Metode Pembelajaran | Strategi Pembelajaran dan Macam-Macam Model Pembelajaran


Metode Pembelajaran | Strategi Pembelajaran dan Macam-Macam Model Pembelajaran. Para pengunjung Adin Blog's yang setia bersilaturahmi dunia ini berhenti berputar, kali ini penulis akan memberikan sesuatu yang bermanfaat lagi yaitu mengenai pembelajaran dimana disini dibahas mengenai Metode pembelajaran, strategi pembelajaran dan macam-macam model pembelajaran. Nah mudah-mudahan apa yang akan dipostingkan ini bisa bermanfaat buat kita semua. amin.
Yuk kita langsung ke TKP aza :
(1) Metode Pembelajaran
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
     Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari Proses pembelajarannya langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alat sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.
     Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (Scientific Ingiury) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir,bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagian penting kecakapan hidup. Oleh karena itu pembelajaran IPA di SD / MI menekankan pada pemberian belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah (Badan Standar Nasional Pendidikan: 2006).
     Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar mengacu pada kurikulum 2006. kurikulum tersebut secara proaktif sebagai pengembang informasi ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tuntutan desentralisasi pendidikan. Siswa dengan bekal IPA diharapkan dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga dapat meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Dalam kurikulum 2006 dijelaskan bahwa kata pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar siswa memiliki kemampuan memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam cipataan-Nya (BSNP, 2006:34).
     Perubahan kurikulum 2004 menjadi kurikulum 2006 dalam bidang IPA adalah sebagai upaya mengoptimalkan untuk pendidikan dengan memutakhirkan pengetahuan alam disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan. Pengembangan kurikulum dilakukan secara menyeluruh, sebab memunculnya berbagai perubahan yang sangat cepat hampir pada semua aspek kehidupan yang meliputi aspek pengetahuan, keterampilan sikap, dan nilai-nilai.
     Tugas guru ialah sebagai pendidik, pengajar, dan pelatih. Oleh sebab itu agar guru Sekolah Dasar dituntut untuk melaksanakan tugas itu. Pengelolaanya harus ditangani secara profesional. Dalam hal ini, guru dalam pelaksanaan di lapangan harus dapat menciptakan suasana pembelajaran yang ideal, dengan berupaya semaksimal mungkin, sehingga dapat menghindari kesenjangan yang muncul dalam setiap pembelajaran.
     Sistem pembelajaran sering mengalami perubahan karena disesuaikan dengan lingkungan dan kemajuan zaman. Selanjutnya, perubahan sistem nasional yang ada di masyarakat dan kemajuan teknologi yang pesat mempengaruhi pula tehadap hasil pendidikan. Oleh sebab itu sistem pembelajaran merupakan salah satu proses tercapainya suatu tujuan pendidikan karena sistem pembelajaran diarahkan pada pencapaian suatu tujuan.
     Bertitik tolak pada penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa perubahan tingkah laku, memproduksi sistem dan budaya kearah yang lebih baik. Dalam hal ini, pembelajaran kepribadian, keterampilan dan perkembangan wawasan siswa terus ditingkatkan. Mata Pelajaran IPA merupakan salah satu mata pelajaran yang penting dalam mendidik wawasan, keterampilan siswa dan sikap ilmiah siswa sejak usia Sekolah Dasar.
     Berdasarkan data empirik bahwa pembelajaran IPA di Sekolah Dasar baru sebatas mentransper konsep-konsep dari buku oleh guru kepada siswa. Konsep yang diterima siswa pun tidak tahu, kecenderungan dipahami secara verbalisme. Alasan yang mendasar karena sistem penilaian yang selama ini dipakai lebih dominan kepada aspek kognitif, kurang mencerminkan aspek apektif dan psikomotor.
     Dari hasil studi pendahuluan di Sekolah Dasar, khususnya di Sekolah Dasar Negeri Simpang Kecamatan Bantarkalong Kabupaten Tasikmalaya, para guru mendapat kesulitan dalam mengajarkan IPA, diantaranya disebabkan oleh beberapa hal. yaitu: dalam penggunaan metode guru menemukan kesimpulan dalam memilih metode dengan alat bantu yang tepat untuk pembelajaran IPA. Metode yang dipergunakan umumnya adalah metode ceramah, sehingga kondisi pembelajaran cenderung berpusat kepada guru (Teacher center). Padahal pendidikan IPA, banyak materi pelajaran yang pembelajrannya menggunakan metode eksperimen atau demontrasi dengan mencatat keterlibatan siswa (student center).
     Kenyataan dilapangan, para guru jarang menggunakan LKS dalam pembelajaran IPA karena mereka jarang melakukan pembelajaran IPA menggunakan metode demontrasi, walaupun menggunakan metode demontrasi tetapi tidak didukung oleh LKS. Biasanya dilakukan secara spontanitas tanpa persiapan, petunjuk dan langkah-langkah yang benar, dan tepat, sehingga pembelajaran membosankan bagi siswa dan hasilnyapun kurang memuaskan.
     Alasan para guru jarang menggunakan LKS karena mendapat kesulitan dalam menggunakan LKS. Walaupun dipergunakan kurang mencerminkan proses pembelajaran yang bermakna. Penyebabnya adalah minimnya wawasan guru menguasai berbagai media pembelajaran, serta menguasai berbagai macam keterampilan proses dan pembelajaran IPA.
     Penggunaan LKS kurang berfungsi secara tepat Para guru masih ada yang beranggapan bahwa LKS adalah sebagai salah satu alat evaluasi. Inilah persepsi yang harus di luruskan. Jadi, LKS bukanlah alat evaluasi tetapi sebagai salah satu alat bantu pembelajaran.
     LKS sebagai alat bantu pembelajaran, dikemukakan Darmodjo (1992:40) bahwa "LKS merupakan satu alat bantu mengajarkan yang berorientasi pada keterampilan proses yang dimaksudkan untuk mengaktifkan siswa dalam pembelajaran serta membantu siswa mengembangkan konsep-konsep IPA".
     Para guru SD Negeri Simpang Kecamatan Bantarkalong Kabupaten Tasikmalaya pada waktu pembelajaran IPA kebanyakan menggunakan sistem pembelajaran klasik tanpa menggunakan LKS. Sehingga terkesan monolog dan verbal. Hal ini dapat menimbulkan daya pikir dan kreativitas siswa tidak berkembang dengan sempurna, sehingga kualitas pembelajaran akan menurun.
     Pembelajaran IPA di Kelas V yang dilakukan dengan pembelajaran klasikal pada saat ujian akhir semester, nilai ulangan mereka rata-rata tidak mencapai 60,00. Ini menunjukan kualitas pembelajaran IPA belum memuaskan. Hal ini diakibatkan karena dalam proses pembelajaran tidak menggunakan LKS. Juga tidak ditunjang dengan penggunaan metode demontrasi, sehingga hasil pembelajaran hanya mencapai aspek kognitif saja.

B.     Identifikasi dan Rumusan Masalah
Identifikasi Masalah
     Sehubungan dengan latar belakang masalah tersebut, maka para guru di SD Negeri Simpang khususnya guru kelas V berhadapan dengan masalah baku : pembelajaran dengan menggunakan LKS belum tepat, metode demontrasi sering digunakan oleh guru belum mampu menghasilkan pembelajaran IPA yang efektif. Hal ini ditunjukkan oleh kenyataan bahwa waktu belajar siswa dalam kelas masih banyak terbuang, kegiatan siswa yang berhubungan dengan keterampilan proses atau kerja ilmiah masih sangat rendah, dan hasil belajar penguasaan konsep pun masih belum mencapai standar keberhasilan yang ditetapkan.
     Mengahadapi kenyataan ini guru mencoba melakukan introsfeksi dengan cara berpikir, mencermati, mengevaluasi dan merefleksi aspek-aspek pengalaman dirinya saat menggunakan LKS dalam metode demontrasi. Hasil introspeksi tersebut antara lain guru merasa dan mengakui bahwa penggunaan LKS dalam metode demontrasi selama ini tidak ditunjang dengan bekal, wawasan, persiapan, dan alat penunjang yang memadai.

     Misalnya guru belum pernah mematangkan persiapan penggunaan teknik bertanya yang sangat diperlukan untuk metode demontrasi. Guru juga belum pernah merancang dan menggunakan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang cocok untuk kegiatan siswa pada saat mengikuti demontrasi guru.
     Dari hasil identifikasi tersebut tertarik untuk melakukan uji coba atau kaji tindak penggunaan metode demontrasi yang di tunjang oleh fasilitas pendukung yang dipersiapkan dengan matang. Agar pelaksanaanya lebih terprogram, terarah dan terkontrol maka kegiatan kaji tindak ini akan dilakukan dalam bingkai Penelitian Tindakan Kelas (PTK).

Perumusan Masalah
     Bertolak dari latar belakang masalah tersebut diatas, serta hasil refleksi awal peneliti untuk menjembatani antara tuntutan kurikulum dengan kondisi objektif di lapangan saat ini, maka peneliti memandang bahwa yang menjadi masalah prioritas adalah perlunya mengelola pembelajaran IPA dengan menggunakan Lembar Kerja Siswa pada model demontrasi untuk meningkatkan keterampilan siswa mengkomunikasikan hasil pengamatan di kelas V SD Negeri Simpang. Dengan itu pembelajaran IPA di Kelas V Sekolah Dasar Negeri Simpang dapat memenuhi standar yang ditetapkan kurikulum 2006, yaitu memperoleh keyakinan terhadap keberadaan Tuhan Yang Maha Esa, mengembangkan pengetahuan dan konsep-konsep IPA, sikap ilmiah, mengembangkan keterampilan proses, meningkatkan kesadaran, memperoleh bekal pengetahuan, kosep dan keterampilan IPA. Berdasarkan hal itu maka masalah yang menjadi prioritas adalah sebagaimana dinyatakan dalam rumusan umum pertanyaan peneliti Bagaimanakah menggunakan LKS dalam metode demontrasi untuk mengingkatkan hasil pengamatan pada pembelajaran IPA di Kelas V Sekolah Dasar Negeri Simpang ?
     Lebih khusus rumusan masalah peneltian dirinci  sebagai      berikut:
a.       Bagaimanakah perencanaan pembelajaran dengan menggunakan Lembar Kerja Siswa dan metode demontrasi pada pembelajaran IPA di kelas V Sekolah Dasar Negeri Simpang Kecamatan Bantarkalong Kabupaten Tasikmalaya?
b.      Bagaimana proses pembelajaran dengan menggunakan Lembar Kerja Siswa dan metode demontrasi pada pembelajaran IPA di kelas V Sekolah Dasar Negeri Simpang Kecamatan Bantarkalong Kabupaten Tasikmalaya ?
c.       Bagaimana  keterampilan  mengkomunikasikan hasil pengamatan siswa pada pembelajaran IPA di kelas V Sekolah Dasar Negeri Simpang Kecamatan Bantarkalong Kabupaten Tasikmalaya setelah menggunakan LKS dan metode demontrasi ?
     Masalah penelitian dibatasi dalam hal-hal yang berkaitan dengan penggunaan Lembar Kerja Siswa dan metode demontrasi pada pembelajaran IPA di kelas V Sekolah Dasar Negeri Simpang Kecamatan Karangnunggal Kabupaten Tasikmalaya semester 2 topik pesawat sederhana.
C.    Pemecahan Masalah
     Permasalah tentang bagaimana penggunaan LKS dalam metode demontrasi pada pembelajaran IPA di Kelas V Sekolah Dasar Negeri Simpang akan dilaksakan melalui serangkaian pembelajaran pada topik pesawat sederhana. Pembelajaran tersebut akan dilaksanakan dalam bentuk kegiatan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Kelas yang akan digunakan adalah kelas V, hal ini dilakukan mengingat peneliti bertugas sebagai guru di kelas tersebut sehingga situasi, kondisi dan keperluan di lapangan sudah dikenal dengan baik.
           Tindakan pemecahan masalah secara garis besar meliputi:
1.        Meningkatkan kemampuan guru membuat LKS yang cocok untuk keperluan metode demonstrasi pada pembelajaran IPA di kelas V.
2.        Meningkatkan kemampuan guru membuat silabus pembelajaran IPA di kelas V dengan menggunakan LKS dalam metode demonstrasi.
3.        Meningkatkan kemampuan guru mengelola perkembangan IPA di kelas V dengan menggunakan LKS dalam metode demonstrasi.
4.        Meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA di kelas V dengan menggunakan LKS dan metode demontrasi.
5.        Meningkatkan kerja ilmiah (keterampilan proses) siswa pada pembelajaran IPA di Kelas V melalui penggunaan LKS dalam metode demontrasi.

D.    Tujuan Penelitian
     Sasaran utama yang diharapkan sebagai tujuan dari kegiatan penelitian tindakan kelas ini adalah meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA di Kelas V Sekolah Dasar Negeri Simpang Kecamatan Bantarkalong Kabupaten Tasikmalaya, sehingga dapat memenuhi standar kurikulum khususnya pada topik pesawat sederhana. Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1.         Meningkatkan kemampuan guru merancang pembelajaran dalam mengiplementasikan LKS dalam metode demontrasi pada pembelajaran IPA topik pesawat sederhana.
2.         Meningkatkan kemampuan guru melakukan proses pembelajaran dalam menginplementasikan LKS dalam metode demontrasi pada pembelajaran IPA topik pesawat sederhana.
3.         Meningkatkan keterampilan siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri Simpang dalam pembelajaran IPA topik pesawat sederhana. Setelah implementasikan LKS dalam metode demontrasi.
4.         Menindak lanjuti faktor pendukung dan penghambat pelaksanan implementasi LKS dalam metode demontrasi pada pembelajaran IPA topik pesawat sederhana, di kelas V Sekolah Dasar Negeri Simpang.
 
E.     Manfaat Penelitian
     Dilaksanakannya kegiatan penelitian tindakan kelas ini diharapkan dapat memberikan manfaat atau kontribusi sebagai berikut:
1.         Manfaat Teoritis
Melalui kegiatan penelitian ini diperoleh aturan-aturan yang lebih realistis dan aplikatif untuk keperluan optimalisasi penggunaan metode demontrasi pada pembelajaran IP A di Sekolah Dasar. Aturan dan model tersebut dapat dijadikan perbandingan dan pertimbangan bagi guru-guru lainnya yang akan menggunakan metode demontrasi pada kelas dan mata pelajaran yang berbeda.
2.         Manfaat Praktis
Penelitian ini memberikan pengalaman langsung kepada guru kelas untuk memecahkan permasalahan secara terencana dan sistematis yang terkait dengan pembelajaran IPA di Sekolah Dasar khususnya di Sekolah Dasar Negeri Simpang.
3.         Manfaat Kelembagaan
Secara kelembagaan adalah mengembangkan fungsi lembaga pendidikan dalam mewujudkan pengelolaan kurikulum berbasis sekolah, antara lain merintis pelaksanaan pembelajaran yang ada benar-benar merujuk kepada kondisi dan kompetensi realistik sekolah yang bersangkutan.

BAB II
LANDASAN TEORI

A.    Pengertian dan Dimensi Umum Pendidikan
Cara pandang guru terhadap hakikat (esensi dan karakteristik) pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) akan sangat mempengaruhi profil pembelajaran IPA yang diselenggarakan guru bersama siswa. Oleh karenanya pemahaman yang benar tentang karekteristik pendidikan IPA mutlak diperlukan guru. Karakteristik tersebut sekurang-kurangnya meliputi pengertian dan dimensi (ruang lingkup) pendidikan IPA.
IPA secara sederhana didefinisikan sebagai ilmu tentang fenomena alam semesta. Dalam kurikulum pendidiklan dasar terdahulu (1994) dijelaskan pengertian IPA sebagai hasil kegiatan manusia berupa pengetahuan, gagasan, dan konsep yang terorganisasi tentang alam sekitar, yang diperolwh dari pengalaman melalui serangkaian proses ilmiah antara lain penyelidikan, penyusunan dan pengujian gagasan-gagasan. Sedangkan dalam kurikulum 2004 IPA diartikan sebagai cara mencari tahu secara sistematis tentang alam semesta.
Menurut Handro dan Jenny (1993:3) dengan mengutip ucapan Einstein : “Science is the attempt to make the chaotic diversity of our sense experience correspond to a logically uniform system of thought,” mempertegas bahwa IPA merupakan suatu bentuk upaya yang membuat berbagai pengalaman menjadi suatu system pola berfikir yang logis tertentu, yang dikenal dengan istilah pola berfikir ilmiah.
Untuk membahas hakikat IPA, ada beberapa hal yang perlu diperhatiakn sebagaimana dikemukakan oleh Hardy & Fleer (1996:15-16) memungkinkan para guru memahami IPA dalam perspektif lebih luas. Menurut mereka, sekurang-kurangnya ada tujuh ruang lingkup pemahaman IPA sebagai berikut.
1.      IPA sebagai kumpulan pengetahuan. IPA sebagai kumpulan pengetahuan mengacu pada kumpulan berbagai konsep IPA yang sangat luas. IPA dipertimbangkan sebagai akumulasi berbagai pengetahuan yang telah ditemukan sejak zaman dahulu sampai penemuan pengetahuan yang sangat baru. Pengetahuan tersebut berupa fakta, teori, dan generalisasi yang menjelaskan alam.
2.      IPA sebagai suatu proses penelusuran  (investigasi). IPA sebagai suatu proses penelusuran umumnya merupakan suatu pandangan yang menghubungkan gambaran IPA yang berhubungan erat dengan kegiatan laboratorium serta perangkatnya. Dalam kategori IPA dipandang sebagai sesuatu yang memiliki disiplin yang ketat, objektif, dan suatu proses yang bebas nilai.
3.      IPA sebagai kumpulan nilai. IPA sebagai kumpulan nilai berhubungan erat dengan penekanan IPA  sebagai proses. Bagaimanapun juga, pandangan ini menekankan pada aspek nilai ilmiah yang melekat pada IPA. Ini termasuk di dalamnya nilai kejujuran, rasa ingin tahu, dan keterbukaan.
4.      IPA sebagai cara untuk mengenal dunia. Proses IPA dipengaruhi oleh cara di mana orang memahami kehidupan dan dunia di sekitarnya. IPA dipertimbangkan sebagai suatu cara di mana manusia mengerti dan memberi makna pada dunia di sekeliling mereka, selaian itu juga merupakan salah satu cara untuk mengetahui dunia beserta isinya dengan segala keterbatasannya.
5.      IPA sebagai institusi social. Ini berarti bahwa IPA dipandang sebagai kumpulan para professional, yang melalui IPA mereka didanai, dilatih dan diberi penghargaan akan hasil karya. Para ilmuawan ini sangat terikat dengan kepentingan institusi, pemerintah, politik, bahkan militer.
6.      IPA sebagai hasil konstruksi manusia. IPA merupakan penemuan dari suatu kebenaran ilmiah mengenai hakikat semesta alam. Pengetahuan ilmiah ini adalah IPA merupakan konstruksi pemikiran manusia. Oleh karenanya, dapat saja apa yang dihasilkan IPA memiliki sifat bias dan sementara.
7.      IPA sebagai bagian dari kehidupan sehari-sehari. Orang menyadari bahwa apa yang dipakai dan digunakan untuk pemenuhan kebutuhan hidup sangat dipengaruhi oleh IPA. Bukan saja pemakaian berbagai jenis produk teknologi sebagai hasil investigasi dan pengetahuan, melainkan pula cara bagaimana orang berfikir mengenai situasi sehari-hari sanagt kuat dipengaruhi oleh pendekatan ilmiah (scientific approach).
Berdasarkan hasil analisis terhadap berbagai paparan para pakar tentang ruang lingkup IPA sebagaimana dilakukan oleh T. Sarkim (1998:126) maka hakikat pendidikan IPA  dapat dikategorikan kedalam tiga dimensi yaitu: dimensi produk, dimensi proses, dan dimensi sikap. Dimensi produk meliputi konsep-konsep, prinsip-prinsip, hokum-hukum, dan teori-teori di dalam IPA yang merupakan hasil rekan manusia dalam rangka memahami dan menjelaskan alam bersama dengan berbagai fenomena yang terjadi di dalamnya. Produk IPA diperoleh berdasarkan fakta dan data yang telah teruji melalui serangkaian eksperimen dan penyelidikan.
Fakta adalah fenomena alam yang berhasil diobservasi tetapi masih memungkinkan adanya perbedaan persepsi di antara pengamat (pelaku observasi). Fakta yang dipersepsi sama oleh setiap observer disebut data. Bertumpu pada  sekumpulan data sahih itulah suatu fenomena alam diabstraksikan ke dalam bentuk konsep. Secara sederhana ada tiga jenis konsep :konsep teramati, konsep terdefinisi, dan konsep menyatakan hubungan. Kursi dan ruang kelas adalah contoh konsep teramati. Kita dapat memahaminya semata-mata dengan menyaksikan bentuk konkretnya, dan bukan mendefinisikanny. Energi, medan, suhu adalah konsep yang terdefinisi. Sedangkan rumus-rumus dan matematiak adalah konsep menyatakan hubungan. Carin & Sund (1989:4) mengajukan tiga kriteria bagi suatu produk IPA yang benar. Ketiga kriteria tersebut adalah : (1) mampu menjelaskan fenomena yang telah diamati atau telah terjadi; (2) mampu memprediksi peristiwa yang akan terjadi; (3) mampu diuji dengan eksperimen sejenis.
Dimensi proses, yaitu metode  memeperoleh pengetahuan, yang disebut dengan metode ilmiah. Metode ini dalam IPA sekarang merupakan gabungan antara metode induksi dan metode deduksi. Metode gabungan ini merupakan kegiatan beranting antara induksi dan deduksi, dimana seorang peneliti mula-mula menggunakan metode induksi dalam menghubungkan pengamatan dengan hipotesis. Kemudian, secara deduksi hipotesis ini dihubungkan dengan pengetahuan yang ada untuk melihat kecocokan dan implikasinya. Setelah melelwati berbagai perubahan yang dinilai perlu, hipotesis ini kemudian diuji melalui serangkaian data yang dikumpulkan secara empiris. Metode ilmiah dalam proses IPA memiliki kerangka dasar prosedur yang dapat dijabarkan dalam enam langkah : (1) sadar akan adanya masalah dan merumuskan masalah; (2) pengamatan dan pengumpulan data  yang relevan; (3) pengklasifikasian data; (4) perumusan hipotesis; (5) pengujian hipotesis; dan (6) melakukan generalisasi.
Pada tahap-tahap tersebut terdapat aktivitas-aktivitas yang secara umum biasa dilakukan oleh para penelitim, yang dieknal dengan keterampilan proses, yaitu : melakukan observasi, mengukur, memprediksi, mengklasifikasi, membandingkan, menyimpulkan, merumuskan hipotesis, melakukan eksperimen, menganalisis data, dan mengkomunikasikan hasil penelitian. Dalam pengajaran IPA aspek proses ini muncul dalam bentuk kegiatan belajar mengajar. Ada tidaknya aspek proses ini sangat bergantung pada guru.
Wynne Harlen (1987) dalam Teaching ang Learning Premary Science menjelaskan sembilan sikap ilmiah yang harus dikembangkan sejak dini pada siswa  sekolah dasar. Pengembangan sikap ilmiah ini bukan melalui ceramah , melainkan dengan memunculkan ketika siswa terlibat dalam kegiatan pemecahan masalah. Kesembilan sikap tersebut adalah : sikap ingin tahu (curiousity), sikap ingin mendapatkan sesuatu yang baru (originality), sikap kerja sama (cooperation), sikap tidak putus asa (perseverance), sikap terbuka untuk menerima (open-mindedness), sikap mawas diri (self critism), sikap bertanggung jawab (responsibility), sikap berfikir bebas (independence in thinking), sikap kedisiplinan diri (self discipline)
Dari keseluruhan uraian tentang hakikat IPA di atas, sekiranya cukup jelas bahwa pendidikan IPA bukan sekedar berisi rumus-rumus dan teori-teori melainkan suatu proses ilmiah dan sikap ilmiah untuk mendapatkan konsep-konsep ilmiah tentang alam semesta.

