan Dia Mahatinggi…” dengan Dzat-Nya Dia bersemayam di atas ‘Arsy, yang Mahatinggi dengan kekuasaan-Nya terhadap seluruh makhluk, Yang Mahatinggi dengan kekuasaan-Nya karena kesempurnaan sifat-Nya. Mahabesar sehingga menjadi kecil dan remeh kedaulatan para diktator jika dihadapkan dengan kebesaran kekuasaan-Nya, kesombongan raja-raja yang congkak menjadi kecil di samping keagungan-Nya. Mahasuci Dzat yang memiliki kebesaran yang Agung nan tiada tara, Yang menundukkan dan menguasai segala sesuatu.” [Tafsir as-Sa’di hal. 110]

Kesimpulan Point dari Pembahasan di atas adalah :
  • Semua ayat al-Qur’an agung. Adapun ayat yang paling agung adalah ayat kursi.
  • Disunnahkan untuk membaca ayat ini setiap selesai shalat wajib, pada dzikir pagi dan sore, dan sebelum tidur.
  • Penegasan kalimat tauhid.
  • Arti al-Hayyu dan al-Qayyum yang menunjukkan seluruh nama Allah yang lain.
  • Semua bentuk kekurangan harus dinafikan dari Allah.
  • Arti syafaat dan syarat memperolehnya.
  • Ilmu Allah sangat sempurna.
  • Kita hanya menetapkan untuk Allah nama dan sifat yang ditetapkan oleh Allah dan RasulNya sesuai dengan keagungan dan kemuliaanNya, tanpa menyerupakannya dengan nama dan sifat makhluk.
  • Arti dan keagungan kursi Allah.
  • Ketinggian dan keagungan Allah dalam dzat dan kedudukan.
  • Kesalahan orang yang mengatakan Allah ada di mana-mana.
  • Penetapan banyak nama dan sifat Allah yang menunjukkan kemuliaan dan kesempurnaan-Nya.

Pengunjung