B.     IPA dalam Kurikulum 2006 (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)
Menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), pendidikan IPA di sekolah dasar (SD) secara eksplisit berupa mata pelajaran mulai diajarkan dari kelas III sampai dengan kelas VI. Sedangkan di kelas I s/d II terintegrasi bersama mata pelajaran lainnya, terutaman dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia melalui pemebelajaran tematik. Dalam KTSP ditegaskan pengertian IPA sebagai cara mencari tahu tantang alam semesta secara sistematis sehingga IPA bukan hanya penguasaan konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja, tatpi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA di SD dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari dirinya sendiri dan alam sekitarnya, serta proses pembelajarannya mengarah pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi ajar.

Pendidikan IPA menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung. Dalam pembelajaran tersebut siswa difasilitasi untuk mengembangkan sejumlah keterampilan proses (keterampilan atau kerja ilmiah) dan sikap ilmiah dalam memperoleh pengetahuan ilmiah tentang dirinya dan alam sekitar. Keterampilan proses ini meliputi: keterampilan mengamati dengan seluruh indera; keterampilan menggunakan alat dan bahan secara benar dengan selalu mempertimbangkan keselamatan kerja; mengajukan pertanyaan; menggolongkan data; menafsirkan data; mengkomunikasikan hasil temuan secara beragam, serta menggali dan memilah informasi factual yang relevan  untuk menguji gagasan-gagasan atau memecahkan masalah sehari-hari. Pada prinsipnya,pembelajaran IPA harus dirancang dan dilaksanakan sebagai cara ‘mencari tahu’ dan cara ‘mengerjakan/melakukan’ yang dapat membantu siswa memahami fenomena alam secara mendalam (Depdiknas, 2004:3)
1.      Fungsi dan Tujuan Pendidikan IPA
      Mata pelajaran IPA di SD dan MI berfungsi untuk menguasai konsep dan manfaat IPA dalam kehidupan sehari-hari serta untuk melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau Madrasah Tsanawiyah (MTs), serta bertujuan : (a) menanamkan pengetahuan dan konsep-konsep IPA yang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari; 
(b) menanamkan rasa ingin tahu dan sikap positif terhadap IPA dan teknologi; (c) mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan; (d) ikut serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan alam; (e) mengembangkan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat; dan (f) menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.
     Secara global dimensi yang hendak dicapai oleh serangkaian tujuan kurikuler pendidikan IPA dalam kurikulum pendidikan dasar adalah mendidik siswa agar memahami konsep IPA, memiliki keterampilan ilmiah, bersikap ilmiah dan religius. Keilmiah danm transcendental pendidikan IPA sebagaimana dipaparkan di atas sudah barang tentu tidak serta merta dapat dicapai oleh materi pelajaran IPA, melainkan oleh cara melibatkan siswa ke dalam kegiatan di dalamnya (Galton & Harlen, 1990:2). Dengan demikian pengertian, karakteristik dan tujuan pendidikan IPA SD pada KTSP menuntut proses belajar-mengajar IPA yang tidak terlalu akademis dan lebih-lebih sekedar verbalistik semata.
2.      Ruang Lingkup (dimensi) Mata Pelajaran IPA
Ruang lingkup mata pelajaran IPA di SD menurut Kurikulum 2006 meliputi dua dimensi. Paparan kedua dimensi tersebut adalah sebagai berikut .
a.       Kerja ilmiah yang mencakup :
1). Penyelidikan/Penelitian
Siswa menggali pengetahuan yang berkaitan dengan alan dan produk teknologi melalui refleksi dan analisis untuk merencanakan, mengumpulkan, mengolah dan menafsirkan data, mengkomunikasikan kesimpulan, serta menilai rencana prosedur dan hasilnya.
2). Berkomunikasi Ilmiah
Siswa mengkomunikasikan pengetahuan ilmiah hasil temuan dan kajiannya kepda berbagai kelompok sasaran untuk berbagtai tujuan.
3). Pengembangan Kreatifitas dan Pemecahan Masalah
Siswa mampu berkreatifitas dan memecahkan masalah serta membuat keputusan dengan menggunakan metode ilmiah.
4). Sikap dan Nilai Ilmiah
Siswa mengembangkan sikap ingin tahu, tidak percaya tahayul, jujur dalam menyajikan data factual, terbuka pada pikiran dan gagasan barum kretif dalam menghasilkan karya ilmiah, peduli terhadap makhluk hidup dan lingkungan, tekun dan teliti.
b.      Pemahaman Konsep dan Penerapannya, yang mencakup :
1). Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan;
2). Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat, dan gas;
3). Energi dan perubahannyameliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana;
4). Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya,dan benda-benda langit lainnya;
5). Sains, lingkungan, Teknologi, dan Masyarakat (salingtemas) merupakan penerapan konsep IPA dan saling berkaitan dengan lingkungan, teknologi dan masyarakat melalui pembuatan suatu karya teknologi sederhana termasuk merancang dan membuat.
c.  Kompetensi Pendidikan IPA
     Kompetensi yang merupakan penjabaran dari tujuan pendidikan nasional dalam KTSP diartikan oleh Pusat Balitbang Depdiknas sebagai ‘pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak’. Pembelajaran IPA dirancang, dioperasionalkan, dan dievaluasi dengan berorientasi pada pencapaian kompetensi tertentu oleh siswa. Kompetensi tersebut antara lain kompetensi rumpun mata palajaran (standar kompetensi kajian) dan standar kompetensi mata pelajaran.
     Kompetensi Rumpun Mata Pelajaran IPA berkaitan dengan pencapaian kompetensi yang meliputi kerja ilmiah dan penguasaan konsep yakni pemahaman dan penerapannya. Sedangkan Standar Kompetensi mata pelajaran IPA di SD/MI adalah :
1). Mampu bersikap ilmiah dengan penekanan pada sikap ingin tahu, bertanya, bekerjasama, dan peka terhadap makhluk hidup danlingkungan.
2). Mampu menterjemahkan perilaku alam tentang diri dan lingkungan di sekitar rumah dan sekolah.
3). Mampu memahami proses pembentukan ilmu dan melakukan inkuiri ilmiah melalui pengamatan dan sekali-kali melakukan penelitian sederhana dalam lingkup pangalamannya.
4). Mampu memanfaatkan IPA dan merancang atau membuat produk teknologi sederhana dengan menerapkan prinsip IPA dan mampu mengelola lingkungan di sekitar rumah dan sekolah serta memiliki saran atau usul untuk mengatasi dampak negative teknologi di sekitar rumah dan sekolah.

C.    Rambu-rambu Mengajarkan IPA di SD
Pembelajaran IPA sebagai media pengembangan potensi siswa SD seharusnya didasarkan pada karakteristik psikologis anak; memberikan kesenangan bermain dan kepuasan intelektual bagi mereka dalam membongkar misteri, seluk beluk dan teka-teki fenomena alam di sekitar dirinya; mengembangkan potensi saintis yang  terdapat dalam dirinya; memperbaiki konsepsi mereka yang masih keliru tentang fenomena alam; sambil membekali keterampilan dan membangun konsep-konsep baru yang dikuasainya. Selain itu penilaian dalam pengajaran sains harus dilakukan dengan menggunakan system penilaian (asesmen) yang adil, proporsional, transparan, dan komprehensif bagi setiap aspek proses hasil belajar siswa.
Berdasarkan jenjang dan karakteristik perkembangan intelektual siswa SD maka penyajian konsep dan keterampilan dalam pembelajaransains harus dimulai dari nyata (konkrit) ke abstrak; dari mudah ke sukar; dari sederhana ke rumit, dan dari dekat ke jauh. Dengan kata lain, mulailah dari apa yang ada mengoptimalkan suasan bermain tersebut dalam kelas sehingga menjadi media yang efektif untuk membelajarkan siswa dalam IPA. Tidak boleh terjadi, pembelajaran IPA di SD justru mengabaikan  apalagi menghilangkan dunia bermain anak.
Pembelajaran IPA akan berlangsung efektif jika kegiatan belajar mengajarnya mampu mencitrakan kepada siswa bahwa kelas adalah tempat untuk bermain, aman dari segala bentuk ancaman dan hambatan psikologis, serta memfasilitasi siswa untuk secara lugas mengemukakan dan mencoba ide-idenya.
Disamping pemahaman dan pengimplementasian karakteristik psikologis siswa pada pada pembelajaran IPA, kejelasan wawasan guru tentang ruang lingkup IPA juga sangat menentukan kualitas pengajaran IPA di Sekolah Dasar.
Menurut Connor (dalam Rowe, M.B., 1990:6) cakupan pendidikan IPA untuk pendidikan dasar harus berorientasi pada empat hal: (1) Personalneeds: menyiapkan individu yang mampu menggunakan IPA bagi peningkatan tarap hidup dan menghadapi perkembangan tekonologi; (2) Social Issues: menanamkan tanggung jawab terhadap isu-isu social yang berkaitan dengan IPA; (3) Career Education Awareness: menanamkan kesadaran akan sifat dan ruang lingkup IPA   yang berhubungan dengan pengembangan bakat dan minat; (4) Academic Preparation: memberi landasan bagi siswa yang akan mendalami IPA secara akademik dan professional.
Connor (1990:7) berkesimpulan pendidikan IPA untuk sekolah dasar harus secara konsisten berorientasi pada: (a) pengembangan keterampilan proses, (b) pengembangan konsep, (c) aplikasi, dan (d) isu social yang berdasar pada sains. Sedangkan Carin & sund (1989:16) memberikan arahan bagaimana semestinya IPA diajarkan pada pendidikan dasar termasuk SD, yaitu (a) menyiapkan siswa agar dapat menggunakan IPA dan teknologi dalam memahami dan memperbaiki kehidupan sehari-hari, (b) menyiapkan siswa agar dapat menggunakan IPA dan teknologi dalam menghadapi isu-isu social yang berhubungan dengan IPA, (c) menanamkan ke dalam diri siswa keingintahuan akan alam sekitar, serta dapat memahami penjelasan-penjelasan ilmiah tentang fenomena alam, (d) menanamkan kesadaran dan pengertian akan hakikat IPA sebagai program internasional, dan (e) menanamkan pengertian akan adanya hubungan yang erat antara IPA dan teknologi.
Hal lain yang juga penting disadari oleh para guru adalah bahwa pendidikan IPA di SD tidak boleh lepas dari pendidikan teknologi. Jika pendidikan IPA terutama ditujukan untuk mendorong siswa agar mampu menjelaskan hasil observasi mengenai lingkungan sekitar; maka nilai tambah terhadap benda yang lingkungan serta cara-cara berurusan dengan kehidupan moderen yang kompleks. Keberhasilan menghubungkan pendidikan IPA dengan pendidikan teknologi dapat meningkatkan dan mengembangkan proses berpikir yang meliputi keterampilan mengumpulkan informasi, memecahkan masalah, serta mengambil keputusan (Horsley, 1990 dalam Edi Hendri, 2006:36).
Sehubungan dengan keterkaitan antara pendidikan IPA, teknologi lingkungan, dan masyarakat (salingtemas) ( Standar Kompetensi Mata Pelajaran Sains Kurikulum 2004 (Depdiknas, 2004:24) menjelaskan:
Sains (IPA) terdapat di dalam teknologi, lingkungan, dan masyarakat. Sains diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan. Penerapan Sains perlu dilakukan seara bijaksana agar tidak berdampak buruk terhadap lingkungan. Penekanan pembelajaran salingtemas diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan konsep sains dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana. Sub aspek salingtemas yang perlu dipelajari siswa adalah: (1) mengidentifikasi kebutuhan dan kesempatan, (2) merancang dan membuat produk teknologi berdasarkan ciri-ciri makhluk hidup, sifat dan struktur benda, konsep gaya beserta karakeristiknya, dan perubahan yang terjadi pada bumi dan system tata surya , dan (3) memperbaiki produk teknologi yang ramah lingkungan dan masyarakat.

Literasi IPA dan teknologi serta peran keduanya dalam lingkungan dan masyarakat sangat penting dan mendesak untuk diperkenalkan sejak tingkat pendidikan dasar agar peserta didik terbiasa untuk cepat tanggap terhadap situasi lingkungan dan masyarakat serta terampil menyelesaikan masalah dengan menggunakan konsep-konsep yang telah dipelajari melalui pendidikan. Untuk itu dituntut kemampuan guru dalam mengemas pembelajaran IPA sehingga membentuk konfigurasi yang bermakna yang mengkaitkan antara materi IPA, keterampilan teknologi dan isu-isu ilmiah yang berada dilingkungan masyarakat.
Pada buku Pedoman Belajar Mengajar di Sekolah Dasar (Depdiknas, 1994:33) dicantumkan enam prinsip (azas) pengembangan dan operasional pembelajaran bagi para guru SD. Prinsip-prinsip tersebut adalah:
1.Mengacu pada tujuan; yang harus relevan antara tujuan kurikuler, tujuan instruksional dan pelaksanaan pembelajaran;
2.Keluwesan dalam hal penyesusaian waktu, penggunaan pendekatan dan metode mengajar, penggunaan sarana dan sumber belajar, dan urutan bahan pelajaran dalam satu caturwulan;
3.Kesesuaian dalam hal tingkat usia, tingkat pemahaman, dan keadaan daerah siswa;
4.Keseimbangan antara bahan pelajaran teoritis dan kegiatan-kegiatan nyata serta pengembangan sikap dan nilai.
5.Kesinambungan bahan pelajaran, baik antar tingkat/kelas di SD maupun antara SD dan SLTP.
6.Belajar aktif dan koperatif baik secara mental, fisik, maupun social.  
Guru pengajar IPA yang amanah dan professional dituntut untuk mampu mengolaborasi keenam prinsip di atas dalam kegiatan belajar mengajar IPA di  kelas. Tujuan pembelajaran yang disusun, metode yang dipilij, materi pelajaran dan strategi pembelajaran yang dikembangkan, serta evaluasi yang digunakan, satu sama lainharus saling bertautan dengan serta bersumber dari Kompetensi Umum, Kompetensi Dasar, Materi Pokok dan Indikator Pencapaian Hasil Belajar sebagaimana tercantum pada kurikulum Mata Pelajaran IPA SD.
Sebagai contoh, jika dalam kurikulum tertulis Kompetensi Dasar: “Mengidentifikasi ciri-ciri umum makhluk hidup dan kebutuhannya” maka tujuan pembelajaran yang dirumuskan harus menggambarkan aktifitas siswa melakukan pengidentifikasian ciri-ciri mkhluk hidup dan makhluk tak hidup, mengklasifikasikan jenis-jenis hewan dan tumbuhan dalam mempertahankan hidupnya. Metode pembelajaran untuk topik tersebut harus metode eksperimen, sedangkan evaluasi hasil belajar di samping menggunakan tes penguasaan konsep, semestinya juga disertai dengan penilaian kinerja (assessment performance) yaitu penilaian proses dan produk (karya) siswa melalui kegiatan praktikum.
Dengan mengkaji Kurikulum 2004 diperoleh rambu-rambu  pembelajaran IPA sebagai berikut.
1.     Bahan kajian IPA untuk kelas I dan II tidak diajarkan sebagai mata pelajaran yang berdiri sendiri, tetapi diajarkan secara tematis.
2.     Aspek kerja ilmiah bukanlah bahan ajar, melainkan cara untuik menyampaikan bahan pembelajaran. Oleh karena itu aspek kerja ilmiah terintegrasi dalam kegiatan pembelajaran. Pemilihan kegiatan dalam aspek ini disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak artinya tidak perlu mengikuti seluruh aspek pada setiap kegiatan. Aspek kerja ilmiah tersebut disusun bergradasi untuk kelas I dan II, kelas III dan IV, serta kelas V dan VI.
3.     Pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran IPA berorientasi pada siswa. Peran guru bergeser dari menentukan “apa yang akan dipelajari” ke “bagaimana menyediakan dan memperkaya pengalaman belajar siswa”. Pengalaman belajar diperoleh melalui serangkain kegiatan untuk mengeksplorasi lingkungan melalui interaksi aktif dengan teman, lingkungan, dan nara sumber lain.
4.     Pemberian pengalaman belajar secara langsung sangat ditekankan melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan prose dan sikap ilmiah dengan tujuan untuk memahami konsep-konsep dan mampu memcahkan masalah. Keterampilan proses yang digunakan dalam IPA antara lain: mengamati, menggolonmgkan, mengukur, menggunakan alat, mengkomunikasikan hasil melalui berbagai cara seperti lisan, tulisan, dan diagram; Menafsirkan, memprediksi, melakukan percobaan. Agar mampu “bekerja secara ilmiah” para siswa perlu ditanamkan sikapsikap berikut: rasa ingin tahu, bekerja sama secara terbuka, bekerja keras dan cerdas, mengambil keputusan yang bertanggung jawab, peduli terhadap makhluk hidup dan lingkungan. 
5.     Pembelajaran IPA dapat dilakukan melalui berbagai kegiatan seperti pengamatan, pengujian/penelitian, diskusi, penggalian informasi mandiri melalui tugas baca, wawancara nara sumber, simulasi/bermain peran, nyanyian, demonstrasi/peragaan model.
6.     Kegiatan pembelajaran lebih diarahkan pada pengalaman belajar langsung dari pada pengajaran (mengajar). Guru berperan sebagai fasilitator sehingga siswa lebih aktif berperan dalam proses belajar. Guru membiasakan memberi peluang seluas-luasnya agar siswa dapat belajar lebih bermakna dengan memberi respon yang mengaktifkan semua siswa secara positif dan edukatif.
7.     Apabila dipandang perlu, guru diperkenankan mengubah urutan materi asal masih dalam semester yang sama.
8.     Guru dapat memberikan tugas yang perlu dikerjakan serta ditinjau ulang untuk senantiasa menyempurnakan hasil. Tugas poroyek ini diharapkan menyangkut Sains, Lingkungan, Teknologi, dan Masyarakat (Salingtemas) secara nyata dalam konteks pengembangan teknologi sederhana, penelitian dan pengujian, pembuatan kliping, penulisan gagasan ilmiah atau sejenisnya dengna demikian, tujuan pembelajaran untuk masing-masing mata pelajaran serta kompetensi pendidikan yang diharapkan akan tetap tercapai. Tugas proyek hendaknya dikaitkan dengan kompetensi mata pelajaran lain di luar IPA, hal ini untuk menghindari pengelapan. Setiap kompetensi yang berkaitan dengan mata pelajaran lain perlu dinilai dalam kegiatan belajar proyek tersebut.
9.     Penilaian tentang kemajuan belajar siswa dilakukan selama proses pembelajaran. Penilaian tidak hanya dilakukan pada akhir perode tetapi dilakukan secara terintregrasi (tidak terpisahkan) dari kegiatan pembelajaran dalam arti kemajuan dinilai dari proses, bukan hanya hasil (produk). Penilaian IPA dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti tes perbuatan, tes tertulis, pengamatan,kuesioner, skala sikap, portofolio, hasil proyek. Dengan demikian, lingkup penilaian IPA dapat dilakukan baik pada hasil belajar (akhir kegiatan) maupun pada proses perolehan hasil belajar (selama kegiatan belajar). Hasil penilaian dapat diwujudkan dalam bentuk nilai dengan ukuran kuantitatif ataupun dalam bentuk komentar deskriptif kulitatif.  
              
D.    Model Pembelajaran Bermakna, Metode Demonstrasi dan LKS
1.     Model Pembelajaran Bermakna
Model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat dipakai untuk merancang mekanisme suatu pengajaran yang mencakup sumber belajar, subyek pembelajaran, lingkungan belajar dan kurikulum (Joyce et al., 1992:24). Suatu model pembelajaran harus memenuhi empat karakteristik dasar yaitu: sintaks, sistem sosial, prinsip-prinsip reaksi, dan sistem pendukung.
Dengan merujuk kepada Edi Hendri (2002:110) diperoleh penjelasan bahwa sintaks (pemfasean/pentahapan) merupakan penjelasan pengoperasian model. Sintaks ditunjukkan dengan deretan aktivitas yang disebut fase. Sistem sosial merupakan penjelasan tentang peranan guru dan pembelajar. Prinsip-prinsip reaksi menjelaskan bagaimana sebaiknya guru bersikap dan berespon terhadap aktivitas siswa. Adapun sistem pendukung menjelaskan hal-hal yang diperlukan sebagai kelengkapan model selain manusia (guru dan siswa).
Masing-masing model pembelajaran dalam pendidikan IPA memiliki orientasi dan penekanan tersendiri. Namun demikian, jika merujuk kepada tuntutan pedoman Pembelajaran efektif dasri Depdiknas (2003), pembelajaran IPA dengan model apapun selalu berorientasi pada prinsip-prinsip PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Elaboratif, dan Menyenangkan) dengan selalu mempetimbangkan unsur kontekstual yang terkait dengan lingkungan dan peritiwa keseharian. Model pembelajaran demikian dapat dipandang sebagai model pembelajaran alternatif bagi pembelajaran IPA di SD.
Dalam buku pedoman yang sama Depdiknas melalui Pusat Kurikulum Depdiknas (2003) menegaskan Model Pembelajaran Bermakna. Model ini terdiri dari fase-fase pembelajaran seperti digambarkan sebagai berikut.


Gambar 2:1: Bagan Fase Model Pembelajaran Bermakna
( Sumber Edi Hendri, 2006:211)


Masing-masing fase pembelajaran pada model tersebut memiliki fungsi dan tujuan tersendiri sebagai berikut.
Fase Apersepsi (pemanasan). Pada fase awal ini pembelajaran dimulai dengan hal-hal yang diketahui dan dipahami siswa. Pusatkan perhatian siswa. Motivasi siswa ditumbuhkan dengan bahan ajar yang menarik dan berguna bagi siswa. Siswa didorong agar tertarik untuk mengetahui hal-hal yang baru.
Fase eksplorasi (penyeledikan). Pada fase ini topik materi/keterampilan baru diperkenalkan. Kaitkan materti ini dengan pengetahuan yang sudah ada pada siswa. Cari metodelogi yang paling tepat dalam meningkatkan penerimaan siswa akan materi baru tersebut. Beri siswa kesempatan yang memadai untuk mengungkapkan pengetahuan atau keterampilan baru. Bimbing siswa untuk melakukan unjuk kerja, penyelidikan atau pencarian berkenaan dengan topik materi atau keterampilan baru sejauh yang mereka mampu. Pada fase ini peran guru semata-mata hanya sebagai fasilitator bukan sumber ilmu yang mentransfer konsep-konsep kepada siswa. Dapat dikatakan bahwa fase eksplorasi adalah ‘milik siswa’.
Fase Konsolidasi Pembelajaran bisa juga disebut fase pembahasan dan pengembangan hasil eksplorasi. Fase ini ‘milik guru’. Namun demikian guru tetap melibatkan siswa aktif dalam menafsirkan dan memahami materi baru. Melibatkan siswa secara aktif dalam pemecahan masalah. Selain itu sangat dipentingkan melakukan kaitan struktural, yaitu kaitan antara materi ajar baru dengan dengan berbagai aspek kegiatan dan kehidupan di dalam lingkungan. Untuk itu cari metodologi yang paling tepat sehingga materi ajar dapat terproses menjadi bagian dari pengetahuan siswa.

Fase Pembentukan Sikap Dan Perilaku. Pada fase keempat ini siswa didorong untuk menerapkan konsep atau pengertian yang dipelajarinya dalam kehidupan sehari-sehari. Siswa difasilitasi untuk membangun sikap dan perilaku baru dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan pengertian yang dipelajari. Tantangan bagi guru untuk mencari metodologi yang paling tepat agar menjadi perubahan pada sikap dan perilaku siswa.
Penilaian Formatif sebenarnya bukan satu-satunya ciri khusus model pembelajaran bermakna. Penilaian formatif harus selalu dilakukan guru, apapun model pembelajaran yang digunakannya. Dalam pelaksanaannya guru harus mampu mengembangkan cara-cara untuk melihat kelemahan atau kekurangan siswa dan masalah-masalah yang dihadapi guru.
2.                          Metode Demonstrasi
Metode demonstrasi merupakan salah satu metode pengajaran yang sering dibahas dalam metodologi pembelajaran. Untuk memahami kedudukan metode pengajaran dalam sebuah model pembelajaran beberapa istilah terkait dengan hal itu harus dimaknai dengan benar.
Metodologi berasal dari bahasa Latin ”Meta” dan ”Hodos” meta artinya jauh (melampaui), Hodos artinya jalan (cara). Metodologi adalah ilmu mengenai cara-cara mencapai tujuan. Dengan demikian metode dalam mengajar bermakna sebagai cara operasional dari seorang guru untuk mencapai tujuan pengajaran.
Dengan mengutip pendapat sejumlah pakar, (Andrian, 2004:7-9) menjelaskan bahwa mengajar adalah ”suatu rangkaian kegiatan penyampaian bahan pelajaran kepada siswa agar dapat menerima, menanggapi, menguasai dan mengembangkan bahan pelajaran itu”. Dari Tyson dan Caroll (1970; dalam Edi Hendri, 2006:45) dipahami bahwa mengajar ialah a way working with student.....A process of interaction. the teacher does something to student, the student do something in return (mengajar adalah sebuah cara dan sebuah proses hubungan timbal balik antara siswa dan guru yang sama-sama aktif melakukan kegiatan).
Andrian (2004:8-9) mengutip dari Nasution (1986) yang berpendapat bahwa mengajar adalah “suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkan-nya dengan siswa, sehingga terjadi proses belajar”. Sedangkan Tardif (1989), mengajar adalah “any action performance by an individual (the teacher) with the intention of facilitating learning in another individual (the learner)”, yang berarti mengajar adalah perbuatan yang dilakukan seseorang (guru) dengan tujuan membantu atau memudahkan orang lain (siswa) melakukan kegiatan belajar. Menurut Biggs (Andrian, 2004:9), mengajar mengandung tiga macam pengertian yaitu:
a. Pengertian kuantitatif. Mengajar diartikan sebagai “the transmission of knowledge”, yakni penularan pengetahuan. Dalam hal ini guru hanya perlu menguasai bidang studinya dan menyampaikan kepada siswa denga sebaik-baiknya. Masalah berhasil atau tidaknya siswa bukan tanggungnya.
b.Pengertian institusional, yaitu mengajar berarti “the efficient orchestration of teaching skills”, yaitu penataan segala kemampuan mengajar secara efisien. Dalam hal ini guru dituntut untuk selalu siap mengadaptasi berbagai teknik mengajar terhadap siswa yang memiliki berbagai macam tipe belajar serta berbeda bakat, kemampuan dan kebutuhannya.
c. Pengertian kualitatif dimana mengajar diartikan sebagai ”the facilitation of learning”, yaitu upaya membantu memudahkan kgiatan belajar siswa mencari makna dan pemahamannya sendiri.
Dari definisi-definisi mengajar tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa mengajar adalah suatu aktivitas yang tersistem dari sebuah lingkungan yang terdiri dari pendidik dan peserta didik untuk saling berinteraksi dalam melakukan suatu kegiatan sehingga terjadi proses belajar dan tujuan pengajaran tercapai.
Salah satu metode yang relatif sering digunakan guru adalah metode demonstrasi (Demonstration method) Metode demonstrasi adalah metode mengajar dengan cara memperagakan barang, kejadian, aturan, dan urutan melakukan suatu kegiatan, baik secara langsung maupun melalui penggunaan media pengajaran yang relevan dengan pokok bahasan atau materi yang sedang disajikan. Metode demonstrasi dapat juga diartikan metode yang digunakan untuk memperlihatkan sesuatu proses atau cara kerja suatu benda yang berkenaan dengan bahan pelajaran. (Andrian, 2004:12)
Syaiful Bahri Djamarah dalam Edi Hendri (2006:85) mengemukakan manfaat psikologis pedagogis dan kelemahan dari metode demonstrasi. Manfaat tersebut antara lain (a) perhatian siswa dapat dipusatkan, (b) proses belajar siswa lebih terarah pada materi yang sedang dipelajari, (c) pengalaman dan kesan sebagai hasil pembelajaran lebih melekat dalam diri siswa, (d) membantu anak didik memahami dengan jelas jalannya suatu proses atau kerja suatu benda, (e) memudahkan berbagai jenis penjelasan, dan (f) kesalahan-kesalahan yang terjadi dari hasil ceramah dapat diperbaiki melalui pengamatan dan contoh konkret, dengan menghadirkan obyek sebenarnya. Adapun kelemahan metode demonsrtrasi adalah (a) siswa terkadang sukar melihat dengan jelas benda yang akan dipertunjukkan, (b) tidak semua benda dapat didemonstrasikan, (c) sukar dimengerti bila didemonstrasikan oleh guru yang kurang menguasai apa yang didemonstrasikan (Syaiful Bahri Djamarah, 2000).
Edi Hendri (2006: 160) mengemukakan beberapa aspek yang harus dipersiapkan matang oleh guru sebelum melaksanakan metode demonstrasi terutama yang berkaitan denga pengelolaan alat peraga atau media pembelajaran. Aspek-aspek tersebut adalah :
a)      Relevansi alat peraga/media yang digunakan dengan konsep/materi yang diajarkan,
b)      Kesesuaian jumlah dan kelengkapan alat peraga/media denga tuntutan materi pembelajaran,
c)      Proporsi ukuran alat peraga/media yang digunakan sehingga mudah diamati siswa,
d)     Estetika/kerapihan alat peraga/media sehinga menarik bagi siswa,
e)      Keterampilan menggunakan alat peraga/media.
Dengan merujuk kepada karakteristik pembelajaran bermakna dengan strategi PAKEM (Pembelajaran yang menjadikan siswa Aktif dan Kreatif, serta bersifat Elaboratif (luas) dan Menyenangkan) sebagaimana digagaskan oleh Pusat Kurikulum depdiknas, Edi Hendri (2006:160) menjelaskan tugas atau kinerja utama guru dalam memfungsikan alat peraga atau media selama demonstrasi. Menurutnya paling tidak alat peraga/media di tangan guru saat melakukan demonstrasi harus difungsikan untuk:
a)      Memusatkan perhatian siswa
b)      Memotivasi siswa untuk belajar
c)      Membangkitkan keingintahuan siswa
d)     Mengungkap pengetahuan awal siswa
e)      Memperjelas pertanyaan guru
f)       Memperjelas penjelasan konsep
g)      Memperjelas cara kerja/pengetahuan procedural
h)      Memfasilitasi pertanyaan siswa
i)        Memfasilitasi unjuk kerja siswa didepan kelas
j)        Memfasilitasi siswa melakukan Keterampilan Proses Dasar (mengobservasi, mencatat data, melaporkan hasil observasi)
Agar fungsi-fungsi tersebut dapat berjalan efektif sebaiknya penggunaan metode demonstrasi didukung dengan penggunaan Lembar Kerja Siswa (LKS). Jika pada saat guru berdemonstrasi siswa ditugaskan melakukan kegiatan mengisi LKS yang isinya terkait dengan materi demonstrasi guru maka dapat dipastikan bahwa waktu efektif siswa belajar di dalam kelas (on task) akan jauh lebih baik. Dengan demikian kelemahan dan keterbatasan metode demonstrasi dapat diminimalkan.
Lembar Kerja Siswa (LKS) sebagai pendukung metode demonstrasi harus disusun sama halnya dengan LKS pendukung metode lainnya (seperti LKS untuk metode eksperimen), yaitu memperhatikan syarat-syarat LKS yang baik. Darmojo dan Kaligis (1993:41-45) menetapkan 3 syarat LKS yang baik. Ketiga syarat tersebut adalah syarat didaktik, syarat konstruksi, dan syarat teknis.
Pada syarat didaktik, LKS yang baik mengikuti azas-azas pembelajaran yang efektif; misalnya: memperhatikan perbedaan individual; LKS difungsikan sebagai alat membimbing siswa menemukan konsep-konsep (bukan memberitahu atau mengevaluasi siswa); memberikan ragam stimulus agar aktivitas siswa bervariasi (menulis, menggambar, berdiskusi dll); mengembangkan kemampuan interaksi sosial, pengembangan moral dan estetika; serta pengembangan perilaku dan kepribadian.
Syarat konstruksi LKS ialah syarat-syarat yang berkenaan dengan ketepatan penggunaan bahasa, susunan kalimat, kosa kata, dan simbol-simbol yang diterapkan sebagai bahasa LKS. Penggunaan unsur-unsur tersebut harus sangat disesuaikan dengan perkembangan intelektual dan kultural siswa. Adapun syarat teknis LKS masih erat hubungannya dengan syarat konstruksi. Syarat ini berkenaan dengan teknik menampilkan tulisan (huruf), gambar, dan tata letak komponen-komponen LKS.
Penggunaan model dan metode pembelajaran serta LKS disesuaikan dengan kelas dan materi pelajaran. Rancangan penggunaannya disusun dalam suatu rencana pembelajaran atau silabus.        
  
E.  Komunikasi
1.      Pengertian Komunikasi
      Menurut Onong Uchjana dalam bukunya Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek (1990:9) menjelaskan bahwa : Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari kata Latin communicatio, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama, sama di sini maksudnya sama makna.
Menurut Carl I. Hovland dalam Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek (1990:10) mengatakan bahwa komunikasi adalah proses mengubah perilaku orang lain (communication is the process to modify the behavior of other individuals). Sedangkan menurut paradigma Lasswell komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu.

Berdasarkan beberapa pengertian tentang komunikasi diatas, maka dapat dikatakan bahwa seseorang akan dapat mengubah perilaku seseorang, apabila terjadi komunikasi yang komunikatif antara komunikator dan komunikan, selama proses komunikasi. Komunikasi yang dijalin akan berhasil apabila pikiran disampaikan dengan menggunakan perasaan yang disadari, sebaliknya komunikasi akan gagal jika sewaktu menyampaikan pikiran, perasaan tidak terkontrol.
Proses komunikasi dapat berlangsung jika terdapat dua individu yang mempunyai pesamaan tujuan, dan saling bertukar informasi sehingga diantara mereka terjadi pengertian yang mendalam. Dalam prosesnya  penyampaiannya melalui penggunaan simbol-simbol yang diubah baik kedalam bentuk lisan atau tulisan. Diantara kedua individu tersebut minimal harus mengandung kesamaan makna antara dua pihak yang terlibat. Dikatakan minimal karena kegiatan komunikasi tidak hanya informatif dalam artian seseorang harus mengerti, tetapi juga bersifat persuatif, yaitu agar orang lain bersedia menerima suatu paham atau keyakinan melakukan suatu perbuatan atau kekgiatan dan lain-lain.
Pada hakekatnya proses komunikasi merupakan proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan) pikiran bisa merupakan gagasan, informasi, opini, dan lain-lain yang muncul dari benak pikirannya.


2.      Proses Komunikasi
Proses komunikasi terbagi menjadi dua tahap, yaitu secara primer dan secara sekunder.
a.       Proses Komunikasi Secara Primer
Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain  dengan menggunakan lambang (symbol) sebagai media. Lambang sebagai media primer  dalam proses komunikasi adalah bahasa, kiat, isyarat, gambar, warna, dan sebagainya yang secara langsung maupun ”menerjemahkan” pikiran atau perasaan komunikasi kepada komunikan.
b.      Proses Komunikasi Secara Skunder
Proses komunikasi secara sekunder merupakan proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama.
Seorang komunikator menggunakan media kedua untuk melancarkan komunikasinya karena komunikan sebagai sasarannya berada di tempat yang realatif jauh atau jumlahnya banyak. Surat, telepon, faks, surat kabar, majalah, radio. Televisi, film dan lain sebagainya yang sering digunakan dalam komunikasi
3.      Komponen Komunikasi
a). Komunikator,                     b). Pesan,                              e). Efek
c). Media,                                d). Komunikasi, dan
4.      Bentuk Komunikasi
a.      Komunikasi Personal (Personal Communication)
1). Komunikasi Intrapersona (intrapersonal communication)
2). Komunikasi Antarpersona (interpersonal communication)
b.   Komunikasi Kelompok (Group Communication)
1). Komunikasi kelompok kecil (small group communication):
- ceramah (lecture), - diskusi panel (symposium), - forum,               - seminar, dan - curahsaran (brainstorming).
2). Komunikasi kelompok besar (large group communication / public speaking)
c.    Komunikasi Massa (Mass Communication)
1) pers,            2) radio,           3) televisi,dan        4) film.
d.   Komunikasi Medio (Medio Communication)
1) surat,     2) telepon,       3) pamflet,    4) poster, dan  5) spanduk.
5.   Sifat Komunikasi
a. Tatap muka (face- to- face)
b. Bermedia (mediated)
c. Verbal (verbal)
1) lisan (oral),           2). tulisan (written / printed)
d. Nonverbal (non-verbal)
1) kial atau isyarat badaniah (gestural),
2) bergambar (pictorial).

BAB III
METODOLOGI

A.    Metode Penelitian
Menurut Suryasumantri (1988: 328) “Metode Penelitian adalah cara untuk memecahkan suatu permasalahan secara ilmiah, sistematis, logis dan faktual”. Penggunaan suatu metode dalam penelitian ditetapkan berdasarkan tujuan penelitian tersebut. Oleh karenanya “suatu penelitian pada hakekatnya memiliki metode penelitian masing-masing”. Sesuai dengan tujuannya yaitu untuk memperbaiki proses dan hasil pembelajaran mata metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Pelaksanaan metode ini terdiri dari 4 tahapan (fase) yaitu; (1) Perencanaan (Planning), (2) Tindakan (Action), (3) Observasi (Observation), (4) Refleksi (Reflection).
Metode PTK yang dipilih dalam penelitian ini adalah model PTK dari Kemmis dan Mc. Taggart. Model ini sederhana satu kali pembelajaran sama dengan satu siklus. Alasan di pilihnya model ini adalah  sesuai dengan kemampuan guru sebagai peneliti pemula, selain itu PTK yang dilaksanakan  hanya untuk satu pokok bahasan atau satu materi pokok. Satu materi pokok tersebut bisa saja terdiri dari beberapa materi yang diselesaikan dalam beberapa kali tindakan, (Depdikbud, 1999: 21).
Sedangkan bentuk PTK yang dilaksanakan adalah PTK kolaboratif yang melibatkan beberapa pihak dengan jalinan bersifat kemitraan sebagaimana dijelaskan oleh Kasihani Kasbolah (1998 : 123) yang menyatakan bahwa :
Penelitian Tindakan Kolaboratif melibatkan kebeberapa pihak yaitu guru, kepala sekolah, peneliti, maupun dosen secara serempak melakukan penelitian dengan tujuan meningkatkan praktek pembelajaran, menyumbang pada perkembangan teori, dan meningkatkan karir guru.
Berikut digambarkan ikhtisar dari model PTK pada penelitian ini :

Identifikasi                                         Menyusun
Masalah                                              Rencana




 
Siklus 1                           Refleksi Siklus 1

Tindakan & Observasi
Pembelajaran Siklus 1
Perbaikan
Rencana










 
Siklus 2                           Refleksi Siklus 2

Tindakan & Observasi
Pembelajaran Siklus 2

Perbaikan
Rencana









 
Siklus 3                           Refleksi Siklus 3

Tindakan & Observasi
Pembelajaran Siklus 3



 


Evaluasi Keseluruhan
Tindakan & Membuat
Rekomendasi (Saran)

Gambar 3.1
  Bagan Model Dasar Siklus PTK(Adaptasi Kemmis & MC Taggart: 2005)
B.     Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa dan guru kelas V dalam pembelajaran IPA dengan menggunakan LKS dan metode demonstrasi di Kelas V SDN Simpang UPTD Pendidikan Kecamatan Bantar Kalong, Kabupaten Tasikmalaya. Jumlah siswa yang menjadi subjek penelitian adalah sebanyak 24 orang terdiri dari 14 orang siswa laki-laki dan 10 orang siswa perempuan. Peneliti dibantu oleh 2 orang peneliti mitra (Kepala Sekolah dan guru kelas 10) terutama dalam pelaksanaan observasi dan refleksi.

C.    Definisi Operasional Variabel Penelitian
Menurut Faisal (1982 : 82-83) variabel adalah kondisi-kondisi atau karakteristik-karakteristik yang oleh peneliti diubah, dikontrol atau diobservasi. Agar variabel tersebut dapat terukur, variabel tersebut didefinisikan ke dalam bentuk rumusan yang lebih operasional. Rumusan atau penjelasan  definisi operasional variabel-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.      Lembar Kerja Siswa (LKS). LKS adalah perangkat lembaran format yang berisi informasi dan tugas-tugas sistematis yang difungsikan untuk memfasilitasi dan membimbing siswa belajar mandiri secara individu atau kelompok sehingga siswa dapat mengungkapkan kompetensi awalnya dalam menemukan pemahaman baru atau memecahkan masalah. Kemampuan guru memfungsikan LKS saat menggunakan metode demonstrasi diukur dengan menggunakan  instrumen sebagaimana terdapat pada lampiran. Hasil observasi dengan instrumen ini dijadikan bahan untuk memperbaiki kinerja guru pada pembelajaran selanjutnya. 
2.      Metode demonstrasi. Yang dimaksud adalah cara guru mengelola pembelajaran dengan meragakan atau mempertunjukkan kepada siswa suatu proses, situasi atau benda tertentu yang sedang dipelajari, baik sebenarnya atau tiruan, yang sering disertai dengan penjelasan lisan. Metode ini baik digunakan untuk mendapat gambaran yang lebih jelas tentang hal-hal yang berhubungan dengan proses  mengatur sesuatu, proses membuat sesuatu, proses bekerjanya sesuatu, proses mengerjakan atau menggunakannya komponen-komponen yang membentuk sesuatu, membandingkan suatu cara dengan cara lain, dan bentuk mengetahui atau melihat kebenaran sesuatu, dengan maksud untuk mengaktifkan dan membentuk siswa untuk belajar dalam kelas. Kemampuan guru menggunakan metode demonstrasi saat tindakan pembelajaran diobservasi dengan instrumen sebagaimana terdapat pada lampiran 1 (untuk menilai kinerja guru mengelola alat peraga/media), lampiran 2 (untuk mengukur kinerja guru mengimplementasikan metode demonstrasi), lampiran 3 (untuk mengukur kinerja guru mengelola pembelajaran), lampiran 4 (untuk mengukur kemampuan siswa mengkomunikasikan secara lisan), dan lampiran 5 (untuk mengukur kemampuan siswa mengkomunikasikan hasil pengamatan secara tulisan. Hasil observasi dengan instrumen ini dijadikan bahan untuk memperbaiki kinerja guru pada pembelajaran selanjutnya.

3.      Komunikasi
Istilah komunikasi dalam bahasa inggris communication dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama disini maksudnya adalah makna. Komunikasi adalah ”suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk dan melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam”  Roger  dan  Laurence  Kincaid  (dalam  Hafied  Cangora, 2004 :19).
 Komunikasi adalah ”penyampaian informasi, idea, emosi, keterampilan dan seterusnya melalui penggunaan symbol, angka, grafik dan lain-lain”. Bredson dan Stainer, 1964 (dalam Anwar Arifin, 1988; 25).
     Komunikasi minimal harus mengandung kesamaan makna antara dua pihak yang terlibat. Dikatakan minimal karena kegiatan komunikasi tidak hanya informatif yakni orang lain mengerti dan tahu tetapi juga persuatif, yaitu cara agar orang lain bersedia menerima suatu paham atau keyakinan melakukan suatu perbuatan atau kegiatan dan lain-lain.
Proses komunikasi pada hakekatnya adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang (komunikasi) kepada orang lain (komunikasi) pikiran bisa merupakan gagasan, informasi, opini dan lain-lain yang muncul dari benaknya.

D.    Prosedur Penelitian
     Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam bentuk proses berdaur (siklus). Setiap siklus terdiri dari tahapan (fase) : perencanaan (palanning), tindakan (action), pengamatan (observation), dan refleksi (reflection). Fase-fase tersebut di operasionalkan dalam kegiatan berikut :
1.      Tahap Refleksi Awal
     Pada tahap ini guru kelas sebagian peneliti mencermati pengalaman dirinya selama mengelola pembelajaran IPA di kelas SD Simpang kemudian mengidentifikasi dan menemukan adanya masalah dalam pembelajaran IPA di kelas tersebut. Hal itu dilakukan dengan melakukan diskusi dengan kepala sekolah serta rekan-rekan guru. Permasalahan itu antara lain bahwa pembelajaran IPA selama ini belum dapat dilaksanakan secara optimal dengan menggunakan metode demonstrasi karena alasan keterbatasan fasilitas dan waktu luang guru mengingat beban guru kelas untuk mengelola pembelajaran dan menyelesaikan tugas-tugas administrasi sangat padat. Satu-satunya metode pembelajaran yang memungkinkan melibatkan siswa ke dalam penggunaan alat-alat peraga IPA selama ini adalah metode demonstrasi. Dengan demikian penggunaan metode demonstrasi menjadi metode alternatif untuk menjadikan pembelajaran IPA di kelas V SDN Simpang bermakna bagi siswa. Bersama kepala sekolah dicapai kesepakatan perlunya melakukan penelitian agar metode demonstrasi dapat digunakan lebih baik untuk meningkatkan keterampilan siswa mengkomunikasikan hasil pengamatan dalam pembelajaran IPA di SDN Simpang.
a.       Mengidentifikasi Masalah
     Tahap ini dilakukan setelah guru merasakan adanya masalah pada pembelajaran IPA selama ini, Identifikasi masalah terutama dilakukan terhadap permasalahan-permasalahan yang terkait dengan aktivitas siswa dan guru dalam pembelajaran IPA di kelas V SD Negeri Simpang, lebih khusus lagi identifikasi dilakukan terhadap perlunya meningkatkan keterampilan siswa mengkomunikasikan hasil pengamatan dalam metode demonstrasi.
b.      Merumuskan Masalah dan Langkah-langkah Tindakan Pemecahan Masalah
     Pada tahap ini dirumuskan penyelesaian atau penanganan terhadap masalah utama teridentifikasi. Rumusan lebih difokuskan kepada memilih teknik-teknik penggunaan metode demonstrasi yang dapat meningkatkan keterampilan siswa mengkomunikasikan hasil pengamatan pada pembelajaran IPA di kelas V sebagaimana  dituntut oleh kurikulum 2006. Penggunaan alat peraga dan metode demonstrasi akan dioptimalkan dengan penggunaan lembar kerja siswa (LKS). Dengan demikian rumusan masalah penelitian tindakan ini adalah Bagaimana menggunakan lembar kerja siswa dan metode demonstrasi agar dapat meningkatkan keterampilan siswa mengkomunikasikan hasil pengamatan pada pembelajaran IPA di kelas V SD Negeri Simpang.
     Pemecahan masalah dilaksanakan dengan tahapan : (1) melakukan orientasi dan persiapan penelitian, (2) menentukan topik dan waktu pembelajaran, (3) menyusun rencana atau silabus pembelajaran, (4) membuat lembar kerja siswa, (5) membuat media atau alat peraga, (6) membuat instrumen penilaian pelaksanaan pembelajaran rencana perbaikan pembelajaran, (7) membuat instrumen penilaian pelaksanaan pembelajaran, (8) membuat instrumen penilaian mengkomunikasikan, (9) membuat instrumen penilaian mengkomunikasikan, (10) membuat instrumen penilaian penggunaan lembar kerja siswa, (11) melakukan simulasi tindakan dan (12) melaksanakan tindakan pembelajaran.
2.      Tahap Pelaksanaan Penelitian Tindakan
     Pelaksanaan penelitian yang dimaksud adalah kegiatan utama peneliti (guru kelas V) bersama peneliti mitra dilapangan mulai kegiatan orientasi pra tindakan, pelaksanaan tindakan pembelajaran hingga tercapainya target pemecahan masalah, penjelasan tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut :
a.       Kegiatan orientasi
     Kegiatan orientasi peneliti bersama peneliti mitra dilakukan dengan cara mempelajari konsep-konsep penting pelaksanaan PTK. Studi tersebut berupa hal-hal berikut :
1)      Menyamakan persepsi antara peneliti (guru kelas V) dan peneliti mitra (kepala sekolah dan guru kelas IV) tentang penelitian tindakan kelas.
2)      Menyamakan kesepakatan dengan peneliti mitra (observer) tentang topik pembelajaran IPA dengan menggunakan LKS dan metode demontrasi. Topik pembelajaran yang dipilih adalah ”pesawat sederhana”.
3)      Menentukan siklus dan tema pembelajaran beserta instrumen dan administrasi persiapan mengajar yang akan digunakan. Karena kemampuan peneliti yang terbatas, satu siklus tindakan ditetapkan sama dengan satu pertemuan pembelajaran.
b.      Persiapan Pra Tindakan
     Sebelum tindakan pembelajaran dilaksanakan, persiapan awal yang dilakukan guru kelas (peneliti) terutama dalam memantapkan pemahaman tentang PTK, mematangkan pembuatan silabus pembelajaran, LKS, alat peraga, instrumen observasi, dan simulasi (latihan menggunakannya).
c.       Pelaksanaan Tindakan dan Observasi Pembelajaran
     Tindakan pembelajaran untuk meningkatkan efektifitas pembelajaran melalui penggunaan LKS dan metode demonstrasi  terdiri dari tiga siklus. Untuk tiap siklus, disiapkan satu Rencana Perbaikan Pembelajaran (RPP) terdiri dari tiga kali pertemuan. Jadi setiap siklus diisi dengan satu kali pembelajaran. Pola siklus tersebut adalah sebagai berikut.
1)      Melaksanakan  dan  mengobservasi tindakan pembelajaran 1 (siklus I) untuk sub topik ”pesawat sederhana jenis pengungkit pertama”
2)      Melaksanakan  dan  mengobservasi tindakan pembelajaran 2 (siklus II) untuk sub topik pesawat sederhana jenis pengungkit ke-dua.
3)      Melaksanakan dan mengobservasi tindakan pembelajaran 3 (siklus III) untuk sub topik ”Pesawat sederhana jenis pengungkit ketiga.
3.      Tahap Refleksi
     Refleksi segera dilakukan setelah setiap pembelajaran selesai dilaksanakan. Refleksi dilakukan oleh guru kelas V (peneliti) bersama dengan observer (kepala sekolah). Caranya data hasil observasi pada setiap pembelajaran segera dirapihkan kalau perlu disederhanakan dalam bentuk tabel. Data yang telah tersaji selanjutnya didiskusikan, dikaji ulang, dan dianalisis secara bersama-sama terutama yang berkaitan dengan kelebihan dan kekurangan yang terjadi dalam tindakan pembelajaran. Hasi kegiatan merefleksi ini digunakan untuk bahan pertimbangan dalam menyusun rencana tindakan berikutnya, yang kemudian diobservasi dan direfleksi kembali seperti pada pembelajaran sebelumnya.
     Pola kegiatan refleksi dan tindak lanjutnya untuk setiap tindakan pembelajaran adalah sebagai berikut :
a.       Guru (peneliti) dan pengamat mitra menganalisis dan merefleksi pelaksanaan dan hasil tindakan pembelajaran pertama (siklus I)
Maka diperoleh data keberhasilan dan kekurangan dari pembelajaran pertama tersebut  menyangkut cara penggunaan LKS dalam metode demonstrasi untuk meningkatkan keterampilan siswa mengkomunikasikan hasil pengamatan.
b.      Berdasarkan hasil analisis dan refleksi terhadap tindakan pembelajaran pertama (siklus I).
Guru merancang rencana dan melaksanakan tindakan pembelajaran kedua (siklus II) hasil analisis dan refleksi terhadap tindakan pembelajaran kedua (siklus II), guru merancang rencana dan melaksanakan tindakan pembelajaran ketiga (siklus III). Tujuannya untuk memperbaiki kekurangan kinerja guru menggunakan LKS dalam metode demonstrasi untuk meningkatkan keterampilan siswa mengkomunikasikan hasil pengamatan.
c.       Guru (peneliti) dan pengamat mitra menganalisis dan merefleksi pelaksanaan dari hasil tindakan pembelajaran ketiga (siklus III)
Maka diperoleh data keberhasilan dan kekurangan dari pembelajaran ketiga tersebut menyangkut cara penggunaan LKS dan penggunaan metode demonstrasi, serta meningkatkan keterampilan siswa mengkomunikasikan hasil pengamatan baik secara lisan maupun tulisan.
d.      Berdasarkan hasil analisis dan refleksi terhadap tindakan pembelajaran ketiga, guru bersama observer melakukan pembahasan tentang kualitas pembelajaran yang telah dicapai oleh kinerja guru menggunakan LKS dalam metode demonstrasi serta meningkatkan keterampilan siswa mengkomunikasikan hasil pengamatan.
e.       Setelah tiga kali pembelajaran (satu kali pra tindakan dan tiga kali tindakan perbaikan) peneliti (guru kelas V) berdiskusi dengan observer (kepala sekolah) untuk memutuskan apakah penelitian sudah dianggap cukup atau belum.     Rencana yang telah dibuat dilaksanakan dalam bentuk tindakan pada proses pembelajaran di kelas. Pelaksanaan tindakan ini diikuti dengan observasi  terhadap semua aspek yang telah
ditetapkan dan disepakati sebelumnya.
Alur pelaksanaan tindakan tersebut ditunjukkan pada bagan berikut. 

Gambar 3.2
 Alur Pelaksanaan Tindakan
E.     Teknik Pengumpulan Data
           Pengumpulan data penelitian menggunakan teknik sebagai berikut :
1.      Teknik Observasi
     Observasi terhadap pembelajaran dilakukan oleh peneliti mitra (kepala sekolah); sedangkan peneliti utama (guru kelas V) bertugas melakukan pengelolaan kelas dan pengamatan terhadap siswa. Alat yang digunakan untuk mengobservasi aktivitas guru dan siswa ditunjukkan pada lampiran 1, lampiran 5, dan lampiran 6.
Hasil observasi segera dikomunikasikan kepada peneliti utama (guru kelas V) sebagai bahan refleksi untuk mengetahui apa yang sudah tercapai dan apa pula yang belum tercapai.  
2.      Teknik Tes atau Penilaian
     Tes yang digunakan untuk menyaring data, berdasarkan penelitian dengan menggunakan observasi yang digunakan untuk mengungkap kemampuan siswa dalam mengkomunikasikan hasil pengamatan.
3.      Analisis Deskriptif
     Analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan seluruh rangkaian penelitian mulai dari perencanaan, pelaksanaan, refleksi, hasil penelitian hingga saran tindak lanjut.

F.     Teknik Pengolahan Data
     Data yang diperoleh dari hasil observasi dan tes dianalisis dengan mengacu kepada pola pengolahan data PTK menurut Kanda (2001: 55), dengan tahapan sebagai berikut :
1.      Coding atau Labeling, yang dimaksud adalah mekanisme pengolahan data yang berkaitan dengan pengumpulan data (melalui observasi, tes dan wawancara), penamaan data, pengklasifikasian data, dan deskripsi makna data baik berdasarkan jenis subjek penelitian (siswa dan guru), fokus tindakan, waktu dan proses tindakan (tahapan pembelajaran maupun hasil tindakan).
2.      Triangulasi, merupakan teknik validasi data yang berarti bahwa kesahihan (validitas) data ditentukan oleh sumber data dan interpretasi data yang berasal dari berbagai pihak terkait, terutama yang merepresentasikan keterwakilan : peneliti, guru sejawar (peneliti mitra) dan kepala sekolah, serta pakar akademik yang relevan dengan masalah yang dimaksud.
3.      Saturasi (kejenuhan). Karena keterbatasan waktu penelitian dan kemampuan peneliti, saturasi juga dijadikan salah satu teknik validasi data. Dengan teknik ini peneliti memastikan bahwa tindakan dan hasil perbaikan ditetapkan telah memadai dengan pertimbangan bahwa potensi perubahan baik yang terdapat  pada subjek peneliti (guru/siswa), fasilitas waktu dan faktor-faktor penentu perubahan lainnya sudah sampai pada batas kemampuan maksimal saat itu.

G.    Anggapan Dasar
     Penelitian ini dilaksanakan dengan berlandas tumpu pada asumsi (anggapan) dasar sebagai berikut:
a.       Pembelajaran IPA akan efektif apabila dibantu dengan objek benda (gejala) alam atau alat peraga yang relevan.
b.      Metode demontrasi salah satu metode pembelajaran yang cocok dengan pembelajaran IPA
c.       Lembar   kerja   siswa   merupakan   alat   untuk   membantu   dan mengarahkan siswa dalam pembelajaran.
d.      Lembar Kerja Siswa selain digunakan dalam metode demontrasi juga dapat digunakan dalam metode eksperimen.

H.    Hipotesis Tindakan
     Berdasarkan kajian teori yang relevan dan sejumlah asumsi dasar sebagaimana dikemukakan, maka hipotesis pendidikan ini adalah:
Serangkaian tindakan dan refleksi terhadap pembelajaran yang berorientasi kepada penggunaan LKS dalam metode demontrasi dapat meningkatkan keterampilan siswa mengkomunikasikan hasil pengamatan pada pembelajaran IPA di Kelas V Sekolah Dasar Negeri Simpang Kecamatan Bantarkalong Kabupaten Tasikmalaya.

BAB IV
DATA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

A.    Data dan Pembahasan Hasil Studi Pendahuluan
1.      Data Hasil Studi Pendahuluan
     Sebelum menyusun rancangan Penelitian Tindakan Kelas (PTK), langkah pertama yang dilakukan penelitian utama (guru kelas V) dan peneliti mitra (kepala sekolah) adalah melakukan studi pendahuluan dalam bentuk melakukan orientasi dan observasi yaitu dengan mencermati lebih mendalam aspek-aspek kekurangan pembelajaran IPA di kelas V SD Negeri Simpang. Hal ini penting dilakukan terutama untuk dasar penyusunan rencana penelitian serta untuk keperluan memberikan informasi kepada pihak luar yang ingin mengetahui penelitian ini.
     Informasi hasil studi pendahuluan yang dipandang layak disampaikan adalah sebagai berikut:
a.       Profil Umum Sekolah
     Sekolah yang menjadi lokasi penelitian adalah SDN Simpang yang beralamat di Simpang Desa Simpang Kecamatan Bantar Kalong Kabupaten Tasikmalaya, berjarak sekitar ± 60 km ke arah Selatan dari pusat Kota Tasikmalaya, kondisi fisik bangunan SDN. Simpang pada saat penelitian ini dilaksanakan cukup layak dipakai untuk penyelenggaraan proses belajar mengajar. Masing-masing kelas memilih ruang tersendiri untuk poses pembelajaran.
     Latar belakang status sosial-ekonomi orang tua bersifat heterogen, dengan perbandingan jenis pekerjaan terdiri dari kurang lebih 33,3 % buruh tani, 33,3 % dagang, 25,2 % dan 8,4 % wiraswasta. Status sosial-ekonomi sedemikian berpengaruh terhadap peran serta orangtua dalam menyediakan fasilitas belajar anaknya terutama bagi orangtua yang banyak memanfaatkan waktunya di luar rumah terutama pada orangtua sebagai pedagang dan buruh tani. Para orangtua lebih memepercayakan bimbingan belajar untuk anaknya kepada guru. Ketika anak berada di rumah sepulang sekolah peran orang tua sangat kurang. Kerja sama antara orangtua –orangtua dengan sekolah dalam penyediaan alat dan media pembelajaran peran sertanya masih rendah. Hingga saat ini untuk pengadaan dan penggunaan alat-alat peraga pembelajaran IPA di SDN Simpang masih sulit. Kondisi ini mungkin menjadi penyebab rendahnya prestasi belajar siswa, khususnya pada mata pelajaran IPA. Nilai ulangan akhir semester pada mata pelajaran ini rata-rata 5,54.
Peneliti dan kepala sekolah menyadari bahwa pembelajaran IPA di SD Negeri Simpang kurang memungkinkan untuk praktikum karena kurangnya alat. Sementara untuk membuat sendiri, waktunya tidak leluasa karena guru memegang banyak mata pelajaran dan urusan administrasi. Satu-satunya metode yang berhubungan dengan penggunaan alat peraga pada pembelajaran IPA adalah metode demonstrasi jadi dalam studi kendala luar ini peneliti dan kepada sekolah sepakat bahwa jika mau memperoleh pembelajaran IPA khususnya di kelas V yang paling memungkinkan adalah memeperbaiki pelaksanaan metode demonstrasi sehingga siswa menjadi lebih aktif dan hasil belajarnya meningkat.
b.      Keadaan Tenaga Edukatif dan Siswa
     Tenaga edikatif yang aktif mengelola proses pembelajaran di SDN Simpang adalah (8) orang terdiri dari 3 orang laki-laki, dan 5 orang perempuan. Dari 8 tenaga pengajar tersebut 7 orang adalah guru tetap terdiri dari 5 orang guru kelas dan 2 orang guru mata pelajaran (agama dan PJOK). Sedangkan tingkat siswa SDN Simpang adalah 173 orang dengan perincian sebagai berikut.
Tabel 4.1
Jumlah Siswa SDN Simpang
Tahun Pelajaran 2007/2008

No
Kelas
Banyak Siswa
L
P
Jumlah
1
2
3
4
5
6
I
II
III
IV
V
VI
18
13
15
10
14
15
21
17
13
18
11
8
39
30
28
28
25
23
Jumlah
85
88
173

Keterangan : L : Laki-laki, P : Perempuan



2.      Pembahasan Hasil Studi Pendahuluan
     Dari data hasil studi pendahuluan diketahui bahwa kualitas penyelenggaraan pendidikan di masyarakat sekitar kompleks  SDN Simpang masih rendah. Hal itu ditunjukkan oleh minimnya peran serta masyarakat terhadap upaya mengelola bersama lembaga formal pendidikan yang ada yaitu Sekolah Dasar.
     Keadaan tersebut di atas menjadi alasan kuat bahwa upaya perbaikan kualitas pendidikan di SDN Simpang sangat mendesak dilakukan dengan cara sistematis dan terencana, antara lain melalui kegiatan penelitian, jika upaya perbaikan mampu menunjukkan kepada masyarakat tentang adanya peningkatan prestasi belajar siswa, diharapkan masyarakat akan bertambah percaya terhadap sekolah dan mudah-mudahan meningkat pula peran sertanya dalam memajukan pendidikan khususnya SD Simpang.
     Hal lain yang dapat dimanfaatkan dari data hasil studi pendahuluan adalah berhubungan dengan jumlah siswa tiap kelas. Dengan jumlah siswa yang tidak begitu banyak maka sangat memungkinkan bagi para guru (termasuk guru kelas V) untuk mengelola pembelajaran lebih baik dan lebih berhasil.

B.      Data dan Pembahasan Kegiatan Pra Tindakan
     Kegiatan pra tindakan dimulai dengan mendiskusikan rencana penelitian tindakan dengan kepala sekolah dan salah seorang guru dari kelas lain yang dijadikan sebagai peneliti mitra. Dari diskusi didapat beberapa kesepakatan sebagai berikut:
a.      Model Penelitian  Tindakan Kelas (PTK) yang digunakan diadaptasi dari model penelitian tindakan (action research) Kemmis-Taggart. Dilaksanakan pada pembelajaran IPA di kelas V Semester II tahun pelajaran 2007/2008. Bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam pembelajaran yaitu:
1.      Mengkomunikasikan hasil pengamatan secara lisan.
2.      Mengkomunikasikan hasil pengamatan secara tulisan dan membuat tabel.
3.      Mengkomunikasiakan hasil pengamatan membuat gambar.
b.      Fokus utama PTK adalah meningkatkan kemampuan siswa mengkomunikasikan hasil pengamatan secara lisan dan tulisan pada pembelajaran IPA di kelas V SDN Simpang pada topik “Pesawat Sederhana  Jenis Tuas (Pengungkit)” dengan memperbaiki kinerja guru menggunakan lembar kerja siswa dan meodel demonstrasi. Kinerja tersebut berhubungan juga dengan pengelolaan alat peraga dalam model demonstrasi.
c.      Supaya tindakan pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan siswa mengkomunikasikan hasil pengamatan secara lisan dan tulisan berjalan lancar, maka dikandang perlu untuk mengungkap dan menganalisis lebih dahulu kualitas pembelajaran dengan metode demonstrasi tetapi tidak menggunakan LKS sebagaimana biasa dilakukan. Kualitas yang dianalisis meliputi: (1) Gambaran awal kinerja guru menggunakan metode demonstrasi; (2) Gambaran awal kemampuan siswa mengkomunikasikan hasil pengamatan baik secara lisan maupun tulisan di kelas V SDN Simpang.
a.       Data kinerja guru dan siswa pada Pembelajaran Pra Tindakan.
1)      Data kinerja guru menggunakan metode demonstrasi sebelum tindakan.
     Berdasarkan hasil observasi oleh kepala sekolah terhadap pembelajaran pra tindakan diperoleh gambaran umum cara guru menggunakan metode demonstrasi sebagai berikut:
(a)    Langkah-langkah pembelajaran masih bersifat umum (membuka pelajaran, menerangkan materi pelajaran, menutup pelajaran).
(b)   Metode demonstrasi hanya dilaksanakan pada saat pembahasan materi. Itu pun masih banyak ceramahnya, demonstrasi alat peraganya kurang.
(c)    Pada saat demonstrasi, guru kurang melakukan tanya jawab, kurang mengaktifkan siswa, lebih banyak menjelaskan dengan ceramah.
(d)   Data kemampuan siswa mengkomunikasikan hasil pengamatan.
     Kemampuan siswa mengkomunikasikan hasil pengamatan secara  verbal dan non-verbal sebelum tindakan diobservasi tanggal 5 Mei 2008 pada pembelajaran IPA tentang “Magnet”. Topik ini dipilih oleh guru sebagai pengantar kepada materi “Pesawat Sederhana Jenis Pengungkit” . Dalam pembelajaran pra tindakan ini guru menggunakan metode demonstrasi seperti biasa dilaksanakan tanpa adanya persiapan yang matang. Artinya, guru hanya berdemonstrasi menggunakan alat peraga seadanya saja tanpa dibantu dengan Lembar Kerja Siswa.
     Kadar kemampuan siswa mengkomunikasikan hasil pengamatan secara verbal dan non-verbal dalam pembelajaran pra tindakan diobservasi dengan menggunakan instrumen pada lampiran 1 untuk keperluan observasi jumlah siswa dijadikan 6 kelompok masing-masing beranggotakan 4 orang. Anggota setiap kelompok adalah siswa duduknya berdekatan. Kemampuan siswa mengkomunikasikan hasil pengamatan secara verbal dan non-verbal dicermati observer (kepala sekolah dan guru) dari kegiatan pembelajaran pra tindakan secara garis besar ditunjukkan pada tabel berikut:
Tabel 4.2
Kemampuan Siswa Mengkomunikasikan Hasil Pengamatan Secara Verbal (lisan) Pada Pembelajaran Pra Tindakan
Kelompok
Aspek Komunikasi Lisan Siswa
Nilai

I
II
III
IV
V
VI
 

Rata-rata
I1
C
C
B
C
D
C

54,16

∑2
∑2
∑3
∑2
∑2
∑2


I2
C
C
C
C
C
C

50

∑2
∑2
∑2
∑2
∑2
∑2


I3
C
C
C
C
C
C

54,16

∑2
∑2
∑2
∑3
∑2
∑2


I4
C
C
C
C
C
C

50

∑2
∑2
∑2
∑2
∑2
∑2


I5
C
C
C
C
C
C

50

∑2
∑2
∑2
∑2
∑2
∑2


Kode
C
C
C
C
C
C

C
%
41,66
41,66
54,16
54,16
41,66
41,66

45,82














Keterangan
1. Aspek Keberanian
SB = Siswa berani mengkomunikasikan tanpa disuruh guru
B   =  Siswa berani mengkomunikasikan ditunjuk guru
C   =  Siswa berani mengkomunikasikan secara  dibujuk oleh guru
K   =  Siswa berani mengkomunikasikan secara dipaksa
2. Aspek Reliabel
SB = Siswa mengkomunikasikan hasil pengamatan sesuai kenyataan serta lengkap.
B   = Siswa mengkomunikasikan hasil pengamatan sesuai kenyataan, tetapi kurang lengkap.
C   = Siswa mengkomunikasikan hasil pengamatan kurang sesuai dengan kenyataan, dan tidak lengkap.
K  =  Siswa mengkomunikasikan hasil pengamatan tidak sesuai dengan kenyataan dan tidak lengkap.
3. Aspek Penyampaian Pendapat Sendiri
SB = Siswa dapat menyampaikan pendapat lain dari idenya sendiri.
B   = Siswa dapat menyampaikan pendapat dibantu ide guru.
C  = Siswa tidak dapat menyampaikan pendapat lain.
K  = Siswa tidak dapat menyampaikan pendapat
4. Aspek Kejelasan Pelapalan dan Intonasi 
SB = Siswa mengkomunikasikan hasil pengamatan dengan lafal dan intonasi yang jelas.
B  = Siswa mengkomunikasikan hasil pengamatan dengan lafal dan intonasi kurang jelas.
C  = Siswa mengkomunikasikan hasil pengamatan dengan lafal dan intonasi tidak jelas.
K    =  Siswa tidak dapat mengkomunikasikan hasil pengamatan
5. Aspek Kesesuaian Kalimat dengan Kondisi EYD
SB    = Penggunaan kalimat dalam mengkomunikasikan pengamatan sanagt sesuai dengan kaiadah EYD.
B      = Penggunaan kalimat dalam mengkomunikasikan hasil pengamatan sesuai dengan kasidah EYD.
C      = Penggunaan kalimat dalam mengkomunikasikan kurang sesuai dengan kaidah EYD.
K      = Penggunaan kalimat dalam mengkomunikasikan tidak sesuai dengan kaidah EYD.

     Dari tabel 4.2 diperoleh temuan bahwa kemampuan siswa mengkomunikasikan hasil pengamatan masih rendah. Pada kelompok I, II, V, dan VI hanya 41,16 % kemampuan siswa hasil pengamatan secara lisan. Pada kelompok III dan IV baru mencapai 54,16 % kemampuan siswa mengkomunikasikan pengamatan secara lisan secara keseluruhan kemampuan siswa secara lisan bisa mencapai 45,82%.
     Data pada table 4.2 memberikan informasi betapa masih rendahnya kemampuan siswa mengkomunikasikan hasil pengamatan secara lisan.
     Setiap kelompok belajar siswa dalam kelas adalah empat orang. Berdasarkan hasil pengamatan observasi diketahui bahwa jumlah rata-rata siswa yang mengkomunikasikan hasil pengamatan pada setiap kelompok adalah 45,82% observer. Mencatat kelompok yang paling bagus mengkomunikasikan hasil pengamatan adalah kelompok III dan IV kemampuannya mencapai 54,16%. Sedangkan kelompok yang paling rendah kemampuan mengkomunikasikannya adalah kelompok I, II, V dan VI, yaitu 4,66%.
     Jika dilihat dari table 4.2 kemampuan siswa mengkomunikasikan hasil pengamatan masih berbentuk paksaan materi pembelajaran yang dikomunikasikan masih kurang sesuai dan tidak lengkap, siswa cenderung tidak mempunyai pendapat sendiri dan pendapat lain. Kemudian dapat, dan intonasinya masih kurang jelas juga masih banyak penggunaan kalimat yang belum sesuai dengan kaidah EYD. Ini semua diakibatkan guru yang lebih banyak menerangkan materi pembelajaran dengan ceramah sehingga siswa tidak tertarik. 

Tabel 4.3
Rangkuman Kemampuan Siswa Mengkomunikasikan Hasil Tulisan dan Menggambar
Kel
Aspek Kemampuan Siswa Mengkomunikasikan Hasil Pengamatan  Secara Tulisan dan Menggambar
Nilai
1
2
3
4
I
Kurang (1)
Kurang (1)
Kurang (1)
Kurang (1)
Kurang (1)
II
Cukup (2)
Kurang (1)
Kurang (1)
Kurang (1)
Kurang (1,25)
III
Kurang (1)
Kurang (1)
Kurang (1)
Kurang (1)
Kurang (1)
IV
Kurang (1)
Kurang (1)
Kurang (1)
Kurang (1)
Kurang (1)
V
Cukup (2)
Kurang (1)
Kurang (1)
Kurang (1)
Kurang (1,25)
VI
Kurang (1)
Kurang (1)
Kurang (1)
Kurang (1)
Kurang (1)
Rata-rata
1,33
1
1
1
1,08
Keterangan :   
1.  SB = Mampu menulis 10 macam alat yang termasuk pengungkit golongan pertama.
B  = Mampu menulis 9 macam alat yang termasuk pengungkit golongan pertama.
C  = Mampu menulis 8 macam alat yang termasuk pengungkit golongan pertama.
K  = Mampu menulis 7 macam alat yang termasuk pengungkit golongan pertama.
2.   SB =    Mampu menggambar lima macam pengungkit golongan pertama
      B   =    Mampu menggambar empat macam pengungkit golongan pertama
      C   =    Mampu menggambar tiga macam pengungkit golongan pertama
      K   =    Mampu menggambar dua macam pengungkit golongan pertama
3.   SB =    Mampu menyelesaikan tugas berupa paparan secara tertulis sebanyak dua nomor  dengan lengkap
      B   =    Mampu menyelesaikan tugas berupa paparan secara tertulis sebanyak dua nomor lengkap
      C   =    Mampu menyelesaikan tugas berupa paparan secara tertulis sebanyak dua nomor kurang lengkap
      K   =    Mampu menyelesaikan tugas berupa paparan secara tertulis sebanyak dua nomor tidak lengkap
4.   SB =    Kerapihan tulisan sangat sesuai dengan kaidah EYD
      B   =    Kerapihan tulisan sedikit kurang sesuai dengan kaidah EYD
      C   =    Kerapihan tulisan  kurang sesuai dengan kaidah EYD
      K   =    Kerapihan tulisan  kurang sesuai dengan kaidah EYD

Kriteria Penilaian :
SB    = > 3,5 – 4
B      = > 3    - 3,5
C      =  > 2,5 – 3
K      = > 1    - 2,5

     Berdasarkan tabel 4.3 di atas kemampuan siswa dalam mengkomunikasikan hasil pengamatan  secara tulisan dan membuat gambar sangat rendah  tiap kelompok yaitu mencapai nilai rata-rata sebesar 1,08
b.Pembahasan kinerja guru dan siswa pada Pembelajaran Pra Tindakan
     Dengan mencermati data-data hasil observasi terhadap pembelajaran pra tindakan sebagaimana telah dikemukakan. Peneliti (guru kelas V) menyetujui masukkan dari observer (peneliti mitra) yaitu kepala sekolah bahwa cara guru menggunakan metode demonstrasi, belum tepat. Buktinya, kemampuan siswa mengkomunikasikan hasil pengamatan masih rendah yakni baru mencapai 45,82 %. Rata-rata dari tiap kelompok belajar siswa hanya dua orang yang mampu mengkomunikasikan hasil pengamatan.
     Dengan merujuk kepada teori tentang karakteristik pembelajaran IPA di SD dan keterampilan proses mengkomunikasikan pada Bab II, peneliti menemukan beberapa kemampuan penyebab kurang tepatnya penggunaan metode demonstrasi dan rendahnya kemampuan siswa mengkomunikasikan hasil pengamatan pada pembelajaran IPA pra tindakan penyebab tersebut antara lain guru (peneliti) belum berupaya sungguh-sungguh melibatkan siswa dengan kegiatan IPA sebagai dimensi poses melalui aktivitas hands on (siswa berinteraksi langsung dengan alat/benda). Selain itu, guru juga belum merancang pembelajaran dengan prinsip kontruktivisme (siswa diberi kesempatan langsung memperoleh pemahaman melalui pengalaman sendiri). Untuk memenuhi hal ini pada penggunaan metode demonstrasi berikutnya guru harus memberi kesempatan kepada siswa terlibat aktif mengamati alat-alat dan benda-benda yang didemonstrasikan oleh guru. Kemudian mereka mencatat, mendiskusikan, dan memperoleh pemahaman dari hasil observasinya itu. Untuk keperluan itu sesuai dengan fungsi LKS yaitu untuk membimbing siswa belajar, serta sesuai dengan perkembangan berpikir usia anak SD pada operasionil konkrit, pola metode demonstrasi harus benar-benar didukung oleh alat peraga dan dibantu dengan menggunakan LKS.

C.    Refleksi Terhadap Pembelajaran Pra Tindakan
     Setelah selesai melaksanakan, mengobservasi dan mengevaluasi pelaksanaan pembelajaran pra tindakan, peneliti (guru kelas V) bersama-sama dengan peneliti mitra yaitu kepala sekolah dan guru kelas IV berdiskusi untuk melakukan refleksi. Refleksi tersebut bertujuan untuk memperoleh gambaran keberhasilan, kekurangan dan hambatan-hambatan yang terdapat pada kegiatan pembelajaran.
     Kegiatan pertemuan untuk refleksi terhadap pembelajaran pra tindakan dilaksanakan dalam dua kali kesempatan. Pertemuan pertama saat setelah selesai melaksanakan pembelajaran pada kesempatan ini, observer langsung memberikan masukan-masukan yang sangat berharga kepada peneliti. Misalnya mengingatkan bahwa pada saat mengajar kurang sering menggunakan alat peraga, kurang melaksanakan komunikasi dua arah, dan kurang melibatkan siswa.
     Pertemuan kedua untuk refleksi dilaksanakan hari berikutnya setelah observer dan peneliti merapikan data-data yang tertulis terutama yang berhubungan dengan kemampuan siswa mengkomunikasikan hasil pengamatan. Hasil refleksi keseluruhan yang berkaitan dengan kelemahan/kekurangan dan hambatan diringkaskan sebagai berikut:
Tabel  4.4
Refleksi Terhadap Kinerja Guru dan Siswa pada Pembelajaran Pra Tindakan
No
Inti Refleksi
Hipotesis Tindakan dan Rekomendasi
1.






2.







Lanjutan Tabel 4.4
 
 





3.




Tahap-tahap pembelajaran yang dilaksanakan guru belum memenuhi tuntutan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Yaitu menggunakan meodel pembelajaran bermakna.
Guru belum benar dalam menggunakan metode demonstrasi. Tetapi masih banyak menggunakan metode ceramah.
Kemampuan mengkomunikasikan hasil pengamatan siswa masih rendah. Siswa cenderung pasif  cuma beberapa orang siswa yang mampu mengkomunikasikan hasil
 pengamatannya.
Siswa tidak kreatif untuk mengobservasi dan mencatat data atau
·         Dengan mempelajari model pembelajaran bermakna, guru mampu mengelola pembelajaran sesuai dengan Kurikulum 2006 (KTSP).


·         Metode demonstrasi dapat diperbaiki dengan dukungan alat peraga yang memadai selain itu ceramah harus dikurangi dan diganti dengan tanya jawab.
·         Kemampuan mengkomunikasikan siswa ditingkatkan dengan cara melibatkan siswa dalam kegiatan demonstrasi juga memberi motivasi kepada siswa supaya siswa memiliki rasa percaya diri untuk mengkomunikasikan hasil pengamatan.
·         Agar siswa menjadi kreatif untuk mengobservasi, mencatat data juga. Guru

D.    Tindakan Lanjut Setelah Pembelajaran Pra Tindakan
     Setelah kegiatan analisis dan refleksi terhadap pembelajaran pra tindakan selesai dilakukan, peneliti utama (guru kelas V) bersama peneliti mitra (observer) menetapkan langkah-langkah kegiatan selanjutnya. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Merancang Instrumen Pembelajaran
     Pada penelitian ini instrumen pembelajaran adalah alat-alat yang diperlukan untuk pelaksanaan tindakan perbaikan pembelajaran. Alat-alat tersebut adalah Rencana Perbaiakan Pembelajaran (RPP), LKS, alat peraga, dan lembar observasi.
a.       Perencanaa dan Penglolaan  Pembelajaran
Rencana perbaiakan dan pengelolaan pembelajaran dibuat dalam bentuk RPP adalah standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran IPA pada kurikulum 2006/KTSP sebagai berikut:

Mata Pelajaran                  : Ilmu Pengetahuan ALam
Kelas/Semester                  : V/II Tahun Pelajaran 2007/2008
Materi Pokok/Topik          : Pesawat Sederhana
Sub Topik                          :  1. Pengungkit Golongan Pertama
2. Pengungkit Golongan Kedua
3. Pengungkit Golongan Ketiga
Standar Kompetensi                                                           
Memahami hubungan antara gaya, gerak, dan energi, serta fungsinya:
Kompetensi Dasar:           
5.2 Menjelaskan pesawat sederhana yang dapat membuat pekerjaan lebih mudah dan lebihcepat.
Hasil Belajar:
1.      Mengkomunikasikan hasil pengamatan secara lisan tentang pesawat sederhana.
2.      Mengkomunikasikan hasil pengamatan secara tulisan tentang pesawat sederhana.
Indikator Hasil Belajar:
1.      Mengidentifikasi berbagai pesawat sederhana.
2.      Menggolongkan berbagai alat pengungkit ke-1, ke-2, ke-3.
3.      Mendemonstrasikan cara menggunakan pesawat sederhana.
     RPP  dan LKS disusun dengan memperhatikan aspek-aspek pada kurikulum 2006/KTSP model pembelajaran bermakna, gambaran kinerja guru dan kemampuan siswa mengkomunikasikan hasil pengamatan pada pra tindakan, tujuan penelitian tindakan kelas. Rancangan Perbaiakan Pembelajaran dan LKS dibaut 3 kali untuk 3 kali pertemuan dengan rincian berikut:
1)      Pertemuan I
Sub Topik pengungkit golongan pertama alokasi waktu 2 x 35 menit.
2)      Pertemuan II
Sub Topik pengungkit golongan kedua alokasi waktu 2 x 35 menit.
3)      Pertemuan III
Sub Topik pengungkit golongan ketiga alokasi waktu 2 x 35 menit.
      Sebagaian isi Rancangan Perbaikan Pembelajaran dan LKS untuk pembelajaran siklus I, II dan siklus III selanjutnya mengalami perbaikan dalam beberapa hal berdasarkan hasil refleksi terhadap pembelajaran sebelumnya. Jadi sebagian isi Rancangan Perbaikan Pembelajaran dan LKS untuk pertemuan ke dua mengalami perubahan setelah melihat hasil pertemuan ke 1. Demikian  pula untuk pembelajaran siklus III mengalami perubahan setelah melihat hasil pertemuan ke dua. Hasil akhir keseluruhan silabus selama penelitian ditunjukkan pada lampiran 2 RPP siklus I, lampiran 3 RPP siklus II,  dan lampiran 4 RPP siklus III.
      Untuk memastikan apakah  RPP yang disusun  oleh peneliti (guru kelas V) layak digunakan, peneliti menunjukkan hasil karyanya itu kepada kepala sekolah yang juga sebagai observer. Dalam menilai pengelolaan pembelajaran yang dilaksanakan guru klas V ini, observer menggunakan rambu-rambu yang terdapat pada lampiran 5 yaitu  Instrumen untuk mengobservasi kemampuan guru merencanakan dan mengelola pembelajaran dengan menggunakan  metode demonstrasi. Guru menggunakan metode demonstrasi kemampuan lainnya adalah instrumen penelitian lembar kerja siswa, merupakan alat untuk memulai lembar kerja siswa yang dibuat oleh peneliti (guru kelas V).
b.      Rancangan Alat Peraga
Alat peraga yang disiapkan oleh guru kelas V (sebagai peneliti) adalah:
1)      Untuk Pertemuan I
Gambar berbagai pesawat sederhana jenis pengungkit golongan pertama, obeng, gunting, pembuka limun, pemotong kuku, jungkit-jungkit, timbangan gantung, timbangan duduk, tang, palu pencabut paku, kaleng cat.
2)      Untuk Pertemuan II
Gambar berbagai pesawat sederhana jenis pengungkit golongan kedua, gerobak beroda satu, pisau kertas, pemecah kemiri, dan pisau pnjepit plastik.
3)      Untuk Pertemuan III
Untuk pesawat sederhana pengungkit golongan ketiga, sekop, buku, sapu, cangkul.

c.      Instrumen untuk Mengobservasi
Guru menggunakan metode demonstrasi instrumen untuk mengobservasi aktivitas guru dalam tindakan pembelajaran pada setiap siklus adalah sebagai berikut:
1)      Alat (Instrumen) untuk mengobservasi kinerja guru mengelola pembelajaran dengan menggunakan metode demonstrasi dan lembar kerja siswa. Alat ini berupaya lembar observasi yang terdiri dari tiga format:
(a)    Format pertama untuk mengobservasi kinerja guru merencanakan dan mengelola pembelajaran dengan menggunakan metode demonstrasi kemampuan tersebut meliputi 5 aspek yaitu: (1) kesesuaian materi yang akan diberikan dengan materi sebelumnya, (2) kemampuan mengelola pengalaman siswa tentang pengungkit sesusai metode demonstrasi, (3) Mengelompokan siswa untuk mengamati kegiatan demonstrasi, (4) Mendiskusikan bersama-sama dengan siswa tentang prosedur pengamatan pada kegiatan demonstrasi, (5) Menyiapkan alat peraga, (6) Strategi pembelajaran, (7) Kemampuan menyajikan materi sesuai dengan metode demonstrasi, (8) Kemampuan mendemonstrasikan alat peraga, (9) Kemampuan memotivasi siswa mengidentifikasi alat peraga yang didemonstrasikan, (10) Memberi kesempatan melaporkan hasil pengamatan, (11) Mengadakan tindak lanjut terhadap siswa untuk pembelajaran berikutnya mengenai pesawat sederhana jenis pengungkit.
(b)   Format kedua untuk mengobservasi kemampuan guru memfungsikan  alat peraga dengan menggunakan metode demonstrasi yang mencakup sembilan aspek faktor; (1) memusatkan perhatian, (2) membangkitkan motivasi belajar siswa, (3) Menumbuhkan keingintahuan siswa, (4) mengungkap pengetahuan awal siswa, (5) memperjelas  pertanyaan guru, (6) mengundang pertanyaan siswa, (7) mengembangkan keterampilan proses IPA, (8) memperjelas penjelasan guru, (9) memperjelas cara kerja pesawat sederhana.
2)      Menentukan Siklus Tindakan Pembelajaran
     Mengingat terbatasnya waktu, serta pengalaman dan kemampuan guru melaksanakan penelitian tindakan kelas sangat kurang, maka siklus dan fokus tindakan ditetapkan sebagai berikut:
(a)    Karena Penelitian Tindakan Kelas (PTK) sangat baru bagi guru, maka jumlah siklus yang dipilih hanya 3 siklus saja, supaya PTK benar-benar realistis dan sesuai dengan kemampuan guru. Jadi dalam penelitian ini hanya akan dilihat sejauhmana kemampuan guru memperbaiki pembelajaran dengan melakukan 3 siklus atau 3 kali pembelajaran jika pada siklus ke 3 masih ada yang perlu diperbaiki, itu menjadi bahan pertimbangan untuk memperbaiki pembelajaran pada kesempatan yang lain.
(b)   Fokus tindakan (yang menjadi pusat perbaikan) pada seluruh siklus atau pembelajaran sama tiga aspek yaitu untuk (1) meningkatkan kemampuan guru merencanakan dan mengelolal pembelajaran menggunakan alat peraga, dan membuat LKSn dalam metode demonstrasi (2) meningkatkan kemampuan siswa mengkomunikasikan hasil pengamatan secara verbal dan nonverbal, (3) membantu siswa agar mendapat hasil belajar yang lebih baik.
(c)    Untuk mengetahui dan mengukur keberhasilan tindakan pembelajaran caranya adalah dengan memberi skor (nilai) kepada aspek-aspek dari ketiga fokus tindakan di atas. Aturan-aturan pemberian skor (nilai) adalah sebagai berikut:
1)      Skor untuk kemampuan guru menggunakan skala 1-4 ( 1 = kurang; 2 = cukup; 3 = baik; dan 4 = sangat baik). Tindakan untuk memperbaiki kemampuan  guru dianggap berhasil jika kemampuan guru mendapat skor (nilai) rata-rata sekurang-kurangnya = >2.5 (baik).
2)      Skor untuk kemampuan siswa mengkomunikasikan hasil pengamatan menggunakan skala 1-4  ( 1 = kurang, 2 cukup, 3 = baik, dan 4 = sangat baik).

E.     Pelaksanaan Tindakan Pembelajaran
1. Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I
Hari / Tanggal             : Senin, 14 April 2008
Kelas / Semester          : V / 2
Topik Pembelajaran     : Pesawat Sederhana
                                      Pengungkit golongan pertama
Alokasi Waktu            : 2 x 35 menit
Alat Peraga/Media yang disiapkan :
-    Obeng                                        - Tang
-    Jungkat-jungkit                          - Timbangan gantung
-    Gunting                                      - Catut pemotong kuku
-    Pembuka botol  minum              - Pencabut paku (palu)
-    Kiloan duduk                             - Linggis
Observer : ENOK PATIMAH dan EGA K.
a. Data Aktivitas Guru dalam Pembelajaran Siklus I
     Pada pembelajaran ini, kegiatan pra KBM (Kegiatan Belajar Mengajar) diisi guru dengan menginformasikan hasil penilaian global terhadap kegiatan belajar siswa pada pembelajaran pra tindakan sebelumnya, guru mengisyaratkan siswa untuk menyimak dan memperhatikan setiap apa yang diterangkan  dan diperagakan oleh guru, guru memberi arahan agar siswa belajar berbicara dihadapan teman-temannya khususnya di kelas.  Juga guru memotivasi   siswa agar siswa  memiliki rasa percaya diri yang tinggi supaya mampu melakukan komunikasi di hadapan orang banyak khususnya secara lisan.
     Sebelum kegiatan pembelajaran dimulai guru lebih dahulu memeriksa kelengkapan alat peraga yang diperlukan, selanjutnya guru mengelola pembelajaran mengikuti fase-fase (langkah-langkah) dari model pembelajaran bermakna. Dari catatan pengamat (observer) sebagaimana terdapat pada lampiran 7 kegiatan guru pada pembelajaran siklus I adalah sebagai berikut:
                                    1.      Fase Pertama Apersepsi
     Setelah melakukan kegiatan rutin membuka pelajaran (mengucapkan salam dan mengobservasi) guru meletakan alat-alat dimejanya di depan kelas.
     Apersepsi yang dilakukan guru adalah memberi tahu siswa tentang sub topik pembelajaran yaitu pengungkit golongan pertama, dan mengembangkannya dengan pelajaran minggu yang lalu yaitu “gaya gerak dan energi”.
     Berkaitan dengan aspek kemampuan menyiapkan kelengkapan dan menata alat untuk keperluan apersepsi, kinerja guru masih sangat kurang. Pada saat kegiatan apersepsi alat peraga /media yang dikaitkan dengan kegiatan apersepsi.
     Apersepsi pun hanya mengenalkan topik pembelajaran saja. Guru belum bisa memanfaatkan alat peraga yang tersedia untuk keperluan apersepsi (memusatkan perhatian, memotivasi, membangkitkan keingintahuan siswa, atau mengungkap pengetahuan awal siswa lebih jauh). Media pembelajaran yang digunakan pada saat apersepsi hanya papan tulis dan kapur untuk menuliskan topik pembelajaran.
     Menurut pengamatan observer (kepala sekolah) ada sedikit usaha guru mengungkap pengetahuan awal siswa, tetapi itu hanya berhubungan dengan pengetahuan istilah contohnya, guru mengajukan pertanyaan kepada siswa “Alat apakah yang kalian gunakan untuk membuka tutup limun”? itupun hanya sebatas pertanyaan yang tidak dilanjutkan dengan pertanyaan-pertanyaan lainnya.
     Fase apersepsi (membuka pelajaran terlalu lama). Waktu yang digunakan lebih dari 10 menit.
Fase kedua Eksplorasi
    Fase ini adalah tahap pembelajaran yang kegiatan utamanya di isi oleh aktivitas.
     Fase ini adalah tahap pembelajaran yang kegiatan utamanya di isi oleh aktivitas siswa menyelidiki sesuatu untuk keperluan itu guru telah cukup berusaha menyediakan alat peraga / media dengan lengkap sesuai dengan bahan ajar. Jumlah alat yang diperlukan semuanya digunakan untuk bahan kegiatan demonstrasi dalam pembelajaran. Gambar digunakan sebagai sumber informasi contoh pesawat sederhana jenis pengungkit, sedangkan pembuka limun, gunting, timbangan duduk, jungkat-jungkit, gunting kuku (catut), dan tang, kiloan gantung dan linggis digunakan guru sebagai objek yang diobservasi. Tetapi observasi siswa belum optimal, siswa hanya diminta memperhatikan demonstrasi  yang di peragakan. Belum ada perintah guru kepada siswa untuk mencatat hal-hal berdasarkan demonstrasi.
     Alat peraga yang banyak, mengakibatkan guru terlalu cepat menunjukkan bagian-bagian dari pengungkit pertama, sehingga siswa tidak cukup dan mengidentifikasi dari bagian-bagian pengungkit pertama tersebut.
     Jadi dalam hal keterampilan menggunakan alat peraga dan media kinerja guru masih kurang posisi guru sering berdiri di depan, sehingga siswa yang duduk paling belakang pengamatannya terganggu, guru cuma sesekali melakukan tanya jawab dengan siswa, padahal waktu yang tersedia cukup banyak yaitu 20 menit. 
Fase ketiga: Konsolidasi (pembahasan)
     Setelah selesai melakukan tanya jawab pada fase eksplorasi guru memulai membahas materi pelajaran, guru membahas kembali materi pesawat sederhana pengungkit pertama. Semua alat peraga digunakan sebagai alat untuk menjelaskan hasil penyelidikan  siswa. Cara menjelaskan menggunakan metode demonstrasi, juga dengan tanya jawab, ceramah dan memberi kesempatan kepada siswa untuk tampil ke depan.
     Berdasarkan hasil pengamatan observer guru cukup mampu menyediakan alat peraga/media dengan lengkap sesuai dengan bahan ajar yang dibahas, tetapi masih kurang mampu memfungsikan alat-alat untuk membahas jawaban tugas siswa dalam LKS maupun menjawab pertanyaan siswa, maksudnya guru hanya cukup membaca hasil tugas siswa tetapi tidak di dukung dengan penggunaan alat lagi. Hal lain yang menjadi catatan observer, pada saat menata alat peraga ketika pembahasan guru  telah cukup rapih dalam menata alat peraga / media yang digunakan. Selain itu, dalam membahas materi  pelajaran guru cukup terampil dalam menunjukkan alat peraga / media agar diperhatikan siswa saat membahas jawaban tugas dalam LKS.
     Waktu untuk fase pembahasan sekitar 30 menit. Hal ini disebabkan kegiatan siswa mengerjakan tugas-tugas dalam LKS sangat lama. Sebagian besar isi LKS adalah tugas-tugas yang harus dikerjakan siswa tentang materi pengungkit golongan pertama. 
4. Fase keempat: Penutup (Kesimpulan dan Pembentukan Sikap/Perilaku).
     Kemampuan  guru pada fase penutup belum memuaskan. Guru hanya menyimpulkan materi pelajaran dan menanamkan sikap dan perilaku sangat singkat. Misalnya guru mengingatkan siswa agar membaca kembali buku sumber yang membahas tentang pesawat sederhana jenis pengungkit pertama dan siswa harus lebih teliti dalam mengamati demonstrasi guru agar apa yang dilaporkan sesuai dengan materi yang dibahas. Dalam hal mendemonstrasikan alat peraga, sama sekali tidak dilakukan guru pada akhir pelajaran. Satu hal yang baik dilakukan guru pada fase ini adalah merapihkan alat sebelum menutup pelajaran.
     Berdasarkan data hasil observasi terhadap kemampuan guru mengelola dan memfungsikan alat peraga pada pembelajaran siklus I, peneliti (guru kelas IV) dan observer (kepala sekolah) kemudian melakukan pertemuan untuk menganalisis sejauh mana guru sudah mampu atau tidak dalam menggunakan metode demonstrasi. Hasil analisis dan kriteria sebagaimana  dicantumkan dalam instrumen pada lampiran 8 dan lampiran 9, dijadikan dasar menilai kinerja guru. Hasil penilaian tersebut ditunjukkan pada tabel di bawah ini.
Table 4.5
Rangkuman Penilaian Guru Mengelola
Pembelajaran   dalam Metode Demonstrasi
Siklus I

No
Aspek yang dinilai
Nilai
1.
Kesesuaian materi yang akan diberikan dengan materi sebelumnya
Cukup (2)
2.
Kemampuan mengelola pengalaman siswa tentang pengungkit ke-1 sesuai metode demonstrasi
Kurang (1)
3.
Mengelompokkan siswa untuk mengamati kegiatan demonstrasi
Cukup (2)
4.
Mendiskusikan bersama dengan siswa tentang prosedur pengamatan pada kegiatan demonstrasi
Cukup (2)
Lanjutan Tabel 4.5
 
5.
Menyiapkan alat peraga / bahan sesuai dengan kebutuhan demonstrasi
Baik (3)
6.
Strategi pembelajaran dengan metode demonstrasi sesuai prosedur yang ditetapkan pada RPP
Kurang (1)
7.
Kemampuan menyajikan materi sesuai dengan metode demonstrasi
Cukup (3)
8.
Kemampuan mendemonstrasikan alat peraga
Cukup (2)
9.
Kemampuan memotivasi siswa yang mengidentifikasi alat peraga yang di demonstrasikan
Kurang (3)
10.
Mengadakan tindak lanjut terhadap siswa untuk pembelajaran berikutnya mengenai pesawat sederhana jenis pengungkit ke-2
Cukup (2)
Jumlah Skor
21
Skor Kinerja Guru Mengelola
2,1 (cukup)
Prosentase
52,5 %

Table 4.6
Rangkuman Penilaian Guru Menggunakan Metode Demonstrasi
Siklus I

No
Aspek yang dinilai
Nilai
1.
Memfungsikan alat untuk memusatkan perhatian siswa
3
2.
Memfungsikan alat untuk membangkitkan motivasi belajar siswa
2
3.
Memfungsikan alat untuk menumbuhkan keingintahuan siswa
3
4.
Memfungsikan alat untuk mengungkapkan pengetahuan guru
2
5.
Memfungsikan alat untuk memperjelas
Lanjutan Tabel 4.6
 
pertanyaan guru
2
6.
Memfungsikan alat untuk mengundang pertanyaan siswa
2
7.
Memfungsikan alat untuk mengembangkan keterampilan siswa
2
8.
Memfungsikan alat untuk memperjelas penjelasan guru tentang pesawat sederhana jenis   pengungkit pertama
3
9.
Memperjelas cara kerja pesawat sederhana jenis pengungkit pertama
2
10.
Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi pengungkit pertama
2
Jumlah
23
Prosentase
57,5 %

Table 4.7
Rangkuman Penilaian untuk Mengungkap Kualitas Alat Peraga atau Media Pembelajaran

No
Aspek yang dinilai
Nilai
1.
Mampu menyediakan alat peraga media dengan lengkap sesuai dengan bahan pembelajaran
3
2.
Ukuran alat peraga atau media memadai
3
3.
Memperhatikan keindahan atau kerapihan alat peraga atau media yang digunakan
2
4.
Terampil dan luwes dalam menggunakan alat peraga atau media
2
5.
Mampu menggabungkan  alat peraga atau media   dengan konsep bahan materi pelajaran
3
Jumlah
13
Prosentase
 65 %
Table 4.8
Rangkuman Penilaian  Pembuatan Lembar Kerja Siswa
Pada Metode Demonstrasi

No
Aspek yang dinilai
Nilai
1.
LKS yang dibuat memperhatikan adanya perbedaan individualisme
1
2.
LKS yang dibuat berfungsi sebagai petunjuk jalan bagi siswa untuk mencari tahu
3
3.
LKS yang dibuat memberi kesempatan kepada siswa untuk, memulai, berdialog dengan temannya, menggambar, menggunakan alat, menyentuh benda nyata, dan sebagainya
2
4.
LKS yang digunakan dibuat dapat mengembangkan kemampuan komunikasi sosial, emosional, moral, dan estetika pada diri siswa
1
5.
Kemampuan menyelesaikan LKS dengan menggunakan struktur kalimat yang jelas
2
6.
Ketertarikan siswa terhadap penampilan LKS
3
7.
Pemahaman siswa terhadap peran yang disampaikan
2
8.
Kemampuan menjawab LKS berdasarkan hasil pengolahan informasi melalui pengamatan
2
9.
Kesesuaian jawaban dengan perintah yang ada dalam LKS
3
10.
Ketepatan dan kecepatan menyelesaikan LKS
2
Jumlah / Rata-rata
21/ 2,1
Prosentase Skor Penilaian pembuatan  LKS pada Siklus I
52,5 %

     Dari tabel 4.5, table 4.6, table 4.7, dan tabel 4.8, kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran, menggunakan metode demonstrasi, alat peraga, dan LKS masih belum sebagaimana mestinya, seharusnya minimal bernilai baik pada setiap aspek pada setiap fase pembelajaran.

b. Data kemampuan siswa mengkomunikasikan Hasil pengamatan secara lisan dan tulisan dalam pembelajaran Siklus I.
Tabel 4.9
Data kemampuan siswa mengkomunikasikan Hasil Pengamatan Secara Tulisan (Verbal) dan non verbal 
(Menggambar) Pada Pembelajaran  Siklus I

Kelompok
Indikator Komunikasi Siswa Secara Tulisan
Prosen
1
2
3
4
I
2
2
2
1
43,75%
II
3
2
2
2
56,25%
III
2
2
2
1
43,75%
IV
2
2
2
2
50%
V
3
2
2
2
56,25%
VI
2
2
2
1
43,75%
Rata-rata
2,33
2
2
1,5
48,94 %
Skor
58,33%
50%
50%
37,5%
48,95%

Keterangan
Skor Nilai
            SB       (Sangat Baik)  = 4       > 3,50-4,0
      B         (Baik)              = 3       > 3     -3,5
      C         (Cukup)           = 2       > 2,50- 3
      K         (Kurang)          = 1       > 1      - 2,5


1.  SB  = Mampu menulis10 macam  
alat yang termasuk golongan pertama
B   = Mampu menulis hanya 9 macam pengungkit pertama
C   = Mampu menulis hanya 8 macam pengungkit pertama
K   = Mampu menulis hanya 7 macam pengungkit pertama
2.      SB = Mampu menggambar 5 macam pengungkit pertama
B   = Mampu menggambar hanya 4 macam pengungkit pertama
C   = Mampu menggambar hanya 3 macam pengungkit pertama
K   = Mampu menggambar hanya 2 macam pengungkit pertama
3.      SB = Mampu menjawab pertanyaan secara tertulis sebanyak 4 nomer
B   = Mampu menjawab pertanyaan secara tertulis sebanyak 3 nomer
C   = Mampu menjawab pertanyaan secara tertulis sebanyak 2 nomer
K   = Mampu menjawab pertanyaan secara tertulis sebanyak 1 nomer
4.      SB = Kualitas penulisan sesuai kaidah EYD
B   = Kualitas penulisan cukup sesuai kaidah EYD
C   = Kualitas penulisan kurang sesuai kaidah EYD
K   = Kualitas penulisan tidak sesuai kaidah EYD
     Berdasarkan tabel 4.9 di atas, dapat disimpulkan bahwa keterampilan berkomunikasi secara tulisan (verbal) dan non verbal (menggambar) di kelas V SD Negeri Simpang pada tiap kelompok menurut indikator kinerja siswa yang dijadikan indikator penilaian dapat dilihat prosentase perolehannya sebagai berikut:
1.      Kelompok siswa yang mampu menulis 8 macam pengungkit golongan pertama adalah 4 kelompok = 66,66%
2.      Kelompok  siswa  yang  mampu  menilai  9  macam  jenis  pengungkit pertama = 33,33% 
3.      Semua   kelompok  hanya  mampu  menggambar  3  macam  pengungkit  pertama = 100%
4.      Semua  kelompok  mampu  menyelesaikan tugas  secara tertulis hanya  2  nomer = 100%
5.      Kelompok  siswa  yang kualitas penulisannya kurang sesuai dengan kaidah EYD = 50%
6.      Kelompok siswa yang kualitas penulisannya tidak sesuai dengan kaidah EYD = 50 %
     Sedangkan kemampuan per kelompok dapat dilihat prosentase sebagai berikut:
1.      Kelompok I, dengan prosentase yaitu 43,75%
2.      Kelompok II, dengan prosentase yaitu 56,25%
3.      Kelompok III, dengan prosentase yaitu 43,75%
4.      Kelompok IV, dengan prosentase yaitu 50%
5.      Kelompok V, dengan prosentase yaitu 56,25%
6.      Kelompok VI, dengan prosentase yaitu 43,75%
     Dari keseluruhan indikator dan kemampuan tiap kelompok tersebut di atas bila dirata-ratakan mencapai nilai 49% dan 48,95%

Tabel 4.10
Intrumen Kemampuan Siswa Mengkomunikasikan Hasil Pengamatan Secara Verbal (Lisan) Pada Pembelajaran Siklus I

Kelompok
Aspek Komunikasi Lisan (verbal) Siswa
Nilai
1
2
3
4
5
Kode
Nilai
%
I
B
3
B
3
B
3
B
3
B
4
B
3
75%
II
C
3
C
2
B
3
C
2
B
4
C
2,4
60%
III
B
3
B
3
B
3
B
3
B
4
B
3
75%
IV
B
3
B
3
B
3
B
3
B
4
B
3
75%
V
C
3
C
2
B
3
C
2
C
2
C
2,75
68,75%
VI
B
3
B
3
B
3
B
3
B
4
B
3
75%
Rata-Rata
C

B

B

B

B

C
2,69
67,29%
Prosentase
66,67 %

66,67%

75%

66,67%

70,83%



71,46%
Kriteria SB = nilai > 3,5 - 4
  B   = nilai > 3 - 3,5
  C   = nilai > 2,5 - 3  
  K   = nilai > 1 - 2,5

Keterangan :
1.      Aspek Keberanian
SB =
Siswa berani mengkomunikasikan tanpa disuruh guru
B   =
Siswa berani mengkomunikasikan ditunjuk guru
C   =
Siswa berani mengkomunikasikan dengan dibujuk
K   =
Siswa berani mengkomunikasikan dengan dipaksa

2.      Aspek Reliabel
SB =
Siswa mengkomunikasikan hasil pengamatan  sesuai kenyataan serta lengkap
B   =
Siswa mengkomunikasikan hasil pengamatan  sesuai kenyataan, tetapi kurang lengkap
C   =
Siswa mengkomunikasikan hasil pengamatan  kurang sesuai dengan kenyataan, dan kurang lengkap
K   =
Siswa mengkomunikasikan hasil pengamatan  tidak sesuai

3.      Aspek Penyampaian Pendapat Sendiri
SB =
Siswa dapat meyampaikan pendapat lain dari idenya sendiri
B   =
Siswa dapat menyampaikan pendapat dibantu ide guru
C   =
Siswa dapat menyampaikan pendapat lain dibantu ide teman
K   =
Siswa tidak dapat menyampaikan pendapat lain
4.      Aspek Kejelasan Pelafalan dan Intonasi
SB =
Siswa mengkomunikasikan hasil pengamatan dengan lapal dan intonasi yang sangat jelas
B   =
Siswa mengkomunikasikan hasil pengamatan dengan lapal dan intonasi  jelas
C   =
Siswa mengkomunikasikan hasil pengamatan dengan lapal dan intonasi kurang jelas
K   =
Siswa mengkomunikasikan hasil pengamatan dengan lapal dan intonasi tidak jelas
5.      Aspek kesesuaian kalimat dengan kaidah EYD
SB =
Penggunaan kalimat dalam mengkomunikasikan hasil pengamatan sangat sesuai dengan kaidah EYD
B   =
Penggunaan kalimat dalam mengkomunikasikan hasil pengamatan  sesuai dengan kaidah EYD
C   =
Penggunaan kalimat dalam mengkomunikasikan hasil pengamatan tidak  kurang sesuai dengan kaidah EYD
K  =
Penggunaan kalimat dalam mengkomunikasikan hasil pengamatan tidak  tidak sesuai dengan kaidah EYD

Tabel 4.11
Refleksi dan Hipotesis Tindakan Siklus I
No
Inti Refleksi
Hipotesis
1.
Kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran belum optimal hal ini terlihat dengan adanya kondisi siswa yang belum memusatkan perhatiannya untuk mengerjakan LKS yang diberikan perkelompok.
Alternatif untuk mengatasi hal tersebut akan ditindaklanjuti dengan pemberian LKS secara individu untuk tiap kelompok supaya siswa dapat memusatkan perhatiannya untuk mengerjakan LKS dan tetap berdiskusi kelompok.
2.
Kemampuan siswa mengkomunikasikan hasil pengamatan masih kurang, hal ini ditandai dengan adanya siswa dari tiap kelompok yang belum mampu
Lanjutan Tabel 4.11
 
mengkomunikasikan hasil pengamatannya 
Siswa diberi motivasi dengan nilai, yakni terbanyak kelompok yang anggotanya mampu mengkomunikasikan hasil pengamatan akan memperoleh nilai tertinggi
3.
Kemampuan guru dalam mendemonstrasikan alat peraga kurang memusatkan perhatian siswa karena terlalu cepat dalam mengkomunikasikan penjelasan tentang bagian-bagian dari pengungkit golongan pertama
Dengan cara memperjelas penjelasan tentang bagian-bagian dari alat peraga yaitu pengungkit
Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi bagian-bagian dari pengungkit


     Dengan memperhatikan hasil refleksi terhadap pembelajaran, guru melihat ulang rencana pembelajaran yang telah dibuat seperti tercantum pada lampiran 2, beberapa hal yang perlu pada rencana pembelajaran untuk siklus II ditambah dengan perubahan-perubahan, misalnya kejelasan Rencana Perbaikan Pembelajaran.
2. Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II
Hari / Tanggal             : Kamis, 24 April 2008
Kelas / Semester          : V / II
Topik Pembelajaran : Pesawat Sederhana Jenis Pengungkit Golongan kedua
Alokasi Waktu            : 2 x 35 menit (satu kali pertemuan)
Alat peraga / media yang disiapkan:
-          Gambar pengungkit golongan kedua
-          Pengungkit golongan kedua         -   Gerobag beroda (gerobak pasir)
-   Pisau kertas
-   Pisau penjepit
-   Pemecah kemiri
-          Lembar kerja siswa
-          Fokus Tindakan Utama     : Meningkatkan kemampuan guru sebagaimana tercantum pada hasil refleksi terhadap siklus I observer (peneliti mitra):
1)  Enok Patimah, 2) Ega Kuswara
a.  Data aktivitas guru dalam pembelajaran siklus II
     Pembelajaran siklus II dimaksudkan untuk meningkatkan kinerja guru dalam mengelola pembelajaran yakni: menggunakan metode demonstrasi, memfungsikan alat peraga, meningkatkan kualitas LKS, terutama yang masih berkadar kurang,  dancukup.
Tahapan pembelajaran masih menggunakan model pembelajaran bermakna yaitu: Fase Apersepsi, Fase Eksplorasi (penyelidikan, yaitu dalam pembelajaran ini mengamati demonstrasi guru) Fase Konseolidasi atau Pembahasa, dan Fase Penutup.
                              1.  Fase Apersepsi
     Pada saat kegiatan apersepsi alat peraga yang digunakan lebih lengkap dan ditata rapih di depan kelas sehingga memusatkan perhatian siswa. Guru juga terampil memanfaatkan alat peraga untuk menunjang mengungkap pengetahuan awal siswa dan menghubungkan dengan materi yang akan dibahas.
     Cara yang dilakukan guru adalah mengajukan pertanyaan tentang alat yang terkait dengan alat peraga yang mana ditunjukkan misalnya guru bertanya “Pernahkah kalian melihat alat yang seperti ini?, untuk apakah alat ini digunakan?”
     Semua siswa ke depan untuk mengamati alat. Peneliti sebagai guru kelas V telah berhasil meningkatkan kinerjanya dalam memfungsikan alat peraga untuk fase apersepsi dengan cara yang benar antara lain memusatkan perhatian, memotivasi, dan mengungkap pengetahuan siswa.
  2.  Fase Eksplorasi
     Pelaksanaan metode demonstrasi dan penggunaan alat peraga pada fase eksplorasi di siklus II sangat baik dilakukan guru. Fase Eksplorasi dimulai dengan guru mengelompokkan siswa, menyiapkan alat peraga.
     Fase eksplorasi betul-betul dimanfaatkan untuk mengeksplorasi pengetahuan siswa, melalui demonstrasi guru, dan tanya jawab siswa diberi kesempatan untuk mendemonstrasikan alat peraga yang ditampilkan, kemudian mengemukakan pendapat tentang alat peraga tersebut.
     Fase eksplorasi dengan metode demonstrasi yang digunakan guru dilaksanakan dengan baik, sehingga dapat mengembangkan keterampilan siswa mengkomunikasikan hasil pengamatan.
Hal ini dapat terlaksana karena fase eksplorasi yang dilaksanakan melibatkan siswa secara aktif, baik ketika mendemonstrasikan alat peraga, atau ketika siswa mengajukan pendapatnya tentang alat peraga yang sudah didemonstrasikan.
Kinerja guru dalam mengidentifikasi bagian-bagian yang ada pada alat peraga berjalan dengan baik.
3.  Fase Konsolidasi
     Penggunaan metode demonstrasi, LKS, dan alat peraga pada fase pembahasan pada siklus II dapat dilakukan guru kelas V dengan baik. Pada awal pembahasan guru berupaya memusatkan perhatian keingintahuan, memotivasi siswa, penjelasan guru yang lebih rinci.  Selanjutnya dengan menggunakan alat peraga yang konkrit  guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi bagian-bagian dari pengungkit. Juga  siswa diberi kesempatan untuk mengkomunikasikan hasil pengamatan dan mengomentari hasil pekerjaannya..
     Pada fase pembahasan pun guru tetap menggunakan metode demonstrasi, LKS dan alat peraga diarahkan untuk mengembangkan kemampuan siswa mengkomunikasikan hasil pengamatan baik secara verbal maupun non verbal.
     Kesimpulannya, perubahan hasil kerja siswa dalam LKS dan pembahasan materi pelajaran dilakukan guru dengan sangat baik karena sering dibantu dengan alat peraga yang tersedia. Selain itu dengan dilibatkannya siswa maka proses pembahasan tidak membosankan siswa.
4.  Fase Penutup (Kesimpulan dan pembentukan sikap/perilaku)
     Kinerja guru pada fase penutup cukup baik dimana guru sungguh-sungguh memotivasi siswa agar mau menggali pengetahuan tentang pesawat sederhana jenis pengungkit golongan kedua dengan banyak membaca.
     Guru membimbing siswa menyimpulkan pelajaran sambil menggunakan alat peraga yang kemudia dibereskan. Pada saat penutupan pembelajaran, guru menanamkan sikap agar siswa lebih teliti dalam mengamati demonstrasi.
     Berdasarkan data hasil observasi terhadap kemampuan guru mengelola dan memfungsikan alat pada pembelajaran siklus II, peneliti dan observer kemudia melakukan pertemuan untuk menganalisis sejauhmana guru sudah mampu atau tidak meningkatkan kinerjanya dalam mengelola pembelajaran, menggunakan metode demonstrasi,  memfungsikan alat peraga, meningkatkan kualitas LKS dan dengan meningkatkan kemampuan siswa mengkomunikasikan hasil pengamatan secara verbal  dan non verbal.
Hasil analisis dengan kriteria sebagaimana dicantumkan dalam instrumen pada lampiran 12, 13, 14, dan lampiran 15 dijadikan dasar menilai kinerja guru, hasil penilaian tersebut ditunjukkan pada Tabel 4.12, 4.13, 4.14, dan 4.15.




Tabel 4.12
Rangkuman Penilaian Kinerja Guru Mengelola
Pembelajaran Pada Siklus II

No
Aspek Pengelolaan Pembelajaran
Nilai
1.
Kesesuaian materi yang akan diberikan dengan materi sebelumnya
3
2.
Kemampuan mengelola pengalaman siswa tentang pengungkit golongan pertama sesuai metode demonstrasi
3
3.
Mengelompokkan siswa untuk mengamati kegiatan demonstrasi
3
4.
Mendiskusikan bersama-sama dengan siswa tentang prosedur pengamatan pada kegiatan demonstrasi
3
5.
Strategi pembelajaran dengan metode demonstrasi sesuai prosedur yang ditetapkan pada RPP
4
6.
Kemampuan menyajikan  materi dengan menggunakan metode demonstrasi sesuai prosedur yang ditetapkan RPP
4
7.
Kemampuan memotivasi siswa, mengidentifikasi alat peraga yang didemonstrasikan.
3
8.
Mengadakan diskusi bersama siswa tentang hasil mengamati demonstrasi
3
9.
Memberikan kesempatan kepada siswa untuk meningkatkan kemampuan mengkomunikasikan hasil pengamatan
3
10.
Kemampuan guru mengungkap pengetahuan awal siswa dengan kehidupan sehari-hari
4
11.
Kemampuan guru dalam mendemonstrasikan alat peraga
3
12.
Kemampuan guru dalam menyelenggarakan diskusi bersama siswa tentang hasil pengamatan
3
13.
Memberikan kesempatan kepada siswa untuk melaporkan hasil pengamatan
3
14.
Topik materi pembelajaran sesuai dengan yang tercantum dalam RPP
4
15.
Mengadakan tindak lanjut terhadap siswa untuk pembelajaran berikutnya mengenai pengungkit golongan ke dua
4
Jumlah / Rata-rata
52/ 3,46
Prosentase Skor Kinerja Guru pada Siklus II
86,5 %


Skor Kinerja Guru
Pada Keseluruhan Pembelajaran 2
BS = Baik Sekali   = 4
B   = baik              = 3
C   = Cukup          = 2
K   = Kurang         = 1
     Informasi dari tabel 4.12, menunjukkan bahwa pada siklus II kinerja guru dalam mengelola pembelajaran semakin meningkat, upaya guru sangat sungguh-sungguh.
     Sedangkan untuk perkembangan kinerja guru menggunakan metode demonstrasi dalam pembelajaran siklus II juga mengalami peningkatan. Gambaran peningkatan tersebut dapat dilihat pada tabel 4.12 sebagai berikut:
Tabel 4.13
Rangkuman Penilaian Kinerja Guru Menggunakan Metode Demonstrasi pada Pembelajaran Siklus II
No
Aspek Kinerja Guru Menggunakan
Metode Demonstrasi
Nilai
1.
Memfungsikan alat untuk memusatkan perhatian siswa
Baik (3)
2.
Memfungsikan alat untuk membangkitkan motivasi belajar siswa
Baik (3)
3.
Memfungsikan alat untuk menumbuhkan keingintahuan
Baik (3)
4.
Memfungsikan alat untuk mengungkapkan pengetahuan awal siswa
Baik (3)
5.
Memfungsikan alat untuk memperjelas pertanyaan guru
Baik (3)
Rata-rata
Baik (3)
Prosentase
75 %

     Dari tabel 4.13,  diketahui bahwa kemampuan guru dalam menggunakan metode demonstrasi memenuhi target yang ditetapkan oleh peneliti dan observer, yaitu sekurang-kurangnya mendapat kualitas baik (3).
     Untuk mengungkap kinerja guru mengelola alat peraga atau media pembelajaran siklus II  dapat dilihat pada tabel 4.13 dibawah ini:
 
Tabel 4.14
Rangkuman Penilaian untuk Mengungkap Kualitas Alat Peraga atau Media Pembelajaran

No
Aspek yang dinilai
Kualitas dan Skor Alat Peraga
1.
Mampu menyediakan alat peraga / media dengan lengkap sesuai dengan bahan pembelajaran
Baik sekali (4)
2.
Ukuran alat peraga atau media memadai
Baik sekali (4)
3.
Memperhatikan keindahan atau kerapihan alat peraga atau media yang digunakan
Baik (3)
4.
Terampil dan luwes dalam menggunakan alat peraga atau media
Baik (3)
5.
Mampu menggabungkan alat peraga atau media dengan konsep bahan materi pelajaran
Baik (3)
Rata-rata kemampuan mengelola alat peraga
Baik (3,4)
Prosentase keSkor kualitas alat peraga
85%

     Pada tabel 4.14, dapat dilihat kinerja guru mengelola alat peraga pada pembelajaran siklus II meningkat yakni mendapat kualitas  baik (3,4) dengan prosentase sebesar 85 %
     Sedangkan untuk menilai kinerja guru dalam membuat lembar kerja siswa pada pembelajaran siklus II dapat dilihat pada tabel 4.15
Tabel 4.15
 Rangkuman Penilaian  Pembuatan Lembar Kerja Siswa
Pada Pembelajaran Siklus II

No
Aspek yang dinilai
Kualitas Lembar Kerja Siswa
1.
LKS yang dibuat memperhatikan adanya perbedaan individual
3
2.
LKS yang dibuat berfungsi sebagai petunjuk jalan bagi siswa untuk mencari tahu
3
3.
LKS yang dibuat memberi kesempatan kepada siswa untuk memulai, berdialog dengan teman-temannya, menggambar, menggunakan alat, menyentuh benda nyata dan sebagainya
4
4.
LKS yang digunakan dibuat dapat mengembangkan kemampuan komunikasi sosial, emosional, moral dan estetika pada diri siswa.
3
5.
Ketertarikan siswa terhadap penampilan LKS
4
6.
Pemahaman siswa terhadap peran yang disampaikan
3
7.
Kemampuan menjawab LKS berdasarkan hasil pengolahan informasi melalui pengamatan
4
Rata-rata kualitas pembuatan LKS
3,42
Prosentase Skor kualitas pembuatan LKS
85,5%
     Dari tabel 4.15 diketahui kualitas pembuatan LKS pada pembelajaran siklus II meningkat yakni rata-rata mencapai 3,42 ( Baik ) sedangkan prosentase skor perolehan adalah 85,5%.
     Guru menggunakan LKS sudah mencapai target Penelitian Tindakan yang ditetapkan  oleh peneliti dan observer, yaitu mendapat kualitas Baik.
b.      Data Kemampuan Siswa Mengkomunikasikan Hasil Pengamatan Secara verbal dan non verbal pada Pembelajaran Siklus II.
     Kemampuan siswa mengkomunikasikan hasil pengamatan pada pembelajaran siklus II mengalami peningkatan. Adapun peningkatan tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.16
Instrumen Kemampuan Siswa Mengkomunikasikan Hasil Pengamatan Secara Verbal (Lisan) Pada Pembelajaran Siklus II

Kelompok
Aspek Komunikasi Lisan (verbal) Siswa
Nilai
1
2
3
4
5
Kode
Nilai
%
I
SB
4
B
3
SB
3
B
3
SB
4
B
3,4
85%
II
SB
4
B
3
B
3
B
3
SB
4
B
3,4
85%
III
SB
4
B
3
SB
3
B
3
SB
4
B
3,4
85%
IV
SB
4
B
3
SB
3
B
3
SB
4
B
3,6
90%
V
SB
4
B
3
B
3
B
3
SB
4
B
3,4
85%
VI
SB
4
B
3
B
3
B
3
SB
4
B
3,4
85%
Rata-Rata
SB
4
B
3
B
3
B
3
SB
4
B
3,43
85,75%
Prosentase
100%

75%

87,5%

75%

100%



83,33%
Kriteria SB = nilai > 3,5 - 4
  B   = nilai > 3 - 3,5
  C   = nilai > 2,5 - 3  
  K   = nilai > 1 - 2,5
Keterangan :
1.      Aspek Keberanian
SB =
Siswa berani mengkomunikasikan tanpa disuruh guru
B   =
Siswa berani mengkomunikasikan ditunjuk guru
C   =
Siswa berani mengkomunikasikan dengan dibujuk
K   =
Siswa berani mengkomunikasikan dengan dipaksa

2.      Aspek Reliabel
SB =
Siswa mengkomunikasikan hasil pengamatan  sesuai kenyataan serta lengkap
B   =
Siswa mengkomunikasikan hasil pengamatan  sesuai kenyataan, tetapi kurang lengkap
C   =
Siswa mengkomunikasikan hasil pengamatan  kurang sesuai dengan kenyataan, dan kurang lengkap
K   =
Siswa mengkomunikasikan hasil pengamatan  tidak sesuai

3.      Aspek Penyampaian Pendapat Sendiri
SB =
Siswa dapat meyampaikan pendapat lain dari idenya sendiri
B   =
Siswa dapat menyampaikan pendapat dibantu ide guru
C   =
Siswa dapat menyampaikan pendapat lain dibantu ide teman
K   =
Siswa tidak dapat menyampaikan pendapat lain
4.      Aspek Kejelasan Pelafalan dan Intonasi
SB =
Siswa mengkomunikasikan hasil pengamatan dengan lapal dan intonasi yang sangat jelas
B   =
Siswa mengkomunikasikan hasil pengamatan dengan lapal dan intonasi  jelas
C   =
Siswa mengkomunikasikan hasil pengamatan dengan lapal dan intonasi kurang jelas
K   =
Siswa mengkomunikasikan hasil pengamatan dengan lapal dan intonasi tidak jelas
5.      Aspek kesesuaian kalimat dengan kaidah EYD
SB =
Penggunaan kalimat dalam mengkomunikasikan hasil pengamatan sangat sesuai dengan kaidah EYD
B   =
Penggunaan kalimat dalam mengkomunikasikan hasil pengamatan  sesuai dengan kaidah EYD
C   =
Penggunaan kalimat dalam mengkomunikasikan hasil pengamatan tidak  kurang sesuai dengan kaidah EYD
K  =
Penggunaan kalimat dalam mengkomunikasikan hasil pengamatan tidak  tidak sesuai dengan kaidah EYD

  Tabel 4.17
Instrumen Kemampuan Siswa Mengkomunikasikan Hasil Pengamatan Secara Verbal (Tulisan Paparan)  dan Non Verbal (Menggambar) pada Pembelajaran Siklus II


Kelompok
Aspek Komunikasi Lisan (verbal) Siswa
Nilai
1
Nilai
2
Nilai
3
Nilai
4
Nilai
Nilai
Kode
%
I
SB
4
SB
4
SB
4
B
3
3,75
SB
93,75%
II
SB
4
B
3
SB
4
B
3
3,5
B
87,7%
III
SB
4
SB
4
SB
4
B
3
3,75
SB
93,7%
IV
SB
4
B
4
SB
4
B
3
3,75
SB
97,5%
V
SB
4
B
3
SB
4
B
3
3,5
B
87,5%
Lanjutan Tabel 4.17
 
VI
SB
4
SB
4
SB
4
B
3
3,75
SB
93,75%
Rata-Rata
 4
 3,5
 4
 3
 3,63
SB
90,63%
Prosentase
100%
87,5%
100%
75%
90,66%

Kriteria
SB = > 3,5 - 4
B   = > 3 - 3,5
C   = > 2,5 - 3             
D   = > 1 - 2,5
















Keterangan :
1.      Paparan
SB =
Mampu menyelesaikan tugas bentuk paparan dengan lengkap  
B   =
Mampu menyelesaikan tugas bentuk paparan tetapi kurang lengkap 
C   =
Mampu menyelesaikan tugas bentuk paparan tetapi tidak lengkap  
K   =
Tidak mampu menyelesaikan tugas bentuk paparan
2.      Gambar
SB =
Mampu menggambar 3 macam pengungkit golongan kedua sangat tepat
B   =
Mampu menggambar 2 macam pengungkit golongan kedua kurang tepat
C   =
Mampu menggambar 2 macam pengungkit golongan kedua tidak tepat
K   =
Mampu menggambar 2 macam pengungkit golongan kurang tepat
3.      Mengidentifikasi bagian-bagian pengungkit golongan kedua
SB =
Mampu menentukan bagian-bagian pengungkit golongan kedua dengan posisi tepat
B   =
Mampu menentukan bagian-bagian pengungkit golongan kedua tetapi dengan posisi kurang tepat
C   =
Mampu menentukan bagian-bagian pengungkit golongan kedua tetapi dengan posisi tidak tepat
K   =
Tidak mampu menentukan bagian-bagian pengungkit golongan kedua
4.      Kaidah penulisan
SB =
Tugas yang diselesaikan ditulis sesuai kaidah EYD
B   =
Tugas yang diselesaikan ditulis kurang sesuai kaidah EYD
C   =
Tugas yang diselesaikan ditulis tidak sesuai kaidah EYD
K   =
Tugas tidak diselesaikan
     Berdasarkan tabel 4.17, Kemampuan siswa mengkomunikasikan hasil pengamatan secara lisan untuk aspek keberanian mencapai 100%. Aspek Reliabel 87,5%, aspek penyampaian pendapat sendiri dan 100%, aspek kejelasan kelapalan dan intonasi 75%. Kemampuan siswa mengkomunikasikan hasil pengamatan secara lisan untuk tiap kelompok adalah: Kelompok I mencapai 93,75%, Kelompok II 87,7%, Kelompok III 93,7%, Kelompok IV 97,5%, Kelompok V 87,5%, Kelompok VI 93,75%.
   Untuk pembelajaran siklus II siswa kelas V SDN Simpang rata-rata kemampuan mengkomunikasikan hasil pengamatan adalah 90,63%.     Kemampuan mengkomunikasikan hasil pengamatan secara tulisan berdasarkan tabel 4.16,  dapat dilihat hasil peningkatannya untuk aspek kemampuan menyelesaikan tugas paparan adalah 100%, untuk aspek membuat 87,5%, aspek mengidentifikasi bagian-bagian pengungkit bagian kedua sebesar 100%, dan aspek kaidah penulisan 75%.
   Kemampuan mengkomunikasikan hasil pengamatan secara tertulis mengalami peningkatan pada pembelajaran siklus II yaitu mencapai 90,66%.
Tabel 4.18
Refleksi dan Hipotesis Tindakan Siklus II
No
Inti Refleksi
Hipotesis
1.
Kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran sudah optimal hal ini terlihat dengan adanya kondisi siswa yang sudah memusatkan perhatiannya untuk mengerjakan LKS yang diberikan persiswa.
Alternatif yang direncanakan pada refleksi siklus I berhasil dilaksanakan sehingga kondisi siswa betul-betul konsentrasi terhadap LKSnya masing-masing dan diskusi kelompok berjalan dengan baik. Disamping itu penyampaian pendapat dari
Lanjutan Tabel 4.18
 
tiap-tiap anggota kelompok sangat terlihat antusias.
2.
Kemampuan siswa mengkomunikasikan hasil pengamatan mengalami peningkatan yang signifikan, ditandai dengan adanya kemauan semua siswa dari tiap kelompok untuk melaporkan hasil pengamatan   
Hal ini terjadi karena siswa termotivasi oleh teman-temannya untuk melaporkan hasil pengamatan yang telah dilaksanakan,
3.
Kemampuan guru dalam mendemonstrasikan alat peraga dapat memusatkan perhatian siswa karena guru lebih menguasai kemampuan  dalam mendemonstrasikan alat peraga lebih detail dalam mengidentifikasi bagian-bagian dari pengungkit jenis golongan kedua dan golongan pertama.
Guru banyak memberikan keasempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi bagian-bagian dari alat peraga pengungkit golongan kedua.

3.  Pelaksanaan Pembelajaran Siklus III
     Pada pembelajaran siklus III kegiatan Pra KBM diisi dengan menginformasikan hasil kerja tiap kelompok pada pembelajaran siklus II.
a.      Data aktivitas guru dalam pembelajaran siklus III
                                    1.      Fase Apersepsi
     Guru mengenalkan judul topik yang akan dibahas dan mengaitkannya dengan pembelajaran pengungkit golongan pertama, golongan kedua dan ketiga, guru mencoba menggali pengalaman siswa tentang penggunaan pesawat sederhana jenis pengungkit golongan ketiga dalam kehidupan sehari-hari dengan menunjukkan sebuah cangkul, guru bertanya “Apa nama alat ini? Untuk apakah alat ini digunakan ? Bagaimana cara menggunakannya  ?”.
                              2.            Fase Eksplorasi
     Sebelum pembelajaran berlangsung, siswa dikondisikan seperti pada siklus sebelumnya yaitu siklus 1 dan II. Guru mengingatkan siswa agar memperhatikan demonstrasi guru mengenai pengungkit golongan ketiga, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi bagian-bagian pengungkit  golongan ketiga melalui alat peraga yang disediakan, guru melakukan tanya jawab dengan siswa untuk memberikan pendapatnya tentang pengungkit golonga ketiga. 
                              3.            Fase Konsolidasi
     Setelah selesai tanya jawab, guru membahas materi pesawat sederhana jenis pengungkit golongan  ketiga dengan alat bantu gambar dan alat peraga jenis pengungkit ketiga. Selesai membahas materi guru membagikan LKS yang berisi tugas dan pertanyaan, untuk memantapkan pemahaman siswa guru mendemonstrasikan lagi alat peraga pengungkit golongan ketiga. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkomunikasikan hasil-hasil pengamatan secara lisan dan tulisan
     Guru mencoba memotivasi siswa yang lain agar mau mengomentari hasil pekerjaan temannya. Guru membahas hasil kerja sama yang telah dilaporkan, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencoba menjelaskan alat peraga pesawat sederhana jenis pengungkit ketiga. 
                        4.      Fase Penutup
     Setelah selesai merapikan alat peraga guru menyimpulkan hasil pembelajaran  dan menyarankan siswa agar membaca kembali buku sumber yang membahas tentang pengungkit pertama, kedua dan ketiga. Guru menanamkan sikap siswa agar lebih teliti dalam mengamati demonstrasi guru agar apa yang dilaporkan sesuai dengan materi yang dibahas.
     Berdasarkan data hasil observasi terhadap kemampuan guru mengelola dan memfungsikan alat pada pembelajaran siklus ketiga. Peneliti (guru kelas V) dan observer (kepala sekolah) mengadakan pertemuan lagi untuk menganalisis sejauhmana kemampuan guru menggunakan metode demonstrasi pada pembelajaran siklus tiga. Hasil analisis dan kriteria sebagaimana dicantumkan dalam instrumen pada lampiran 15, 16, 17 dan lampiran 18, dijadikan dasar menilai kinerja guru.
Hasil penilaian tersebut ditunjukkan pada tabel 4.19
Tabel 4.19
Rangkuman Penilaian Guru Mengelola Pembelajaran
Dalam Metode Demonstrasi pada Pembelajaran Siklus III
No
Aspek yang dinilai
Nilai
1.
Kesesuaian materi yang akan diberikan dengan materi sebelumnya
Sangat Baik (4)
2.
Kemampuan mengelola pengalaman siswa tentang pengungkit golongan ketiga sesuai metode demonstrasi
Baik (3)
3.
Mengelompokan  siswa untuk mengamati kegiatan demonstrasi  
Sangat Baik (4)
4.
Mendiskusikan bersama-sama dengan siswa tentang prosedur pengamatan pada kegiatan demonstrasi
Sangat Baik (4)
5.
Menyiapkan alat peraga/bahan sesuai dengan kebutuhan demonstrasi
Sangat Baik (4)
6.
Strategi pembelajaran dengan metode demonstrasi sesuai prosedur yang ditetapkan pada RPP
Sangat Baik (4)
7.
Kemampuan menyajikan materi sesuai dengan metode demonstrasi
Sangat Baik (4)
8.
Kemampuan mendemonstrasikan alat peraga
Sangat Baik (4)
9.
Kemampuan memotivasi siswa mengidentifikasi alat peraga yang di demonstrasikan
Baik (3)
10.
Mengadakan tindak lanjut terhadap siswa untuk pembelajaran berikutnya mengenai pesawat sederhana jenis pengungkit pertama, kedua, dan ketiga.
Sangat Baik (4)
Jumlah / Rata-rata
38 / 3,8
Prosentase
95 %
Tabel 4.20
Rangkuman Penilaian Guru Menggunakan
Metode Demonstrasi pada Pembelajaran Siklus III

No
Aspek yang dinilai
Nilai
1.
Memfungsikan alat untuk memusatkan perhatian siswa
Baik (3)
2.
Memfungsikan alat untuk membangkitkan motivasi belajar siswa
Sangat Baik (4)
3.
Memfungsikan alat untuk menumbuhkan keingintahuan siswa
Sangat Baik (4)
4.
Memfungsikan alat untuk mengungkapkan pengetahuan awal siswa
Baik (3)
5.
Memfungsikan alat untuk memperjelas pertanyaan guru
Sangat Baik (4)
6.
Memfungsikan alat untuk mengundang pertanyaan siswa
Baik (3)
7.
Memfungsikan alat untuk mengembangkan keterampilan proses siswa
Baik (3)
8.
Memfungsikan alat untuk memperjelas penjelasan guru tentang pesawat sederhana jenis pengungkit golongan ketida
Sangat Baik (4)
9.
Memperjelas cara kerja pesawat sederhana jenis pengungkit ketiga
Sangat Baik (4)
10.
Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi pengungkit pertama
Sangat Baik (4)
Jumlah / Rata-rata
36 / 3,6
Prosentase
90 %
Tabel 4.21
Rangkuman Penilaian Untuk Mengungkap Kualitas Alat Peraga atau Media
pada Pembelajaran Siklus III
No
Aspek yang dinilai
Nilai
1.
Mampu menyediakan alat peraga/media dengan lengkap sesuai dengan bahan pembelajaran
4
2.
Ukuran alat peraga atau media memadai
4
3.
Memperhatikan keindahan atau kerapihan alat peraga atau media yang digunakan
3
4.
Terampil dan luwes dalam menggunakan alat peraga atau media 
4
5.
Mampu menggabungkan alat peraga atau media dengan konsep bahan materi pelajaran
4
Jumlah / Rata-rata
19 / 3,8
Prosetase
95 %
Keterangan
SB = > 3,5 - 4
B   = > 3 - 3,5
C   = > 2,5 - 3             
D   = > 1 - 2,5






Tabel 4.22
 Rangkuman Penilaian  Pembuatan Lembar Kerja Siswa
pada Pembelajaran Siklus III

No
Aspek yang dinilai
Kualitas Lembar Kerja Siswa
1.
LKS yang dibuat memperhatikan adanya perbedaan individual
 Sangat Baik (4)
2.
LKS yang dibuat berfungsi sebagai petunjuk jalan bagi siswa untuk mencari tahu
Sangat Baik (4)
3.
LKS yang dibuat memberi kesempatan kepada siswa untuk memulai, berdialog dengan teman-temannya, menggambar, menggunakan alat, menyentuh benda nyata dan sebagainya
Sangat Baik (4)
4.
LKS yang digunakan dibuat dapat mengembangkan kemampuan komunikasi sosial, emosional, moral dan estetika pada diri siswa.
 Sangat Baik (4)
5.
Ketertarikan siswa terhadap penampilan LKS
Baik sekali (4)
6.
Pemahaman siswa terhadap pesan yang disampaikan
Baik (3)
7.
Kemampuan menjawab LKS berdasarkan hasil pengolahan informasi melalui pengamatan
Sangat Baik (4)
Jumlah / Rata-rata kualitas pembuatan LKS
27 / 3,86
Prosentase Skor kualitas pembuatan LKS
96,5 %
                                                                                       
b. Data Kemampuan siswa mengkomunikasikan hasil pengamatan metode demonstrasi Siklus III
     Kegiatan mengkomunikasikan pada pembelajaran Siklus III berbeda dengan kegiatan-kegiatan mengkomunikasikan pada pembelajaran sebelumnya.
     Adapun kegiatan mengkomunikasikan pada pembelajaran tiga lebih dititik beratkan untuk meningkatkan kemampuan mengkomunikasikan secara tulisan terutama membuat tabel.
     Kemampuan meningkatkan hasil pengamatan secara lisan dan tulisan pada pembelajaran siklus tiga dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.23
Mengkomunikasikan Hasil Pengamatan Secara Tulisan
Pada Pembelajaran Siklus III
No
Aspek yang dinilai
Nilai
1.
Kesesuaian jawaban siswa dengan tugas pada kegiatan I
Sangat Baik (4)
2.
Kesesuaian judul dengan kegiatan II
Sangat Baik (4)
3.
Tabel yang dibuat proporsional
Sangat Baik (4)
4.
Isi tabel sesuai dengan dengan tugas
Baik (3)
5.
Kerapihan tabel yang dibuat
Sangat Baik (4)
6.
Kolom-kolom tabel proporsional 
Baik (3)
7.
Kesesuaian  penulisan dengan kaidah EYD
Baik (3)
Jumlah / Rata-rata
25 / 3,57
Prosentase
89,25 %
1.      Aspek Kejelasan Pelajaran dan Intonasi
SB =
Jawaban siswa sesuai dengan tugas
B   =
Jawaban siswa sesuai dengan tugas
C   =
Jawaban siswa kurang sesuai dengan tugas
D   =
Jawaban siswa sesuai tidak dengan tugas
2.      Aspek Kejelasan Pelajaran dan Intonasi
SB =
Judul tabel sesuai dan tepat dengan kegiatan II
B   =
Judul tabel sesuai dengan kegiatan II
C   =
Judul tabel kurang sesuai dengan kegiatan II
D   =
Judul tabel tidak sesuai dengan kegiatan II
3.       Aspek Pembuatan Tabel
SB =
Ukuran tabel sesuai dan seimbang dengan areal
B   =
Ukuran tabel sesuai dan seimbang dengan areal
C   =
Ukuran tabel kurang sesuai dengan areal
D   =
Ukuran tabel tidak sesuai dengan areal
4.        Aspek isi Tabel
SB =
Isi tabel sesuai dan tepat dengan kegiatan dua
B   =
Isi tabel sesuai dan dengan kegiatan dua
C   =
Isi tabel kurang sesuai dengan kegiatan dua
D   =
Isi tabel tidak sesuai dengan kegiatan dua
5.      Aspek Pembuatan Tabel
SB =
Tabel yang dibuat sangat rapih
B   =
Tabel yang dibuat rapih
C   =
Tabel yang dibuat kurang rapih
D   =
Tabel yang dibuat tidak rapih
6.      Aspek Pembuatan Kolom pada Tabel
SB =
Kolom-kolom tabel yang dibuat sangat proporsional
B   =
Kolom-kolom tabel yang dibuat proporsional
C   =
Kolom-kolom tabel yang dibuat kurang proporsional
D   =
Kolom-kolom tabel yang dibuat tidak proporsional
Keterangan


SB = > 3,5 - 4
B   = > 3 - 3,5
C   = > 2,5 - 3             
D   = > 1 - 2,5
   Setelah selesai pelaksanaan pembelajaran siklus I, II dan III, kemudian peneliti melaksanakan ulangan (postes) terhadap siswa. Bahan tes adalah materi yang telah dibahas pada tiga pembelajaran tersebut, sedangkan waktu tes setelah pembelajaran siklus III selesai. Hasil tes kemampuan siswa menguasai konsep adalah sebagai berikut.
Tabel 4. 24
Instrumen Kemampuan Siswa Mengkomunikasikan Hasil Pengamatan Secara Verbal (Lisan) Pada Pembelajaran Siklus III
Kelompok
Aspek Komunikasi Lisan (verbal) Siswa
Nilai
1
2
3
4
5
Kode
Nilai
%
I
SB
4
B
3
SB
3
SB
4
SB
4
SB
3,8
95%
II
SB
4
SB
4
SB
4
SB
4
SB
4
SB
4
100%
III
SB
4
SB
4
SB
3
B
3
SB
4
SB
3,8
95%
IV
SB
4
SB
4
SB
3
SB
4
SB
4
SB
4
100%
V
SB
4
SB
4
SB
4
B
3
SB
4
SB
3,8
95%
VI
SB
4
SB
4
B
3
SB
4
SB
4
SB
3,8
95%
Rata-Rata 
SB
4
SB
4
B
3
B
3
SB
4
SB
3,6
85,75%
Prosentase
100%

91,67%

95,83%

91,67%

100%



96,67%
Kriteria SB = nilai > 3,5 - 4
  B   = nilai > 3 - 3,5
  C   = nilai > 2,5 - 3  
  K   = nilai > 1 - 2,5
Keterangan :
1.      Aspek Keberanian
SB =
Siswa berani mengkomunikasikan tanpa disuruh guru
B   =
Siswa berani mengkomunikasikan ditunjuk guru
C   =
Siswa berani mengkomunikasikan dengan dibujuk
K   =
Siswa berani mengkomunikasikan dengan dipaksa
2.      Aspek Reliabel
SB =
Siswa mengkomunikasikan hasil pengamatan  sesuai kenyataan serta lengkap
B   =
Siswa mengkomunikasikan hasil pengamatan  sesuai kenyataan, tetapi kurang lengkap
C   =
Siswa mengkomunikasikan hasil pengamatan  kurang sesuai dengan kenyataan, dan kurang lengkap
K   =
Siswa mengkomunikasikan hasil pengamatan  tidak sesuai
3.      Aspek Penyampaian Pendapat Sendiri
SB =
Siswa dapat meyampaikan pendapat lain dari idenya sendiri
B   =
Siswa dapat menyampaikan pendapat dibantu ide guru
C   =
Siswa dapat menyampaikan pendapat lain dibantu ide teman
K   =
Siswa tidak dapat menyampaikan pendapat lain
4.      Aspek Kejelasan Pelafalan dan Intonasi
SB =
Siswa mengkomunikasikan hasil pengamatan dengan lapal dan intonasi yang sangat jelas
B   =
Siswa mengkomunikasikan hasil pengamatan dengan lapal dan intonasi  jelas
C   =
Siswa mengkomunikasikan hasil pengamatan dengan lapal dan intonasi kurang jelas
K   =
Siswa mengkomunikasikan hasil pengamatan dengan lapal dan intonasi tidak jelas
5.      Aspek kesesuaian kalimat dengan kaidah EYD
SB =
Penggunaan kalimat dalam mengkomunikasikan hasil pengamatan sangat sesuai dengan kaidah EYD
B   =
Penggunaan kalimat dalam mengkomunikasikan hasil pengamatan  sesuai dengan kaidah EYD
C   =
Penggunaan kalimat dalam mengkomunikasikan hasil pengamatan tidak  kurang sesuai dengan kaidah EYD
K  =
Penggunaan kalimat dalam mengkomunikasikan hasil pengamatan tidak  tidak sesuai dengan kaidah EYD
Tabel 4. 25
Nilai Penguasaan Konsep Siswa Sebagai Hasil Penelitian Tindakan Kelas
No
Nama Siswa
Nilai
1.
Agni Tufik
70
2.
Alviani Suci
100
3.
Dina Hapsari
100
4.
Dede Supriadi
60
5.
Eris Lesmana
80
6.
Gian Acep
100
7.
Dzoelva
100
8.
Loka Nurpratama
100
9.
Mera Mutiara
100
10.
Muhamad Rizal
70
11.
Much Solih
80
12.
Nisa Nurul Apiah
100
13.
Pevi Puji Lestari
100
14.
Rizki Januaritama
60

15.
Resi Resmana
50
16.
Ridha Apipah
100
17.
Royhan Biruni
100
18.
Ridha Faridah
100
19.
Sopa Siti N
100
20.
Saepul Idul Fitri
90
21.
Zaenal Mutaqin
80
22.
Irawan Hidayat
90
23.
Ropi Ilham Pratama
100
24.
Diki Seftian
100

Jumlah /rata-rata kinerja guru mengelola pembelajaran
2130 / 88,75
     Secara umum dengan memperhatikan rata-rata nilai penguasaan konsep siswa dalam upaya sehari-hari (hanya berkisar antara 5,2 s/d 67) sedangkan pada penelitian ini mencapai 88,75 dengan demikian dapat dinyatakan bahwa pembelajaran IPA dengan metode demonstrasi yang dibantu dengan LKS dan alat peraga dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Dari keberhasilan kinerja guru dalam mengelola pembelajaran, menggunakan metode demonstrasi, kualitas alat peraga, dan LKS dari  semua siklus yang telah dilaksanakan, dapat dilihat dari grafik dibawah ini untuk tiap-tiap aspek yang ditingkatkan.
   Keberhasilan siswa dalam mengkomunikasikan hasil pengamatan secara lisan dan tulisan, dapat dilihat dari grafik dibawah ini untuk setiap siklus.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan proses dan hasil Penelitian Tindakan Kelas (PTK) pada pembelajaran IPA dengan topik Pesawat Sederhana Jenis Pengungkit di Kelas V SDN Simpang dapat dikemukakan beberapa kesimpulan  dan saran sebagai berikut .
A.    Kesimpulan
1. Rencana persiapan pembelajaran (RPP IPA) dan pengelolaan pembelajaran dengan menggunakan Lembar Kerja Siswa dan metode demonstrasi untuk meningkatkan kemampuan siswa mengkomunikasikan hasil pengamatan siswa di Kelas V SDN Simpang Kecamatan Bantarkalong Kabupaten Tasikmalaya dapat dibuat oleh peneliti sebagai guru kelas dengan mendapat penilaian sangat baik dari kepala sekolah (nilai = 3,8 dengan prosentase sebesar 95 %). Pencapaian ini disebabkan penyusunan RPP didasarkan pada Kurikulum 2006 dan karakteristik metode demonstrasi. RPP dilengkapi dengan LKS dan alat peraga sebagai pasilitas untuk meningkatkan kemampuan guru dan siswa dalam pembelajaran. Selama penelitian berlangsung beberapa isi RPP yang terkait dengan implementasi metode demonstrasi dalam pembelajaran mengalami perubahan dan perbaikan.
2.      Proses pembelajaran dengan menggunakan LKS dan metode demonstrasi, pada pembelajaran IPA dengan topik Pesawat Sederhana Jenis Pengungkit,  di kelas V SDN Simpang Kecamatan Bantarkalong Kabupaten Tasikmalaya, dapat  menarik perhatian siswa untuk belajar. Peneliti (guru Kelas V) menunjukkan peningkatan kinerja dalam menggunakan metode demonstrasi,  membuat LKS,  dan alat peraga yag dalam pelaksanaannya mengalami peningkatan setiap siklusnya. Berdasarkan data dari observer untuk kinerja guru menggunakan metode demonstrasi pada siklus I memperoleh nilai  2,3 dengan prosentase sebesar 57,5%  siklus II memperoleh nilai sebesar 3 dengan prosentase 75 % dan siklus III memperoleh nilai sebesar 3,6 dengan prosentase sebesar 90 %. Kemampuan guru dalam mengungkap kualitas alat peraga mengalami peningkatan pada siklus I memperoleh nilai sebesar 2,6 dengan prosentase sebesar 65 % siklus II memperoleh nilai sebesar 3,4 dengan prosentase sebesar 85 %, dan siklus III memperoleh nilai sebesar 3,8 dengan prosentase sebesar 95 %. Sedangkan untuk kemampuan guru dalam membuat LKS mengalami peningkatan pada siklus I memperoleh nilai sebesar 2,1 dengan prosentase sebesar 52,5 % siklus II memperoleh nilai sebesar 3,42 dengan prosentase sebesar 85,5% dan siklus III memperoleh nilai sebesar 3.86 dengan prosentase sebesar 96,5%. 
3.      Terjadi peningkatan kemampuan siswa dalam pembelajaran IPA dengan menggunakan LKS dalam metode demonstrasi di kelas V SDN Simpang Kecamatan Bantarkalong. Aspek yang diukur dalam kemapuan mengkomunikasikan hasil pengamatan meliputi (1) lisan (2) tulisan (3) membuat gambar, dan (4) membaut tabel. Pada saat pembelajaran berlangsung, siswa dikondisikan menjadi enam kelompok dan setiap kelompok berjumlah empat orang anggota kelompok. Secara keseluruhan peningkatan kemampuan mengkomunikasikan hasil pengamatan pada siswa adalah sebagai berikut. Pada siklus I prosentase kemampuan mengkomunikasikan hasil pengamatan pada siswa secara lisan memperoleh nilai sebesar 2,69 dengan prosentase sebesar 71,46% siklus II memperoleh nilai sebesar 3,43 dengan prosentase sebesar 83,33% dan siklus III memperoleh nilai sebesar 3,6 dengan prosentase sebesar 96,67 %. Sedangkan untuk kemampuan siswa mengkomunikasikan hasil pengamatan secara tulisan (papara, gambar dan memuat tabel) mengalami peningkatan yakni siklus I memperoleh nilai sebesar 1,96 dengan prosentase sebesar 48,95% siklus II memperoleh nilai sebesar 3,63 dengan prosentase sebesar 90,63% dan siklus III memperolah nilai sebesar 3,57 dengan prosentase sebesar 89,25%.


B.     Saran                                                                           
Bertolak pada pengalaman peneliti mengadakan Penelitian Tindakan Kelas untuk meningkatkan kemampuan siswa mengkomunikasikan hasil pengamatan dengan menggunakan LKS dalam metode demonstrasi di kelas V SDN Simpang Kecamatan Bantarkalong Kabupaten Tasikmalaya, peneliti menyampaikan beberapa saran sebagai berikut :
1.      Perlu kesiapan yang matang dalam membuat RPP dan mengelola pembelajaran dengan menggunakan LKS dalam metode demonstrasi untuk meingkatkan kemampuan siswa mengkomunikasikan hasil pegamatan.
2.      Untuk memperlancar proses penelitian tindakan kelas perlu diberika pemahaman-pemahaman tentang PTK kepada semua pihak yang terkait dalam proses PTK terutama guru sebagai pendidik dan peneliti, sehingga semuanya menjadi suatu pemikiran dalam memahami PTK.
3.      Besar harapan peneliti jika Ibu Kepala SDN Simpang dan rekan-rekan sejawat berkenan kiranya untuk merintis dan mengembangkan penelitian tindakan kelas menjadi suatu tradisi profesi dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran pada setiap mata pelajaran.
4.      Kepada pihak lembaga dalam hal ini UPI Kampus Tasikmalaya peneliti mengusulkan agar melakukan penyebaran hasil penelitian tindakan kelas serta penelitian sejenis lainnya bagi masyarakat pendidik, sambil disertai dengan sosialisasi dan  pelatihan tindakan kelas bagi guru-guru SD khususnya di Kabupaten Tasikmalaya.

Pengunjung